18. Don't Hide Anything From Me

1368 Kata
Terdengar desahan napas panjang yang menggema, menjadi gumpalan asap ketika bersapaan dengan udara dingin yang membalut tempat itu. Ada di sana, seorang lelaki tengah menyendiri. Bersandar di samping mobil mustang miliknya sambil memandang ke atas. Pada langit London yang tampak begitu tenang dengan butiran bintang yang memenuhinya. “Bagaimana rasanya?” Suara yang muncul tiba-tiba itu lantas membuat Leonard Van Der Lyn bergeming. Sontak, lelaki itu kemudian memutar tubuhnya dan kembali mengembuskan napas dalam desahan panjang ketika melihat keberadaan seorang gadis yang tidak lain adalah sepupunya itu. “Canadia,” panggil Leonard. Tatapannya tertuju pada sepasang manik amber yang sedang memandangnya dalam diam serta dengan selapis cairan bening yang menutupi netra indahnya itu. “Bagaimana rasanya menjadi bagian dari keluarga Van Der Lyn, hem?” Ada satu siratan dalam ucapan Canadia yang Leonard yakin punya makna untuk menyindir. Tampak kedua sisi rahang Leonard mengencang saat lelaki itu mendesah kasar untuk ke sekian kalinya. “Terrible,” jawab Leonard to the point. Sambil menyilangkan tangan di depan d**a dan memeluk tubuhnya, Canadia pun berjalan menghampiri kakak sepupunya itu lalu berdiri di sisi kanan Leonard. Sementara Leonard sambil memandang ke langit, membawa tubuhnya rendah hingga bokongnya menyentuh bagian lantai mobil. Ia duduk di sana. Terjadi keheningan yang panjang saat Canadia tak tahu apa yang harus ia ucapkan dan Leonard pun hanya diam, menunggu adiknya itu untuk berbicara. “Ada jutaan pertanyaan di benakku, tetapi aku tak tahu bagaimana cara menanyakannya padamu.” Ucapan Canadia kembali membuat Leonard bergeming. Ia pun menoleh ke atas, memandang adiknya tersebut. Sesaat Leonard masih terdiam dan tampak dadanya mengembang ketika lelaki itu melakukan tarikan napas panjang. Leonard menahannya selama beberapa detik lalu mengembuskannya dengan entakkan kuat. “Well, bertanyalah hanya jika kamu merasa nyaman dengan pertanyaan itu. Dalam banyak kasus, orang-orang lebih nyaman hidup dalam kebohongan karena kejujuran itu adalah hal yang sulit dan sakit,” ujar Leonard. Canadia memejamkan matanya. Sejenak gadis itu mencoba untuk terdiam. Sungguh pun, dahinya berkedut serta jantungnya yang seperti ditusuk dengan benda tajam. Rasanya sakit. Ada desitan temperamen yang berusaha ditahan oleh Canadia dan semua itu bercampur dengan rasa sedih yang teramat besar. Mulut Canadia terbuka, ia mendesah panjang sambil mendongakkan dagu dan membawa tatapannya ke langit malam. Tiba-tiba Canadia terkekeh. Cukup kuat sampai Leonard kembali mendongak, memandang sepupunya dengan dahi yang terlipat. “Are you okay?” tanya Leonard. “No!” jawab Canadia sambil menggelengkan kepalanya. “aku tak pernah baik-baik saja sejak sepuluh tahun, setelah ayahku diculik!” Sekali lagi ucapan Canadia membuat Leonard mendengkus. Pria itu kemudian memalingkan wajahnya, kembali menatap lurus ke depan. “Beri aku sedikit waktu lagi, akan kubawa paman kepada kalian,” ujar Leonard. “Aku tahu jika ayahku berada di markas Yakuza.” Deg! Jantung Leonard bagai terkena pukulan gada sehingga membuat napasnya berhenti berembus. Selama beberapa detik lelaki itu terdiam dan membisu, lalu secara perlahan ia mulai memutar wajahnya hingga menghadap pada Canadia. “Siapa yang—“ “Matheo,” sergah Canadia. Leonard kembali mendengkus. “Of course he!” gumam Leonard. Jika ada manusia yang tidak bisa menyembunyikan apa pun dari Canadia, maka orang itu adalah Matheo Diaz. “Leonard, kalian mungkin adalah kakakku, tetapi Lucas adalah ayahku maka akulah yang berhak memberikan keputusan di sini.” “Cih!” Leonard mendecih halus sambil menggelengkan kepala, tampak meremehkan. “seolah kamu tahu segalanya.” “I am!” jawab Canadia dengan nada tegas, sekali lagi membuat kakaknya mendongak. “aku tahu segalanya, Leonard!” ucap Canadia. Sambil memandang wajah Canadia, Leonard pun mulai mengangkat bokongnya dan berdiri hingga menghadap pada Canadia. “Kalian terlalu banyak menyembunyikan rahasia dariku, tapi aku mengetahuinya dengan jelas!” tandas Canadia. “aku tahu kalau terjadi konspirasi dan pengkhianatan yang dilakukan oleh Bruce dan Chester. Aku tahu terjadi kekacauan di Beverly Hills dan di sanalah awal kehancuran itu dimulai. Aku tahu kalau ayahku menyimpan rahasia besar yang hanya dia bagi pada keponakannya dan aku tahu kalau—“ “Cana, stop it!” ucap Leonard dengan nada tegas. Canadia langsung terdiam. Dadanya naik turun, mengembuskan napas yang bergemuruh sementara tatapannya tertuju pada sepasang bola mata berwarna cokelat milik Leonard Van Der Lyn. Melihat raut wajah Canadia lantas membuat Leonard mendekat. Segera lelaki itu menarik tubuh Canadia ke dalam pelukannya. Leonard memejamkan mata, ia mendesah lirih. “Just stop it,” gumam Leonard. “Aku tahu segalanya, Leonard.” Canadia masih tak ingin mengalah. “sejak dulu aku telah mengetahuinya, tetapi aku tidak punya keberanian untuk mengungkapkannya apalagi mencari tahu lebih dalam. Rasa penasaranku sangat besar, tetapi aku hanyalah gadis penurut yang hanya ingin dimanja oleh ayahku.” Sungguh pun bola mata Leonard terasa perih. Lelaki itu mengeratkan pelukannya ketika ia menganggukkan kepala, menyetujui apa yang baru saja dikatakan oleh Canadia. “Ya, aku tahu,” gumam Leonard. “percayalah padaku bahwa kamu telah mengambil keputusan yang baik dan kamu harus bersyukur bahwa kamu tidak tahu siapa ayahmu dan apa pekerjaannya.” Canadia menarik diri dari pelukan Leonard lalu mendongak, memandang kakaknya. “Tapi kamu tidak tahu bagaimana rasanya ketika ayahmu malah lebih bangga dengan keponakannya daripada dengan putrinya sendiri.” Leonard memejamkan matanya dan mendesah lirih. Seketika ia tertunduk dengan wajah pias. Namun, sejurus kemudian kedua sisi rahangnya kembali mengencang. Tampak lelaki itu menelan salivanya susah payah. “Percaya padaku, Canadia bahwa Letty dan aku tak pernah ingin dibanggakan,” ucap Leonard. Ia pun mendongak dan seketika wajahnya menjadi sendu. “Kami hanyalah dua orang yang dimanfaatkan oleh ayah dan paman kami. Demi Tuhan, Canadia aku bersumpah bahwa setiap malam aku selalu bermohon pada Tuhan agar Dia mau membalikkan waktu. Aku ingin hidup dengan kenangan di masa kecil saat aku menjadi pengasuh kalian. Lenox dan kamu. Aku ingin kembali ke hari itu,” ujar Leonard. Matanya berkaca-kaca dan bibirnya gemetar. “Saat aku ingin memejamkan mataku, aku selalu berusaha mengingat semua itu. Namun, di saat bersamaan kenangan pahit itu kembali. Aku melihat diriku berlumuran darah dan bunyi kertakkan gigi menggema di kepalaku. Canadia, aku berpijak pada bumi, tetapi jiwaku telah berada di neraka!” Leonard menunduk. Bahunya gemetar, ia pun tak bisa menahan rasa sakit itu lebih lama. Leonard menggelengkan kepalanya. “Tidak, Canadia. Cukup aku dan Letty saja yang menderita batin seperti ini. Jangan pernah berpikir untuk mengotori tanganmu dengan membunuh orang lain.” “Tapi, aku baru saja melakukannya, Leonard dan kamu sendiri yang memosisikan aku dalam kejadian itu.” Leonard kembali mendongak. Ia tak berusaha menghapus air mata yang terus berderai, membasahi pipinya. “So, how is that feel? Apakah itu membuatmu puas?” tanya Leonard dan Canadia terdiam. “apakah perasaan sakit hatimu selama bertahun-tahun berkurang saat kamu membunuh Richard Alton? Apakah sekarang kamu bisa bahagia?” Tak ada satu pun dari ucapan Leonard yang sanggup dijawab oleh Canadia. Sepasang bola mata amber itu tampak bergulir ke bawah dan dalam tatapan kosong, ia pun menggelengkan kepalanya. “No,” gumam Canadia. “Ya, Cana,” ucap Leonard. Canadia kembali mendongakkan dagunya. “Bahkan jika kamu membunuh semua orang yang membuatmu sakit hati, itu tak akan bisa mengobati rasa sakit hatimu. Semua rasa itu akan ada dan bahkan serasa ingin menyayat lehermu!” Dada Leonard kian gemetar. Wajahnya kembali terlihat nanar dan lelaki itu memilih untuk memeluk Canadia. “Tak akan ada habisnya deritamu, Canadia, tetapi aku berjanji bahwa sebentar lagi kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan. Aku akan pergi ke Jepang dan menjemput paman.” “Tidak, Leonard,” sangkal Canadia. Gadis itu berusaha melepaskan diri dari pelukan kakaknya. “aku tidak ingin diam saja di sini. Aku ingin ikut bersamamu.” “Cana, tetapi risikonya sangat besar. Mereka adalah mafia—“ “Leonard!” Canadia memanggil dengan nada tegas. “aku akan pergi denganmu atau aku akan ke sana sendirian dan aku tidak peduli dengan nyawaku.” Leonard terdiam selama beberapa detik. Ia pun menghela napas dalam-dalam sambil memejamkan matanya. “Oke,” gumam Leonard. “tapi kamu harus berjanji bahwa kamu akan patuh pada perkataanku.” Canadia pun menganggukkan kepala. Leonard kembali mendekap adik sepupunya itu ke dalam pelukan. Ia bernapas berat lalu mengecup puncak kepala Canadia. “We are so closed with your daddy, Cana,” gumam Leonard. Canadia kembali menganggukkan kepalanya. “Yeah,” gumam Cana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN