Kiranti masih berusaha meredam tawanya, sungguh kejadian tadi seperti kejadian langka yang hanya terjadi sekali seumur hidup.
"Jangan ketawa!" Ketus Max yang melihat tawa puas Kiranti, ia benar-benar dibuat kesal dan malu.
"Ya habisnya kamu sih, bisa-bisanya ngasih love dengan ekspresi kayak kanebo kering begitu. Siapa yang nggak ngakak coba?" Kiranti mengusap ujung matanya yang sedikit berair. Lalu tawanya kembali meledak.
Max merengut, tapi tidak membalas. Kiranti tanpa diduga melingkarkan tangannya bergelayutan di lengan kekar Kapten tampan itu.
"Kamu ngapain?"
"Manja-manja sama kamu."
"Jangan."
Kiranti mendongak lesu. "Kamu gak suka?"
Max menggeleng. "Nggak, aku cuma takut kamu bisa denger suara deg-degan jantung aku."
Makin terpingkal-pingkal Kiranti dibuatnya. Heran, kenapa Max bisa mengucapkan kalimat-kalimat nyeleneh dengan wajah datar begitu. Ini Max emang lemot atau polos sih?
"Max aku laper."
"Mau makan apa, hm?" Max menjalankan mobilnya.
Kiranti mengerjap pelan. "Eum, pengen nasgor."
Max mengangguk, lalu sudah menjalankan mobilnya entah kearah mana. Kiranti kurang mengenal daerah ini juga karena ia baru pindah dari luar negeri.
Loh kok?? Kiranti langsung memicingkan mata curiga kearah Max.
"Aku gak mungkin aneh-aneh Ran, lihatnya biasa aja." Ujar Max sambil melepas seatbelt nya dan seatbelt Kiranti.
"Tapi kita kan mau makan, kok malah ke apartemen?!" Tunjuk Kiranti makin curiga.
Max menggapai jemari Kiranti dan menggandengnya masuk ke dalam. Sepanjang jalan lelaki itu cuma diam saja membuat rasa kecurigaan Kiranti makin naik drastis.
Tit.
Pintu terbuka, Kiranti yang hendak dibawa masuk oleh Max seketika menghentikan paksa langkahnya. "Jelasin dulu!"
Max malah terkekeh geli. "Katanya mau nasgor."
"Iya, makanya jelasin kenapa aku malah dibawa kesini!" Kiranti menghentakkan kakinya.
Max menggeleng makin geli. "Aku yang bakal masakin kamu nasgornya."
"Emang bisa?"
"Ya bisalah."
"Trus-trus ini apartemen siapa?" Kiranti masih belum selesai acara interogasi nya.
"Ini apartemen ku, dulu kan aku udah pernah bilang ke kamu kalau aku punya apartemen."
Kiranti langsung mengendurkan ekspresi curiga nya tadi.
"Jadi gimana? Mau masuk nggak? Atau kamu maunya kita aneh-aneh di dalem?" Goda Max membuat Kiranti langsung memukul lengan lelaki itu gemas.
"Ih iya-iya ayo masuk!" Dengan sedikit gengsi gadis itu akhirnya mau memasuki apartemen Max.
Kiranti langsung mengedarkan pandangan begitu berada di dalam, apartemen ini tergolong mewah dan luas, tak ia duga kalau Max sudah punya aset masa depan yang menjanjikan seperti ini. Beruntung sekali yang menjadi istrinya kelak.
Eh? Kan calon istri Max dirinya? Kiranti jadi cekikikan gila sendiri.
"Kenapa cekikikan?"
Kiranti mendongak kaget. "Lagi mikirin suami-suamiku yang lagi konser di Korsel." Alibi nya.
"Jangan kebanyakan halu, gak baik buat kesehatan otak." Ujar Max benar-benar menembak telak. "Aku ke kamar dulu ganti baju soalnya gak mungkin pake ginian, kamu kalau mau mandi bisa pake kamar yang itu." Tunjuk Max pada kamar lain.
"Tapi aku gak ada baju ganti Max."
"Pake bajuku dulu gimana?"
"Kan dalemannya gak mungkin Max!" Gerutu Kiranti.
"Mau aku beliin?" Tawar Max membuat Kiranti langsung melotot lebar.
"Nggak-nggak! Nggak usah mandi deh aku, aku cuci wajah aja!" Tolak Kiranti mentah-mentah sebelum melipir cepat ke kamar tamu. Yakali dirinya dibeliin daleman oleh Max, malu lah!
Ntar Max tau dong ukuran BH nya. Kiranti mulai ngeres.
Setelah mencuci wajahnya sekalian gosok gigi Kiranti keluar kamar, ia menanggalkan cardigan nya karena gerah jadi hanya mengenakan kaos hitam polosan. Begitu keluar kamar aroma semerbak langsung tercium di indra penciuman nya, ternyata lelaki itu benar-benar masak untuknya.
Max yang mengenakan kaos lengan panjang yang digulung sampai siku dengan celana training hitam benar-benar pemandangan indah yang tidak boleh di sia-siakan. Apalagi gaya kerennya saat memasak membuat Kiranti makin mleyot tak karuan.
Gilaaaa pengen cepet halalin biar bisa diapa-apain!!! -batin Kiranti.
Max yang sedang menumis bumbu halus menolehkan wajah karena merasa sedang diperhatikan. Dan saat melihat wajah tertegun Kiranti yang sedang menatapnya membuat seulas senyum sabit terbit di bibirnya.
"Mingkem Ran, nanti laler masuk ke mulut kamu." Tegur Max.
Kiranti langsung menutup lobang mulutnya. Ah sialan! Mau berapa kali lagi sih dirinya dibuat malu karena tingkah gobloknya.
Kiranti akhirnya mendekat kearah Max, duduk di bar mini dapur itu menunggu masakan Max jadi.
"Jadi."
Kiranti langsung menegak, mencelinguk dengan tak sabaran. "Ini dimakan ya."
"Kalau enak tapi." Sahut Kiranti tersenyum mengejek.
"Pasti enak dong." Balas Max tak mau kalah. Kiranti menggedik pelan sebelum menyuapkan nasi goreng tersebut ke mulutnya.
Dan benar saja, tanpa sadar Kiranti sudah menyuapkan untuk yang kedua, ketiga, dan seterusnya sampai habis.
Antara laper dan doyan.
Max yang melihatnya luar biasa senang, bahkan memberikan jatah nya sendiri kepada Kiranti saat melihat gadis itu yang sepertinya belum kenyang. Ini adalah momen yang diimpikannya selama ini, memasak sederhana dan melihat seseorang yang spesial memakan masakan kita dengan senang hati.
Hati Max menghangat melihatnya.
"Ran kamu kayaknya belum pernah cerita soal kehidupanmu di luar negeri?"
Kiranti yang telah menghabiskan dua piring nasgor dengan maruknya itu, menatap Max yang baru saja berbicara. Sebelum menjawab Kiranti menyempatkan minum dulu biar gak sereten.
"Kamu mau tau soal apa?"
"Apa saja."
"Gak ada yang spesial selama aku di Amsterdam."
"Selama 8 tahun gak mungkin kan kamu gak punya pengalaman?"
Kiranti mengangguk, mengingat sekilas kisah hidupnya selama di Amsterdam agar bisa di ceritakan kepada Max. "Selain study S2 aku bantu-bantu jadi asisten desainer di sebuah butik. Mamah sama Papah nggak tau kayaknya soal ini."
"Serius? Keren banget."
"Eum, nggak juga." Kiranti menampiknya. "Aku bukan seorang desainer, cuma asisten, kalo nama lainnya sih jongos."
"Gak boleh gitu Ran, di luaran sana belum tentu ada yang bisa seperti kamu."
Kiranti jadi terenyuh mendengarnya. "Aku awalnya coba-coba tapi makin lama aku jadi suka." Jujur Kiranti.
Max tanpa diduga tersenyum. "Kalau begitu kamu ingin jadi seorang desainer Ran?" Tanya Max.
Kiranti seketika menurunkan bibirnya, menggeleng tegas. Max yang melihatnya dibuat bingung.
"Kenapa?"
"Simpel, aku harus nerusin perusahaan Papahku."
"Bukannya ada Kak Farel?"
Kiranti jadi menghela napas panjang. "Meskipun ahli warisnya Kak Farel nggak mungkin aku lepas tangan begitu saja, aku nggak mungkin tega biarin Kakakku jalanin perusahaan sendirian. Dan Kak Gea juga mustahil bisa bantuin, aku adalah satu-satunya harapan."
Max sekarang paham, mungkin karena keluarganya yang bukan keturunan pebisnis/pengusaha membuat Max bisa bebas memilih jalan hidupnya. Tapi posisi seperti Kiranti memang sepertinya harus dipaksa dengan keadaan.
"Kamu tertekan?"
Kiranti tanpa diduga menyunggingkan senyuman lebarnya. "Nggak lah, aku malah seneng kok!"
