Episode 4 : Tak Sejalan

1979 Kata
"Jika aku tidak bisa kembali mencintaimu, ... apa yang harus aku lakukan?" Episode 4: Tak Sejalan Selama dua malam terakhir, Des selalu menghabiskan waktunya di sofa sebelah. Des duduk menjaga Lily dan akan tidur jika ketiduran. Namun kini, setelah Lily memberinya tempat lebih, tanpa pikir panjang, Des langsung merebahkan tubuhnya di sebelah wanita itu, seiring rasa bahagia yang seketika membuncah. Hati Des sampai berbunga-bunga dibuatnya, seiring rasa lega yang detik itu juga pria itu kantongi, lantaran akhirnya, Lily mau memberinya kesempatan. Sebab bagi Des, keputusan Lily yang sampai memberinya tempat untuk tidur, sama halnya dengan sebuah kesempatan yang akhirnya wanita itu berikan. "Aku boleh tidur di sini?" Des bertanya sambil mengulet, meluruskan kaki jenjangnya tanpa menatap Lily. Ia sengaja bertanya demi mendapatkan pengakuan dari Lily perihal wanita itu yang akhirnya memberinya kesempatan. "Jelas-jelas kamu yang mendesakku agar aku melakukannya!" cibir Lily. Balasan Lily yang kembali terdengar ketus membuat Des tertawa, lantaran wanita itu masih saja menyikapinya dengan galak. Akan tetapi, apa yang Des lakukan justru membuat Lily melirik pria itu dengan sinis. "Lagi pula, sudah menjadi kebiasaanmu menempel kepadaku, padahal jelas-jelas masih banyak tempat lain yang bahkan jauh lebih nyaman." Lily masih saja mencibir. "Ini memang jauh lebih nyaman! Sangat nyaman! Bahkan aku belum pernah merasa senyaman ini!" balas Des yang sudah terpejam sambil tersenyum. Lily dapati senyum Des yang begitu lepas. Karenanya, ia mulai memakan potongan pirnya setelah meletakkan gelas minum bekas pria itu, di nakas. Tak lama berselang, Des berangsur membuka matanya. "Namun, kalau memang ini menjadi kebiasaanku, berarti memang tidak banyak yang berubah, dan aku memang sudah sangat mencintaimu dari dulu! Maksudmu, begitu?" Apa yang Des ucapkan membuat Lily merasa gugup bahkan salah tingkah. Dan ketika Lily menoleh ke bawah, Des yang sudah membuka mata, terlihat menunggu balasan darinya. Des menatap Lily dengan tatapan yang begitu dalam. Tatapan seorang suami yang 'menginginkan' istrinya. Itu juga yang membuat Lily merasa ngeri. Lily merasa harus menghindarinya agar sesuatu yang buruk bahkan fatal, tidak sampai menimpa kebersamaan mereka. Lily tidak berani menatap Des, terlebih kenyataan tersebut membuatnya merasa semakin gugup bahkan takut. Lily sengaja mengabaikan dan menganggap Des tidak ada, dengan menyibukkan diri memakan potongan buah pirnya. Sadar Lily sengaja menghindarinya, Des pun menjadi menertawakan dirinya sendiri. Tawa lirih yang membuatnya tidak beda dengan tersipu. "Kalau boleh tahu, hal apa yang terakhir kamu ingat?" tanya Des kemudian. Tatapan Des menjadi kosong, menembus langit-langit ruangan keberadaan mereka. Lily yang sempat melihatnya yakin, Des pasti sedang menerka-nerka, membayangkan apa yang akan Lily katakan sebagai balasan. Detik itu juga, hening menjadi menyelimuti kebersamaan mereka, lantaran baik Lily termasuk Des yang sempat bertanya dan ingin mengetahui semua yang Lily ingat, kompak diam. Pun dengan Lily yang tak kunjung memberikan balasan terlebih penjelasan. Lantaran Lily tak kunjung menjawab, Des pun menoleh untuk memastikan wanita itu. "Percaya atau tidak, sebelum ini, pasti kita saling mencintai. Kita pasti telah berjanji untuk selalu menjaga sekaligus berbagi." Lily masih bungkam. Wanita itu sungguh tenggelam dengan pemikirannya sendiri. "Tidak