bc

Thank You, I Love You!

book_age18+
1.1K
IKUTI
11.7K
BACA
forbidden
possessive
HE
pregnant
arranged marriage
boss
twisted
sweet
bxg
office/work place
like
intro-logo
Uraian

“Jika pada akhirnya aku hanya memberinya luka, aku tidak bisa bersamanya selama-lamanya, kenapa Tuhan membiarkanku begitu mencintainya? Kenapa Tuhan membiarkan kami bersatu dan bahkan saling mencintai?”

****

Lily terbangun dengan sebagian ingatannya yang hilang. Lily mengalami amnesia sementara. Yang membuat keadaan makin membingungkan, selain Lily tidak memiliki teman atau kerabat dekat untuk dimintai keterangan, ternyata Lily sudah menjadi istri seorang Desendra Mahardika dan tidaklah lain merupakan bos Lily. Sedangkan hal terakhir yang Lily ingat, Lily akan menikah dengan Abimana selaku tunangannya. Lily hanya ART di rumah Desendra dan di ingatan Lily, Lily tengah berusaha memohon izin tapi Desendra mempersulitnya.

Sebenarnya, apa yang terjadi? Dan kenapa juga Lily justru sudah menikah dengan Des yang nyatanya juga mengalami amnesia lebih parah dari Lily? Lantas, bagaimana juga hubungan Lily dengan Abimana?

Di n****+ “Thank You, I Love You!” ini, kalian akan menemukan ketulusan sekaligus kekuatan cinta.

chap-preview
Pratinjau gratis
Prolog~Episode 1 : Terbangun
Prolog : “Apakah sepuluh tahun kebersamaan kita, belum cukup membuatmu percaya?” Des menatap Lily sarat ketulusan. “Aku mencintaimu. Tulus. Aku menginginkanmu menjadi istriku. Dan aku tidak bisa melepasmu untuk pria mana pun!” Jantung Lily seolah melesak. Hatinya seperti disayat sembilu berulang kali. Benarkah jika kebersamaan yang dipenuhi kepedulian bisa menumbuhkan rasa cinta? Lantas, kenapa pengakuan cinta dari Des, justru menciptakan luka yang bahkan tidak pernah Lily duga? Dan kenapa juga, Des mengatakannya, padahal hari pernikahan Lily dengan Abimana, sudah ada di depan mata? Karena masih belum bisa percaya, Lily sengaja menggigit lidahnya. Sakit. Dengan demikian, apa yang tengah terjadi memang nyata? Bahkan Des masih berlutut di hadapannya, menatapnya penuh harap dan lama-lama menitikkan air mata. Des menangis dan itu karenanya? Lily sungguh tidak percaya! *** Episode 1 : Terbangun “Akhirnya kamu sadar juga ....” Pandangan Lily masih buram, tetapi suara wanita yang baru saja ia dengar, begitu familier. Dengan pandangan yang masih buram itu, Lily mencoba memastikan sumber suara. Di depan sebelah kanannya, Melati--sepupunya jongkok dengan wajah condong, dan nyaris persis di depan wajah Lily. Cara Melati mengajak Liy berkomunikasi, seolah-olah wanita itu sangat mencemaskan Lily. Kenyataan yang membuat Lily mulai bertanya-tanya. Dan seiring pandangan Lily yang berangsur lebih jelas, Lily bahkan melihat Melati menitikkan air mata. Begitu banyak kesedihan dari cara Melati menatapnya, meski tak lama berselang setelahnya, wanita itu justru menoyor kepala Lily. Lily refleks menyeringai sambil mengelus bekas toyoran Melati. “Sebenarnya kamu kenapa sih, Mel? Kenapa pake acara noyor segala?” Ia nyaris menoyor balik Melati untuk membalas ulah wanita itu, tetapi tubuhnya terasa begitu kaku dan sangat sulit untuk digerakan. Bahkan, Lily harus mengerahkan banyak tenaga hanya untuk bergerak dan itu memerlukan waktu yang terbilang lama. “Kenapa tubuhku terasa sangat kaku bahkan berat? Masa iya, ... aku kena asam urat?” pikir Lily. Ketika Lily mencoba memastikan apa yang terjadi pada dirinya, ia justru mendapati selang infus menempel di punggung tangan kirinya. Pun dengan kepalanya yang sampai terlilit kain perban, seolah-olah jika ia mengalami luka parah di bagian itu. Hal tersebut pula yang membuat Lily tidak menghiraukan cerita panjang lebar Melati yang langsung berisik. “Aku sudah berulang kali mengingatkanmu agar tidak pergi ke pantai, tapi kamu malah nekat ....” Lily yang mengamati suasana keberadaannya sambil terus menerka mengapa ia bisa ada di sana, menjadi semakin tidak mengerti, lantaran ternyata ia berada di ruang rawat sebuah rumah sakit berfasilitas elite. Bahkan ada tabung oksigen dan mesin EKG yang terhubung sekaligus membantu kehidupan Lily! Benar-benar sulit dipercaya! “Hampir setiap hari suamimu ke sini. Biasanya dia akan datang malam-malam, setelah pulang kerja, sementara paginya dia akan bergantian denganku karena dia harus kembali bekerja,” cerita Melati kemudian. “Sebentar ...?” batin Lily yang langsung terkejut mendengar cerita Melati. Ia refleks menelan ludah seiring rasa tegang yang tiba-tiba saja menguasai kehidupannya. Bahkan karenanya, d**a Lily sampai menjadi berdebar-debar. Apa yang baru saja Melati katakan? Suami? Suamimu ...? Maksud Melati, ... Lily sudah bersuami? “Suami ...?” ucap Lily akhirnya dan benar-benar masih belum bisa mengerti perihal apa yang Melati maksud. Ekspresi terkejut bercampur miris yang terpancar di wajah Lily, membuat Melati membeo. Bingung. Melati menatap tak percaya wanita tersebut, mengamati wajah Lily dengan saksama. “Mel?” Lily menuntut kejelasan pada Melati dengan ekspresi tidak yakin, terlebih lawan bicaranya itu justru diam kebingungan. “Kamu enggak sedang bercanda dengan pura-pura lupa kalau kamu sudah punya suami, kan, Ly?” balas Melati masih kebingungan. Balasan Melati membuat jantung Lily seolah melesak. Ia bahkan refleks tersenyum getir tanpa bisa menyembunyikan ketidakpercayaannya. “Kok jadi begini, sih? Justru seharusnya aku yang bertanya ke kamu ... apa maksudmu dengan kata suamimu dan itu kepadaku?” sanggahnya cepat. Kali ini giliran Melati yang terkesiap. Wanita itu terdiam cukup lama sembari mengamati wajah Lily lebih teliti. Sulit dipercaya jika ekspresi serius yang menyertai Lily, hanya bagian dari sandiwara wanita itu dalam mengelabuhinya. Namun yang Melati tahu, Lily tidak pandai berbohong. Lihatlah, ... belum genap satu menit wanita itu bertanya mengenai maksud suamimu kepadanya, wajah Lily mulai bersemu. Tak hanya itu, selain menyelipkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah ke belakang telinga, Lily juga mulai terlihat kemayu. Tidak biasanya Lily bersikap seperti itu, kecuali kalau sedang sangat bahagia. Dan Melati yakin, kebahagiaan Lily tercipta lantaran Lily berhasil mengelabuhinya. Dengan wajah cemberut karena sebal, Melati berkata, “bentar, ... aku panggil suster dulu.” Ia menekan nurse call yang ada di sebelahnya. Dan melalui tombol tersebut, ia tidak harus susah payah keluar hanya untuk mencari perawat, yang bisa menyita waktunya. Melihat keadaan Lily yang sekarang, Melati menjadi cukup bingung. Lily baru saja siuman dari koma, tetapi Lily seolah melupakan beberapa hal bahkan hal penting menyangkut kehidupan Lily? “Apakah, Lily sungguh lupa ingatan, semacam amnesia? Atau, ... wanita itu hanya sedang bersandiwara?” pikir Melati bertanya-tanya bahkan curiga. Senyum Lily semakin lebar. Selain itu, ia juga mulai antusias tak beda dengan bocah yang sedang menanti hadiah. “Mel?” sergahnya tidak sabar. Melati yang tengah menoleh ke belakang selaku pintu ruang keberadaan mereka, refleks menjawab, “apa?” Gayanya terbilang malas. Ia menatap Lily dan menunggu balasan dari wanita itu. “Jangan marah begitu kenapa?” eluh Lily sambil cemberut dan terlihat manja. “Biar bagaimanapun, ... kita jarang bisa bertemu. Enggak seharusnya kebersamaan kita terasa kaku seperti ini, kan?” Melati bersedekap. “Enggak marah bagaimana? Setelah kalian berhasil bikin aku panik dengan pergi ke pantai Pangandaran, dan akhirnya jadi korban gempa, kemudian kamu koma selama dua bulan, kamu justru tiba-tiba enggak ingat kalau kamu sudah bersuami?” semprotnya. “Hah ...?!” Lily terdiam kebingungan sambil berusaha mencerna maksud ucapan Melati. “Hal semacam itu kamu jadikan lelucon?” Melati menatap Lily dengan pandangan terheran-heran. “Sekarang, lelucon apa lagi yang akan kamu kasih ke aku?” ia masih mengomel dan menunggu reaksi sekaligus Lily. Lily langsung berusaha memahami balasan Melati. Kenyataan yang lagi-lagi sulit ia pahami, lantaran apa yang Melati katakan, tidak ia temukan di dalam ingatannya. Tak lama kemudian, tangan kiri Lily refleks menahan pelipis lantaran kepalanya mendadak terasa pusing. Karenanya, Lily mencoba menghentikan Melati dengan menyodorkan telapak tangan kanannya ke hadapan wanita itu. “Bentar, Mel. Ceritanya pelan-pelan ... kepalaku pusing ... kamu, ... bikin aku bingung ....” Dalam bersuara pun, Lily menjadi mengerang dan terdengar lirih tak berdaya. Melati bisa memastikan, Lily sedang menahan sakit yang luar biasa. Semakin Lily mencoba merenungi dan menemukan kebenaran, ia justru tidak bisa mengerti maksud Melati. Tidak ada alasan terlebih kebenaran yang bisa ia temukan dalam ingatannya, mengenai maksud perkataan wanita itu. Hal tersebut pula yang membuat Lily berpikir, Melati memang sedang mengelabuhinya. Lily yakin, apa yang terjadi kini, seperti anggapan yang beberapa saat lalu Lily katakan kepada Melati, kalau wanita itu sedang berusaha melucu, dikarenakan mereka sangat jarang bertemu bahkan untuk sekadar berkomunikasi. “Kamu enggak sedang bercanda, kan, Mel? Aku ke pantai Pangandaran, ... terus jadi korban gempa? Begitu ...? Kok drama banget ...?” ucap Lily dengan d**a yang tiba-tiba saja terasa begitu sesak. “...?” Melati benar-benar bungkam dan kebingungan, menatap Lily dengan banyak tanya. Ia terus mencari kebohongan dari lawan bicaranya. Karena bisa jadi, setelah sangat jarang berkomunikasi, Lily justru sengaja berusaha melucu sekaligus mengelabuhinya. “Enggak sekalian jadi korban tsunami, biar Pangandaran punya tambahan catatan tsunami? Atau kalau enggak, aku amnesia dan hanya ingat kejadian tahun 2006, di tanggal 17 Juli, tepat Pangandaran mengalami tsunami?” Setelah mengatakan itu, Lily tertawa geli bahkan sampai terpingkal-pingkal lantaran baginya, jika itu kenyataan yang sebenarnya Melati rencanakan, lawan bicaranya itu langsung gagal total dalam mengelabuhinya. Bagi Lily, apa yang Melati ceritakan sangat lucu. Baru juga ia membuka mata dan langsung dibingungkan dengan keadaannya yang sedang dirawat intensif, Melati justru menceritakan banyak hal yang baginya sangat tidak masuk akal. Dari Lily yang dikata baru siuman, dari koma dua bulan setelah menjadi korban gempa Pangandaran, juga Lily yang dikataka Melati sampai sudah bersuami. Melati mendengkus. “Ketawa saja terus!” omelnya merasa sebal. Sialnya, Lily terus saja tertawa dan membuat Melati merasa semakin sebal. “Ya sudah, ... sekarang tahun 2006 bertepatan Pangandaran terkena tsunami, atau tahun 2017?” Lily kembali meminta kejelasan sambil meredam tawanya. Ia menatap Melati dengan jauh lebih santai. “Ini pasti efek koma dua bulan, otakmu jadi geser atau malah nungging! Ah, ... jangan-jangan, kamu justru amnesia, kayak di sinetron-sinetron?” balas Melati menebak-nebak sambil menatap curiga Lily. “Amnesia?” ucap Lily yang menjadi kembali tertawa. Sambil memegangi perutnya, ia berkata, “kamu beneran berbakat jadi pemain sinetron, Mel. Aktingmu keren!” Lagi-lagi Melati mendengkus, meski kali ini, ia memilih abai. Akan tetapi, ia kerap melirik Lily, memastikan perubahan ekspresi wanita tersebut. “Kalau Lily beneran amnesia, sepertinya aku akan lebih mudah menjalankan misiku. Aku akan membuat Lily merasakan apa yang telah dia lakukan kepadaku! Kupastikan, Lily akan menangis darah dan mati-matian memohon, meminta maaf kepadaku!” batinnya. Ketika Melati menoleh ke belakang, ia mendapati seorang pria bertubuh tinggi tengah melangkah ke arahnya. Pria tersebut terlihat sangat tenang. Bahkan saking tenangnya, langkah pria tersebut sampai tidak menimbulkan suara. Selain itu, Melati juga tidak tahu, ketika pria itu membuka pintu, karena memang tidak menimbulkan suara. Atau mungkin, ... suara-suara yang seharusnya ia dengar dari pria tersebut, teredam oleh tawa Lily yang masih sibuk meledek Melati? “Nah, ... karena suamimu sudah datang, berarti aku sudah bisa pulang!” ucap Melati bersemangat. Ucapan Melati sukses menghentikan tawa Lily. Meski masih belum bisa percaya, tetapi Lily ingin mengetahui, seperti apa suaminya dan sempat menyita pemikirannya, gara-gara disebut Melati? Deg .... Jantung Lily seolah berhenti bekerja tatkala pandangannya justru mendapati Desendra Mahardika, ada dan melangkah ke arahnya. Pria itu menatapnya lekat-lekat, dan terlihat begitu serius. Namun, ... masa iya, pria yang Melati maksud sebagai suami Lily, justru Des ....? Tatapan Des benar-benar lurus kepada Lily tanpa teralih sedikit pun. Melati melihat wajah Lily sekilas. Saudaranya itu terdiam dan kehilangan ekspresi. Lily terlihat sangat terkejut dan seperti tidak bisa menerima kenyataan. Lily bahkan menjadi terlihat gelisah. Kendati demikian, baginya Lily hanya sedang berpura-pura. “Oh iya, Ly ... akibat kecelakaan yang menimpa kalian, Des mengalami amnesia sementara. Jadi, jangan salahkan dia, kalau dia lupa beberapa hal tentang hubungan kalian,” bisik Melati. Ia menatap Lily dan sengaja menunggu tanggapan sekaligus reaksi dari wanita tersebut. Lily mengernyit. “Amnesia sementara?” desisnya tidak percaya. Menyadari Melati akan meninggalkannya, sedangkan jarak Des semakin dekat, Lily segera menahan sebelah pergelangan tangan wanita cantik itu. “Apa?” desis Melati sambil mendelik. Ia menatap Lily dengan pandangan terheran-heran sekaligus geregetan. “Sudah, jangan bercanda terus! Nyebelin ih!” omelnya lirih. “Yang benar saja. Jangan pergi dulu. Kenapa harus Des? Aku benci Des dan tidak mungkin aku—” rengek Lily sambil mengguncang-guncang pergelangan tangan Melati yang ia tahan. Melati makin mendelik dan segera memotong ucapan Lily. “Sudah jangan bercanda lagi! Mana mungkin kamu membenci suamimu, terlebih waktu kecelakaan kemarin saja, ... kalian sedang berbulan madu!” Mendengar teguran Melati, dunia Lily seolah runtuh pada saat itu juga. Tidak ada tanda-tanda kebohongan dari Melati, atau setidaknya kalau wanita itu sedang bercanda. Melati sangat serius bahkan marah kepadanya. Kendati demikian, Lily tetap tidak bisa menerima kenyataan jika Des suaminya! Bukankah Des pernah berusaha memisahkan Lily dari Abimana, tetapi Lily lebih memilih Abimana? Namun, kenapa sekarang Lily justru sudah menjadi istri Des? Lily kebingungan. Kenapa semua kenyataan yang tengah ia hadapi, tidak ada di dalam ingatannya? Apakah ia terbangun di waktu yang salah? Atau, ... ia justru sedang bermimpi? Jika memang Lily sedang bermimpi, wanita bermata sipit itu ingin segera bangun. Akan tetapi, semuanya terlihat sangat nyata. Dan Des semakin dekat saja. Pria yang mengenakan kemeja lengan panjang warna putih dan menatapnya dengan tatapan dingin itu suaminya? Bukankah seharusnya Lily menikah dengan Abimana—tunangannya? Hari dan persiapan pernikahan mereka sudah ditentukan. Kenapa semuanya berubah tanpa sepengetahuan Lily? “Jangan-jangan, Des memanipulasi keadaan agar aku mau menikah dengannya? Dia pasti sudah mengatur semuanya termasuk memaksa Melati untuk membantunya!” pikir Lily sangat yakin. Karena baginya, keyakinan tersebut merupakan satu-satunya kemungkinan yang terjadi. Namun, ... kenapa Des jadi sangat jahat? *** Catatan Peristiwa: Pada tanggal 17 Juli 2006 pukul 15:19 WIB, Pangandaran Jawa Barat diterjang tsunami. Bencana alam tersebut merenggut 668 korban jiwa, 65 korban dinyatakan hilang (diasumsikan meninggal dunia), sementara 9.299 lainnya luka-luka (WHO, 2007). Sementara itu, gempa bumi bermagnitudo 5,0 juga menimpa Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, pada hari Selasa 1 Januari 2019 pukul 19.25 WIB. Koordinat gempa terletak pada 10.62 LS dan 108.46 BT. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

AHSAN (Terpaksa Menikah)

read
306.0K
bc

RAHIM KONTRAK

read
421.4K
bc

Tuanku Suamiku

read
466.2K
bc

Pernikahan Sementara

read
334.4K
bc

Dua Cincin CEO

read
232.4K
bc

Pengantin Pengganti

read
84.9K
bc

My Tomorrow

read
168.9K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook