[Flashback yang diceritakan akan dari sudut pandang Max, jadi yang pernah baca 'Turun Ranjang' bakal beda versi.]
Max melangkah gontai, lalu melemparkan tubuhnya keatas kasur. Suasana temaram kamarnya tidak mengganggunya, karena Max merasa kegelapan lebih menenangkan.
Max melenguh pelan, terlihat lelah, namun saat ingatan beberapa jam tadi berputar membuat Max secara reflek mengusap bibirnya sendiri.
"Manis." Gumamnya dengan senyuman kecil.
Max mengambil posisi duduk, beranjak ke rak bukunya. Lelaki jangkung itu mengambil album foto, lalu membukanya selembar demi lembar halaman.
Terlihat foto masa kanak-kanak nya dengan Kiranti.
Ia dan Kiranti sudah saling mengenal sejak kecil, karena keluarganya berhubungan baik dengan keluarga Kiranti. Dan ada satu hal yang sedikit menggelikan, kalau .... usia Kiranti lebih tua dari dirinya.
Max memejamkan matanya, entah kenapa kenangan masa lalu berputar begitu saja di ingatannya.
Flashback on
8 tahun lalu.
Hari itu berjalan seperti biasa, Max yang sedang belajar diganggu dengan kehadiran Kiranti yang katanya mau ikut belajar bareng. Max tidak keberatan, sungguh, tapi kenapa setiap ia ajari Kiranti malah selalu menatap wajahnya coba?
Emang dikira wajahnya mengandung rumus!
Namun tiba-tiba Ibunya datang dan memintanya membeli bahan dapur, Max dengan patuh mematuhinya. Senyuman geli diam-diam tercipta saat melihat Kiranti remaja sedang mengerucutkan bibirnya ngambek karena ditinggal. Entah kenapa Kiranti selalu terlihat menggemaskan di mata Max.
Max berjalan tenang menyusuri jalanan, semuanya tampak normal sampai ia sadar kalau sedang dibuntuti. Max terlihat panik, tapi sebisa mungkin ia bersikap normal tanpa menimbulkan kecurigaan. Namun naas, Max tetap tertangkap dan dibawa ke gang sempit.
Begitu melihat siapa yang mengeroyoknya Max sangat kaget, meskipun ansos di kelas tapi Max tetap kenal kalau mereka adalah teman satu kelasnya.
"Gue lihat kemarin Nia tembak lo?"
Nia? Max mikir dulu, Max ingat kemarin ada dua gadis yang menembaknya. Max lupa namanya, tapi mungkin salah satunya ada yang bernama Nia. Max akhirnya mengangguk saja.
"Emang." Max mencoba biasa saja.
"Udah ngerasa kecakepan lo karena ditembak cewek yang gue incer?" Seorang lelaki yang bertubuh tinggi besar dengan kaos hitam dan topi hitam mendorong-dorong bahu Max kasar, dibelakangnya dua pria yang badannya tak kalah kekar ikut menghadang.
"Dia emang nembak gue, tapi gue tolak." Max berkata Jujur.
"Wah si b*****t!" Pemuda bertopi tadi terkekeh dengan suara rendah. "Sok kecakepan lo?"
"Gue emang cakep." Max mengangguk. Toh emang bener kalau dirinya cakep, kalau nggak cakep pasti dirinya gak ditembak cewek-cewek, kan(?)
"Wah-woaaaah!!" Ketiga pemuda di depannya bertepuk tangan serentak. Max jadi kebingungan. "Oke kita lihat, sampai kapan lo bisa se-sombong itu sama wajah banci lo!" Lalu sebuah tinjuan melayang ke pipinya.
Max tersungkur, jelas kaget. Ini pertama kalinya ada yang memukulnya yang bener-bener mukul kayak di film action.
"Habisin tuh anak, ancurin wajahnya aja biar kita lihat. Apa dia masih bisa sombong." Ujar pria bertopi tadi kepada dua temannya sebelum kedua pria itu menyerang Max bersamaan.
Gila! Masa dirinya dipukuli beneran?! Max masih tidak percaya kalau adegan action yang ia kira cuma ada di film tengah ia alami sungguhan. Aduh gimana nih, gawatnya Max cuma inget rumus matematika saja, apa bisa untuk melawan mereka disaat begini???!
Max benar-benar dipukuli habis-habisan. Max akhirnya pasrah saja, yaudahlah wajahnya dirusak, malah bagus gak ada cewek yang bakal mengganggunya lagi. Max sedang mencoba positif thinking.
BRAK!
Max yang sudah babak belur mendongak kaget, lebih kaget lagi saat melihat Kiranti yang sedang menghajar orang yang memukulnya tadi. Max memang tau kalau Kiranti pemenang kejuaraan taekwondo nasional tingkat SMA bahkan sudah memegang sabuk hitam, tapi tidak pernah Max duga kalau kemampuan Kiranti bisa sehebat ini.
"K-kak?" Max berusaha membenarkan kacamatanya yang merosot.
Kiranti menarik lengan Max kasar, dan membawanya berlari kencang. Max masih kehilangan kata-kata.
"b******k! Cepat kejar mereka!" Pria bertopi itu terlihat sangat murka, mereka bertiga berlari mengejar Max dan Kiranti yang pergi kearah jalan raya besar.
Sepanjang jalan Max masih tak percaya, gadis cerewet dan tengil ini melindunginya? Tiba-tiba gadis ini terlihat .... sangat keren di mata nya.
"Ka-k aku hosh-hosh cap-ek." Max terengah-engah, mungkin karena habis dipukuli juga makanya tenaganya habis.
Kiranti terlihat menghentikan larinya, menoleh ke belakang dan bisa melihat beberapa meter di belakangnya tiga orang tadi sudah terlihat. Dan disekitar sini juga sepi.
Sial!
"Kita sembunyi kesana dulu ayo!" Kiranti menarik lengan Max menuju gubuk kayu yang ada di seberang jalan.
Max menatap gubuk di seberang jalan, lalu mengangguk dan dengan kilat Kiranti menarik lengannya.
TINNNN!!!!
Max tertegun menatap truk yang melintas bak kilat di hadapannya, apa ini akhir hidupnya? Tapi Max kan masih muda? Gimana nasib orang tua nya?
Tapi hal luar biasa yang tidak pernah sekalipun Max duga terjadi, Kiranti memeluknya dan memilih menghantamkan tubuhnya untuk melindunginya. Max setengah sadar saat mendengar rintihan pilu Kiranti yang terluka sangat parah itu.
KRAK!
Tulang kaki Kiranti terdengar retak.
"AAAGGGH!!"
Max menatap wajah kesakitan Kiranti, kenapa gadis ini mau mengorbankan nyawanya demi dirinya?
flashback off
Tes.
Setetes air mata jatuh ke lembar foto yang tengah Max buka, setelah kejadian memilukan itu Kiranti memilih pergi ke luar negeri. Max waktu itu benar-benar merasa kesakitan, namun setelah bertahun-tahun tidak bertemu Kiranti Max kira ia sudah terbiasa, tapi nyatanya saat melihat Kiranti terpeleset di rumahnya tempo hari. Max sungguh tidak bisa menahan sesuatu yang ingin meledak di dadanya.
"Kamu tau Ran, dulu cita-citaku menjadi astronot. Tapi setelah kejadian itu aku sadar kalau aku gak berguna tanpa kekuatan, aku ingin lindungi orang yang aku sayangi, aku ingin lindungi kamu. Maka aku memilih pekerjaan ini, pekerjaan yang membuatku bisa melindungi negara dan kamu." Max mencurahkan isi hatinya, berat memang melepaskan cita-cita yang sudah kita emban sejak kecil, apalagi basic keluarganya bukan di bidang militer seperti ini. Bahkan dulu demi masuk Tentara Max sampai jatuh sakit berhari-hari karena ia terlalu memforsir tenaganya.
Max menghela napas pelan, tapi setelah dijalani tidak terlalu buruk. Ia merasa lebih tenang setiap bersama Kiranti karena ia sekarang memiliki sesuatu yang bisa diandalkan.
Max mengembalikan album foto masa kecilnya dengan Kiranti tersebut kembali ke rak, lalu melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Tiba-tiba Max ingin kembali menemui Kiranti.
***
"Dek sini, Papah mau ngomong."
Kiranti yang masuk rumah setelah mengantar Gea dan Alif karena ingin pamitan menatap Papah nya yang sedang memanggilnya, dengan pelan gadis itu duduk disebelah Papah nya.
"Iya, kenapa Pah?"
"Kamu suka Max?"
"Suka."
Adimas terlihat menutup wajahnya sedikit malu. "Kamu gak bisa jaim dikit Dek?" Tanyanya benar-benar tak percaya.
"Kan sama Papah doang, ngapain jaim coba?"
Adimas akhirnya mengangguk mengalah.
"Apa kamu serius dengan jawaban kamu tadi? Papah gak mau kamu menjawabnya hanya karena pemikiran jangka pendek."
Kiranti menghela napas panjang, memang sih tadi ia memberi jawaban pada keluarga Max kalau ia akan memutuskannya setelah melihat perjuangan Max. Jawaban Kiranti seperti lampu hijau secara tersirat.
"Kok diem sayang?"
"Aku takut nyesel Pah."
Adimas terdiam, mengangguk memberi tanda Kiranti untuk melanjutkan ucapannya.
"Aku kira setelah lari bertahun-tahun ke luar negeri aku bisa lupain Max, tapi nyatanya aku malah makin sayang sama Max. Aku ingin selalu disamping Max, Pah."
"Kamu yakin dengan putusan kamu?"
"Maksud Papah?"
"Papah bukannya mau goyahkan keputusan kamu, tapi Papah harus ngomong ini." Kiranti mendengarkan serius. "Pernikahan itu bukan hanya perasaan berat sebelah, tapi harus seimbang. Kalau berlebihan akan rusak, begitupun kurang juga akan rusak. Membangun pernikahan bagaikan menyusun puzzel, bukan berarti setelah satu masalah selesai masalah lain juga selesai, tidak. Saat kamu menyusun puzzel dan kamu menemukan potongan puzzel yang benar pasti kamu senang bukan? Tapi kamu juga harus ingat kalau kamu masih harus terus mencari potongan lain yang benar. Artinya membangun pernikahan itu butuh kesabaran." Adimas kali ini benar-benar mengeluarkan wejangannya.
"Dan Papah berharap tidak akan pernah ada kata cerai dalam hubungan sakral tersebut."
Kiranti akhirnya paham kenapa Papah nya begitu khawatir terhadapnya. Perlahan gadis itu mengulurkan tangan, melingkarkannya ke pinggang Adimas.
"You are the best father."
***
"Dek, Max nungguin kamu dibawah."
Ucapan santai Muliya tersebut berefek luar biasa untuk Kiranti. Gadis yang lagi sibuk nonton Drakor DOTS itu seketika memekik tertahan.
"Hah? Ngapain Max kesini?"
"Ya mana Mamah tau, sana kamu temuin. Kasian dibawah dipelototi mulu sama Papah kamu."
Kiranti segera menyibak selimutnya, untung dia sudah mandi, jadi tinggal ganti baju dan dandan. Ritual dandan yang biasanya membutuhkan waktu 30 menit itu berubah jadi 15 menit saja.
Kiranti mengenakan kaos hitam yang di tutup cardigan krem, dan dipadukan rok berwarna senada. Simpel tapi terlihat elegan dan cantik sekaligus.
Kiranti sangat puas dengan penampilannya, tanpa berlama-lama lagi ia langsung berlari turun ke lantai bawah. Dan alis Kiranti seketika terangkat tinggi saat melihat Max yang memakai setelan Tentara lengkap.
Kiranti mengulum senyumnya, tiba-tiba teringat Drakor yang tadi ditontonnya. Max sudah seperti kapten Yoo Si-Jin di dunia nyata. Max yang merasa diperhatikan jadi menoleh, seketika senyum samarnya terbit ketika melihat Kiranti.
Gadis itu cantik, sangat cantik.
"Kamu mau ajakin Kiranti kemana?" Selidik Adimas protektif.
Max terlihat tenang. "Saya mau kenalin Kiranti ke teman-teman saya Om."
Kiranti melotot, wah-wah kenapa gak ngomong?! Ini dirinya salah kostum gak sih? Harusnya Max ngomong dari kemarin dong biar Kiranti bisa dandan maksimal.
"Oh, yaudah hati-hati." Pesan Adimas.
Max mengangguk sopan. "Pasti Om, saya permisi dulu. Assalamualaikum." Lalu Max menarik tangan Kiranti yang masih saja bengong.
***
"Katanya mau bawa aku ke temen-temen kamu?"
"Emang."
"Trus kok malah kesini?" Bingung Kiranti karena Max ternyata cuma mengajaknya ke sebuah cafe tua yang letaknya tak terlalu terkenal.
Max mengangguk paham dengan pemikiran Kiranti. "Aku janjian sama temen-temen disini."
"Kenapa kita gak ke tempat kerja kamu langsung?"
"Gak bisa dong Ran."
Kiranti mengernyit bingung.
"Tempat kerja aku di tengah hutan, disana lelaki semua, yang ada dandanan kamu bakal luntur kalau aku bawa jalan-jalan ke hutan."
Kok Max seperti menyindir secara tersirat? Belum sempat Kiranti melawan suara mengagetkan yang terdengar membuat Kiranti hampir mengumpat.
"YOO!"
Kiranti menoleh kaget, mendapati seorang lelaki yang tadi dengan kurang ajar nya menggebrak meja mereka sedang memeluk Max bersahabat, dibelakangnya terlihat dua lelaki lain yang hanya menggeleng kecil melihatnya. Mereka bertiga juga mengenakan pakaian Tentara lengkap membuat Kiranti heran, ini mereka ngapain pakai lengkap begini?
"Eh?!"
Kiranti yang merasa tengah menjadi pusat perhatian 3 orang lelaki tadi jadi tersenyum singkat.
"Hay." Sapa Kiranti canggung.
"Wuihhh."
"Ck-ck-ck, jelas ajaaaa."
"Oh, ngerti aku."
Kiranti mengernyit bingung dengan respon mereka. Mereka bertiga akhirnya duduk melingkar di meja yang sama, entah hanya perasaan Kiranti saja atau memang dirinya masih dilihatin sama mereka.
"Jangan ditatap terus." Ujar Max membuat ketiga temannya makin kencang men ceng-cengin.
"Kenalin calon istriku."
Kiranti hampir tersedak.
"WAOW!" Ujar ketiganya berjamaah.
Max mendengus, apalagi saat melihat tatapan jahil penuh arti dari teman-temannya ini.
"Oh ya kenalin aku Kiranti."
"Kok kayak nama jamu datang bulan?"
"Heh! Sopankah begitu?" Omel temannya malah di sahut kekehan ringan Kiranti, ia kira karena basic militer mereka akan kaku dan serius, ternyata pemikirannya salah total. "Maafin ya Mbak, ini namanya Paijo orangnya suka ngelawak."
"Weh kurang ajar! Nama aku Panji kok jadi Paijo?!" Panji merasa namanya dizholimi.
Faisal cuma terkekeh geli. "Kenalin aku Faisal." Kiranti mengangguk sopan.
Lalu tinggal satu orang, Kiranti mendongak menatap lelaki yang sepertinya pendiam sama seperti Max. Tapi dari wajahnya Kiranti sepertinya tak asing. Merasa diperhatikan lelaki itu langsung menyebut namanya.
"Daniel."
"Mas punya Adik yang sekolah di luar negeri?"
Semua orang cukup kaget mendengar pertanyaan Kiranti barusan, tak terkecuali Max dan Daniel.
"Iya, kamu tau?"
"Risa kan?"
Daniel makin kaget, "Mbak kenal?"
"Musuh aku di kampus."
Semua orang mendelik.
"Boong kok, hehe. Risa Adik tingkat aku."
"Ya Allah Mbak aku kirain beneran." Wajah kaget Daniel terlihat sangat lucu menurut Kiranti.
"Ran, aku minta kentang goreng nya." Ujar Max tiba-tiba.
Kiranti menoleh, astaga ia malah keasikan ngobrol sendiri, dengan sigap ia hendak memberikan piring berisi kentang goreng kearah Max tapi lelaki itu malah membuka mulutnya.
"Suapin."
Panji, Faisal, dan Daniel benar-benar terperangah tak percaya dengan kelakuan Kapten mereka itu.
Kiranti benar-benar heran dengan kelakuan absurd Max, tapi tetap menuruti. Max mengunyah suapan Kiranti dengan wajah datar, gak ada senyum-senyum nya gitu?
"Oh iya, terus kabar Ajeng gimana?"
Pletak!
Faisal menjitak kepala Panji, tingkat kegoblokan temannya ini benar-benar harus dihentikan. "Diem." Desisnya memperingati.
Keadaan benar-benar berubah kaku, terlihat dari ekspresi Kiranti yang jadi tidak terlalu ramah lagi, tapi sebisa mungkin gadis itu masih menampilkan senyumannya.
"Kemarin aku udah ketemu Ajeng kok."
"Oh iya?!" Semuanya kaget.
Kiranti mengangguk santai. "Iya, di rumah Max. Pas lagi mau dijodohin sama Max."
Keadaan makin awkward. Menyebalkan nya Max malah terlihat biasa saja, masih bisa sambil makan juga loh astaga!
"K-kami pamit dulu deh, kita ijinnya gak bisa lama-lama nanti dicari sama atasan." Ujar ketiganya berbohong, orang mereka cuma takut sama Max. Meskipun Max yang terlihat paling tenang tapi melihat bagaimana garpu yang dipegangnya jadi sedikit bengkok membuat ketiganya memilih kabur saja ketimbang jadi rempeyek.
Kiranti yang melihat Max masih sibuk makan mendengus, lalu menyeruput minumannya dengan rakus. Bodo amat apa itu yang namanya jaim!
"Kenal Daniel darimana?"
"Kan udah aku kasih tau, Adeknya temenku."
"tapi kok kamu bisa tau kalau Kakaknya Daniel? Emang Adiknya nunjukin foto Daniel?" Selidik Max mulai galak.
"Y-yaa .. aku sih yang cari sendiri."
"Kamu stalker?"
"Bukan ih!" Kiranti mengembungkan pipinya sebal. "Jadi tuh si Risa kan selebram, ya muncul gitu postingan dia. Karena aku waktu itu gabut dan kuker aku lihat-lihat aja postingannya. Trus nemu deh poto Daniel."
"Oh." Max hanya membulatkan bibirnya.
Kiranti mendengus, dasar! Kalau gak niat denger ngapain tanya-tanya coba hah. Kiranti dibuat makin gedek sekarang.
Setelah percakapan kurang mengenakkan mereka tadi keduanya sekarang sedang berjalan keliling alun-alun kota. Karena mulai gelap gemerlap lampu terlihat indah menemani kencan keduanya. Kiranti yang beberapa kali menemukan gadis-gadis sibuk melirik Max jadi panas sendiri, ya jelas sih Max mencuri perhatian, udah tinggi, gagah, pake baju Tentara.
Siapa coba yang nggak mleyot?
"Max."
Max menunduk menatap Kiranti. "Kenapa?"
"Kaki aku sakit."
Max menunduk melihat kaki Kiranti yang memar, jelas sih pakai high heels pasti sakit.
Tanpa banyak kata Max berjongkok di depan Kiranti, gadis itu mengulum bibirnya, menaiki punggung Max kesenengan. Sekalian ah Kiranti mau pamer hak kepemilikan Max.
"Dingin nggak?"
"Nggak, malah sejuk anginnya."
"Ran."
"Hmmm??" Gumam Kiranti sambil menyandarkan kepalanya ke pundak Max.
"Kenapa kamu suka aku?"
"Apa?"
Max yang masih menggendong Kiranti sambil berjalan kembali mengulangi ucapannya. "Kenapa kamu suka sama aku? Bahkan dulu aku cuma lelaki pecundang yang gak bisa ngelindungi diri sendiri?"
Kiranti tanpa diduga jadi tersenyum hangat, mengingat lagi alasan ia menyukai Max dahulu. Kiranti mulai merasa tertarik dengan Max sejak usia 6 tahun, tapi baru mengerti kata cinta ketika ia beranjak SMP.
Dan alasannya ..... karena melihat Max kecil pernah membantu seorang nenek yang sedang memungut dagangannya yang terjatuh.
Sungguh, kalau sudah cinta datangnya memang bisa dari mana saja.
"Ran, kok diem?"
"Gak papa."
"Aku tadi tanya belum kamu jawab." Suara Max terdengar mendengus kesal.
Kiranti tersenyum saja. "Kepo kamu, aku pokoknya suka aja gitu. Emang gak boleh?"
"Tapi kan harus ada alasannya."
"Justru cinta itu tidak butuh alasan."
Beuuuh ... mantap betul kalimat Kiranti, buktinya lelaki ini saja sampai terdiam. Tapi melihat telinga memerah Max benar-benar membahagiakan untuk Kiranti.
Max menurunkan Kiranti begitu sampai mobil, Max masih diam, Kiranti jadi menoleh bingung karena Max tak kunjung menyalakan mesin mobilnya.
"Max?"
"Aku mau kasih sesuatu." Ujar Max kaku, lalu merogoh sakunya membuat Kiranti makin bertanya-tanya.
Pyong~
Max memberikan tanda hati lewat jarinya dengan ekspresi masih datar. "Aku kasih hati aku." Ujar Max meniru Panji yang mengajari nya dulu.
Tak butuh waktu lama.
Sampai tawa Kiranti meledak pecah.