peduli apa yang ada di ingatan kita saat ini, tapi nyatanya kita sudah menikah, suami istri. Aku yakin, kamu tidak sepenuhnya marah apalagi sampai benar-benar membenciku." Des menghela napas pelan sekaligus dalam. Des masih menunggu balasan dari Lily, tapi tetap saja tidak ada balasan. Sunggu tidak ada balasan yang terlontar dari bibir tipis Lily. Justru, wanita itu termangu. Seolah tenggelam dalam kesedihan berkepanjangan. Des melihat banyak kesedihan yang menghiasi wajah berikut tatapan Lily. "Ly, maaf jika di masa lalu, aku melukaimu dan membuatmu tidak menyukaiku. Namun aku janji, itu tidak akan terulang lagi. Aku akan belajar menjadi suami yang baik untukmu!" Des masih berusaha meyakinkan Lily. Seyakin apa yang ia rasakan kepada wanita itu, perihal mereka yang nyatanya sudah menikah. Mereka merupakan suami istri yang terbangun dengan ingatan yang tidak sejalan. "Jika aku tidak bisa kembali mencintaimu, ... apa yang harus aku lakukan? Semuanya sungguh tidak sama. Maksudku—" Lidah Lily mendadak kelu. Sangat berat rasanya untuk melanjutkan maksudnya. Karena jika ia jujur dan berkata, "Des, apa yang kurasakan padamu hanya peduli. Sementara orang yang kucintai saat ini Abi. Abi yang seharusnya menjadi suamiku, terlebih yang kuingat, Abi tunanganku. Aku akan menikah dengan Abimana, bukan pria lain termasuk dirimu!" Lily merasa sangat jahat. Yang membuat Lily semakin bingung bukanlah statusnya dengan Des. Melainkan bagaimana perasaan Abi kepadanya? Lily merindukan Abimana, bahkan sangat mencintai pria yang Lily ketahui sebagai tunangannya. Akan tetapi, kini Lily telah menjadi istri dari pria lain. Aneh sekali jika apa yang dirasakan Lily, ada di kehidupan nyata. Meski pada kenyataannya, Lily memang terbangun menjadi orang yang sama, tetapi tidak untuk hati berikut pikirannya. Kalaupun ada yang harus Lily jalani, tentu akan ada pihak yang terluka. Bersama Des, Lily memang tidak merasa tertekan. Namun otak dan pikirannya begitu mengharapkan Abimana. Itulah yang membuat Lily merasa tidak baik-baik saja. Karena dengan kata lain, Lily telah mengkhianati Des. Lily merasa tidak baik, jika tetap bertahan dalam keadaan seperti itu. Kenyataan itu juga yang membuat Lily berpikir untuk melayangkan perceraian kepada Des. Namun, apakah setelah Lily bercerai, Abimana juga mau kembali kepada Lily? Dan Lily langsung merasa sangat jahat jika itulah yang akan ia lakukan. “Kenapa aku tetap tidak bisa melakukan hal yang melukai Des, meski aku juga sangat mengharapkan Abimana?” pikir Lily. Lily termangu, larut dalam pemikiran berikut semua belenggu itu. Meski tak lama setelah itu, Lily justru mendadak menjadi terkesiap, lantaran tangan kanan Des tengah membelai sebelah wajah Lily, sedangkan kepala pria itu telah tiduran di pangkuan Lily. Des menatap Lily dengan begitu dalam. Anehnya, d**a Lily menjadi berdebar-debar, bersamaan dengan jantung Lily yang berdetak lebih kencang, melebihi ketika dalam keadaan normal. Dan Lily yang tidak dapat menyembunyikan kegugupannya, memberanikan diri untuk menatap Des. Tatapan Des begitu dalam dipenuhi rasa sayang. Pria itu terlihat sangat sabar. Tak ada celah yang menunjukkan Des suami tidak bertanggung jawab apalagi jahat. Melihat cara Des bersikap, cara pria itu menatap Lily dan menjadikan Lily satu-satunya wanita yang layak ditatap, ... tidak diragukan lagi, Des sangat mencintai Lily! Lily yakin itu. Seharusnya Lily merasa sangat bahagia bahkan spesial karenanya. Terlebih jika melihat latar