Bohong.
"Dengan bantuin jalanin perusahaan aku kan juga bisa nambah ilmu." Imbuh Kiranti menyengir.
Bohong.
Max jadi miris, melihat ekspresi bohong Kiranti yang sangat payah. "Mau makan es krim?"
"Kamu punya?!" Kiranti berseru.
"Nggak."
"Trus kenapa nawarin deh Max!" Lama-lama lelaki ini makin menyebalkan saja.
Max mengangkat HP, lalu menggoyangkannya. "Paham?" Tanyanya justru dibalas cengo Kiranti. "Aku order lewat GoFood. Mudah dan murah." Jelas Max seperti sedang berpromosi.
Kiranti melangkah ke ruang tamu. "Yaudah pesen gih, ngomong-ngomong kamu punya film bagus gak Max?"
"Ada." Setelah order Max beralih ke rak kaset mencari film yang bagus menurutnya.
Kiranti sudah duduk di sofa menunggu Max memainkan kaset film tersebut. Max setelahnya duduk di sebelah Kiranti setelah film mulai diputar.
"Kamu nggak pilih genre horor kan?"
"Nggak kok, setan aja masa di tonton." Lah nih orang malah julid.
Mata Kiranti seketika memicing tajam saat melihat film yang diputar Max, sumpah! Gak nyangka banget dirinya kalau Max bakalan nonton film beginian.
Film Doraemon dan Nobita versi dewasa.
Lailahailallah.
"Film nya bagus banget loh Ran, aku udah nonton 5 kali belum bosen." Ujar Max tanpa mengalihkan pandangan dari layar TV.
Sakkarebmu ae lah Max!
Kiranti yang awalnya ingin mengeluh jadi mengurungkan niatnya saat melihat wajah antusias Max, gadis ini tanpa sadar jadi terus-terusan memandangi wajah rupawan Max.
Rasanya Kiranti tak bosan-bosan menatap wajah Max.
Waktu terus berjalan tanpa sadar bahkan suara bel terdengar. "Itu pasti pesanan aku." Ujar Max tapi pandangannya masih ke layar TV.
Kiranti mendengus, "aku ambilin." Ujar gadis itu.
"Makasih Ran."
Padahal seingatnya Max dulu lebih suka film action seperti Ultraman atau Porenjes tapi kenapa saat dewasa justru pindah haluan ke boneka kucing begini?
Setelah mengambil es krim yang diantarkan kurir Kiranti berjalan ke arah dapur, namun suara deringan HP nya membuatnya sedikit tersentak.
Papah is calling...
"Waalaikumsalam, kenapa Pah?" Kiranti menaruh es krim tadi ke dalam mangkuk sambil mengapit HP nya dengan bahu dan pipi. "Oh ini aku lagi di apartemen Max."
"Nggak ngapa-ngapain kok Pah, cuma nonton film Doraemon." Kiranti jadi mendengus saat Papah nya diseberang sana justru tengah ngakak. "Hm, iya. Tapi Papah suruh supir kesini ya, nanti aku share lock, soalnya Max masih asik banget nonton film nya, aku jadi gak tega buat nyuruh anterin pulang." Suara tawa Papah nya diseberang sana makin terdengar meledak membuat Kiranti dengan jengkel mematikan sambungan telepon mereka.
Bodo lah bodo, apa salahnya kalo dirinya kalah saing sama boneka kucing itu.
"Max."
"Hm?"
"Aku disuruh pulang sama Papah."
Max akhirnya menoleh juga. "Ayo aku anterin."
"Aku dijemput supir, kamu disini aja."
"Aku anterin aja." Kekeh Max ditahan Kiranti.
"Udah malem juga, kamu istirahat disini aja Max. Gak baik nyetir malem-malem. Oke?"
Max akhirnya mengangguk patuh. Kiranti tersenyum tipis, lalu menaruh es krim tadi ke pangkuan Max.
"Buat kamu, paling enak tuh nonton film sambil ngemil."
"Tapi-"
"Makan aja, udah ya aku balik. Dah!" Setelah mengambil tasnya gadis itu sudah berlalu pergi dengan Max yang mengantar sampai pintu.
Setelah kepergian Kiranti, Max kembali ke sofa duduknya untuk melanjutkan filmnya. Kali ini sambil makan es krim, ternyata benar kata Kiranti tadi. Nonton film paling enak sambil makan es krim.
Ting Tong!
Max jadi mengernyitkan dahinya, sepertinya ada barang bawaan Kiranti yang tertinggal. Max dengan tenang membuka pintu apartemen nya, dan langsung terbelalak saat melihat tamunya.
***
"Eh bentar-bentar Pak!" Tahan Kiranti kepada supirnya yang hendak menjalankan mobil.
"Kenapa Non?"
"Cardigan saya ketinggalan." Kiranti baru ingat kalau cardigan nya masih ia taruh di kamar tamu tadi. "Bentar ya Pak, mumpung saya inget saya ambil dulu."
"Iya Non."
Kiranti selanjutnya keluar dari mobilnya dan melangkah masuk kembali ke gedung bertingkat tersebut. Ah untung saja dirinya ingat saat masih disini, kan nanggung banget kalau dirinya inget nya pas sudah di rumah.
"Max pasti masih nont-" Kiranti menghentikan langkahnya, meskipun masih cukup jauh tapi matanya tidak buta, Kiranti tanpa sadar menurunkan bahunya, perasaan kecewa dan patah hati langsung bercampur ketika melihat dua orang di ujung lorong itu sedang b******u.
Kiranti meneguk ludah, tubuhnya mulai tremor parah, Max berciuman dengan Ajeng? Segampang itu setelah ia pergi?
Kiranti dengan cepat melangkah maju ingin meminta penjelasan, tapi kakinya seperti susah digerakkan. Toh sudah jelas, lalu setelah ini apa? Mendengar penjelasan perselingkuhan konyol mereka?
Kiranti jadi terkekeh serak dengan air mata bercucuran.
"P-parah sih lo Max sama gue." Gumam Kiranti mungkin tak percaya kalau tidak melihat dengan bola matanya sendiri seperti ini. Untuk apa lagi dirinya masih disini, Kiranti membalik badan melangkah menjauh dengan patahan hati makin parah.
Baru beberapa jam lalu Max mengajaknya kencan.
Baru beberapa jam lalu Max menggendong nya.
Baru beberapa menit lalu Max memasakannya.
Dan detik berikutnya Max menghancurkan hatinya.
"H-hehe ... s-sialan." Kiranti lama-lama seperti orang gila karena tertawa cekikikan di pojok lift sambil menangis. "B-b******k, b******n, gue kira lo serius sama gue Max. Kalo lo gak suka sama gue JANGAN BERI GUE HAREPAN!!" Kiranti sudah tak perduli saat orang-orang yang ingin masuk lift jadi mundur sambil menatapnya aneh. Gadis itu merosot di pojok lift, menangis tersedu-sedu namun masih memaksakan tawa sumbang nya membuat siapapun pasti mengira kalau Kiranti mulai sakit jiwa.
"Oke Max, selamat tinggal." Lalu Kiranti berjalan sempoyongan keluar lift, dan membuang HP nya ke tong sampah.
***
"Ran kamu mau balik ke Amsterdam? Jawab Papah Ran!" Pekik Adimas.
"Ada apa sih Dek? Jawab Mamah Dek? Kamu kenapa?" Panik Muliya.
"Dek kamu diapain sama Max?" Tembak Farel langsung tepat sasaran.
Kiranti tidak membalas satupun, bibirnya terbungkam rapat bersamaan dengan hatinya yang mulai tertutup rapat untuk siapapun. Kiranti menarik kopernya, membawa paspor nya dengan masih dibuntuti keluarganya.
"DEK!"
Kiranti yang dibentak keras Papah nya itu hanya menatap tak berekspresi, layaknya orang yang sudah kehilangan jiwanya.
"Aku bakal urus perusahaan Papah yang di Amsterdam. Aku bakal tinggal disana selamanya."
"ASTAGFIRULLAH DEK!" Kini Mamahnya sudah menjerit, benar-benar kaget setengah mati. "Kamu kenapa sih Dek? Kalau ada masalah bilang sama kita."
Kiranti tak mengindahkan, tetap melangkahkan kakinya menuruni anak tangga.
"Papah bakal cabut semua fasilitas kamu kalau kamu tetep nekat pergi, gak ada uang sepeserpun, kalau tetap ingin pergi silakan."
Ancaman tak main-main dari Papah nya itu sukses menghentikan langkah Kiranti tapi hanya sementara, karena setelahnya tanpa ragu gadis itu kembali menarik kopernya. Suara tangisan keras Mamahnya dan teriakan Abangnya tidak menggugah hatinya sama sekali.
Ia tidak peduli menjadi anak dan Adik durhaka sekaligus.
Karena Kiranti ... seperti sudah kehilangan semangat hidupnya.