belakang termasuk fisik Des. Des memiliki ketampanan di atas rata-rata. Termasuk manik mata hitam yang selalu terlihat tajam dan membuatnya semakin berwibawa. Tinggi tubuh Des bahkan di atas rata-rata standar pria Asia. 180 senti meter. Dan hanya wanita tidak normal saja yang menganggap semua itu biasa. Namun apa daya, pikiran Lily masih tak sejalan dengan kenyataan yang harus wanita itu hadapi. "Kita terjebak dalam waktu dan ingatan yang tidak mendukung. Tapi tidak ada salahnya, jika kita memulai semuanya dari awal." Apa yang dikatakan Des memang benar. Lily mengiyakannya. Namun masalahnya, otak dan hati Lily dikuasai Abimana, bukan suaminya sendiri! Kenyataan tersebut pula yang membuat Lily menjadi merasa sangat gelisah. Lily merasa sangat bersalah kepada Des lantaran ia justru memikirkan Abimana. Namun, pada Abimana, Lily juga tidak kalah merasa bersalah. Lily sungguh sulit menjabarkan keadaannya saat ini. "Sebenarnya, apa yang membuatmu begitu gelisah?" Pertanyaan lanjutan dari Des membuat Lily semakin bingung. "Adakah yang harus kulakukan? Katakan saja. Aku ini suamimu." "Des ...." Lily ingin jujur karena itulah yang harus ia lakukan. Namun, bukankah semua yang ingin ia ketahui sudah Des jawab? Mereka hanya terjebak dalam waktu dan ingatan yang tidak mendukung. Bahkan Des bersedia memulai semuanya dari awal. Apa lagi yang Lily ragukan bahkan kepada pria yang merupakan suaminya sendiri? "Jangan terlalu memaksakan diri, karena itu bisa mengganggu kesehatanmu." Des telah merangkul tengkuk Lily dan memeluk wanita itu dengan hangat. Des bersikap sangat tenang, tetapi Lily masih belum bisa menerima kenyataan. "Kita sama-sama amnesia. Aku kehilangan ingatan tentangmu, sementara kamu justru terlihat sangat tidak mengharapkanku. Padahal, kalau kamu mau mendengarkan kata hatimu, kamu bisa menemukan kebenaran. Seperti yang kulakukan." "Semua kenyamanan yang kurasakan ketika aku bersamamu. Bahkan ketika aku hanya menatap matamu. Semua itu jauh lebih membuatku percaya dari semua cerita yang orang-orang sampaikan kepadaku." Des masih berbicara sendiri lantaran Lily tak kunjung membalasnya. Des melakukannya sambil membelai punggung kepala Lily menggunakan sebelah tangannya. Kata-kata Des barusan seolah menampar Lily. Bahkan wanita itu sampai menitikkan air mata. "Tapi tidak semudah itu, Des. Apa yang kurasakan dan semua yang memenuhi pikiranku tidak bisa begitu saja kulupakan." Bagi Lily, bagaimana mungkin ia menjalani kenyataan yang tidak ada dalam ingatannya? Ingatan yang bahkan sangat bertentangan dengan kenyataan? Terlepas dari itu, apa yang sebenarnya terjadi pada Abimana? Dan bagaimana sebenarnya hubungan Lily dengan pria itu, sampai-sampai, selama Lily koma, Abimana tidak pernah datang untuk menjenguk? Juga, apa yang membuat hubungan Lily dan Abimana berakhir, dan kenapa juga Lily justru menikah dengan Des? "Tuhan pasti memiliki alasan kenapa kita bisa sampai sama-sama amnesia? Kenapa kita harus melupakan kenangan kita dan bahkan kehilangan semuanya? Meski terkesan tidak ada yang bisa diselamatkan, tapi jika kamu mau lebih mengerti dan memahami, sebenarnya hubungan kita hanya sedang diuji!" lanjut Des yang masih berusaha meyakinkan Lily. Emosi Lily pasti sedang sangat buruk. Des yakin itu. Karenanya, ia sengaja menyudahi dekapannya dan menatap wajah Lily dengan saksama. Lily mengulum bibir kemudian menepis tatapan dalam Des. Raut wajahnya dipenuhi kekecewaan. Kali ini, dalam hatinya Lily tengah menanyakan kepedulian orang tuanya, yang bahkan belum menjenguk Lily hingga detik ini. Sungguh, amnesia yang menimpanya, nyaris membuatnya gila. Melihat cara Lily menanggapi balasannya, Des yakin Lily belum bisa menerima kenyataan bahkan yang lebih parahnya, wanita itu belum bisa menerima hubungan mereka. "Ly, ... apa yang membuatmu terlihat tidak nyaman bahkan sesedih ini? Bahkan kamu terlihat sangat kecewa?" Kalau boleh jujur, Lily ingin mengatakan jika jalan hidupnyalah yang membuatnya merasa kecewa bahkan muak. Kenapa Lily harus kehilangan sebagian ingatannya, terlebih itu mengenai hubungannya dengan Abimana? Sayangnya, Lily masih belum memiliki keberanian untuk mengutarakannya. Lily membutuhkan orang lain untuk mengungkap kebenaran yang sebenarnya menimpa kehidupannya, perihal hilangnya sebagian ingatan yang Lily alami. Setelah menggeleng, Lily pun berkata, "tidak, Des. Aku hanya merasa kurang nyaman saja." Tatapan Lily kosong bersamaan dengan pemikirannya yang tiba-tiba saja dihiasi pertanyaan; apakah Des bisa dipercaya? Dan apakah dia juga bisa percaya kepada pria itu? Des mengerutkan dahi. "Kenapa ...?" Suara Des yang telanjur lirih sarat kepedulian, justru terdengar lebih mirip dengan desahan. Setelah terlihat menimang pertanyaan Des, dengan cukup ragu Lily pun berkata, "kepalamu berat. Pahaku sakit jika kamu lebih lama di sana." Lily tetap tidak bisa berkata jujur, terlebih jika kejujuran yang akan ia sampaikan, sampai menyakiti Des. Lily pun tidak mengerti kenapa itu bisa terjadi? Kenapa ia menjadi seperti bayi yang bahkan tidak memiliki pendirian dalam bersikap? Padahal jelas-jelas, Lily tidak bisa menerima hubungannya dengan Des? Bukannya mengakhiri dan segera pergi dari pangkuan Lily, Des justru sengaja mendekap tubuh Lily. Des bergelendotan pada tubuh Lily tak ubahnya bocah yang sedang kegirangan bisa memeluk ibunya, setelah sekian lama terpisah. "Benar-benar tidak pernah berubah!" gumam Lily pasrah tak lama setelah mendapati ulah Des yang justru sengaja bermanja kepadanya. Bagi Lily, Des tidak banyak berubah sekalipun orang yang bersangkutan mengalami amnesia. "Tapi mungkin kebenaran yang kuinginkan bisa kudapatkan dari Des?" pikirnya tiba-tiba. Untuk mencari kebenaran, Lily akan memulainya dari Des. Ia yang yakin Des tulus kepadanya, pasti bisa memberinya kenyataan yang dia inginkan. "Ceritakan padaku, apa yang terakhir kamu ingat tentang kita." Des menatap Lily dengan tatapan sendu. Tatapan yang dipenuhi kekhawatiran bahkan kesedihan. "Kamu terlihat jauh lebih tertekan dariku. Dan kenyataan itu membuatku takut, di ingatanmu yang masih tersisa, aku justru selalu menyakitimu!" batinnya. Lily terdiam ragu. Tak lama kemudian, ia melirik dan menatap mata Des untuk beberapa detik, sebelum akhirnya kembali menepisnya. "Percayalah, aku bisa mengatasi semuanya." Des kembali meyakinkan untuk ke sekian kalinya. Setelah merenung beberapa saat, Lily pun berkata, "semuanya tidak seperti yang ada di ingatanku. Khususnya hubungan kita!" “Aku mohon, Ly. Biarkan aku mengetahuinya agar aku bisa memberikan yang terbaik untukmu!” pinta Des kemudian. Des sampai duduk dan menatap Lily penuh keseriusan melebihi sebelumnya. Mau tidak mau, permintaan Des membuat Lily kembali teringat pada ingatan di Oktober tahun 2017, selaku waktu awal mula Des mengacaukan kehidupan Lily. Awal di mana Des menunjukkan gelagat aneh, dan mulai menjerat Lily dengan hal-hal tak masuk akal. Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN