10: Rahasia Max

2586 Kata
Dua orang berbada kelamin itu sedang tertidur lelap, meskipun sebenarnya Max tidak bisa tidur sama sekali. Gila aja, gimana caranya ia bisa tidur kalau bayang-bayang gagal nya malam pertama nya selalu berputar. Max yakin, dirinya tidak m***m. Ini cuma hormon nya saja yang sedikit naik. Iya pasti itu! Drrrt ... Drrrt ... Max menoleh, sedikit heran. Tengah malam begini siapa yang meneleponnya coba. Dengan sedikit malas lelaki itu menggapai HP nya, dan seketika juga Max melenggang menjauh saat melihat ID si penelepon. "Siap, ada apa?" Sapa Max langsung formal. " ... " Kedua mata Max membesar sempurna. "Apa?! Baik saya akan segera turun!" Max sedikit berlari mengambil jaket, topi, dan masker hitamnya, tak lupa lelaki itu juga menyelipkan pistol ke saku pinggangnya. Max berlari menuju lantai darurat, disana Max menyempatkan memasang peluru pada pistol nya dengan posisi mengapit HP diantara bahu dan telinga. "Minta agen 22 untuk meretasnya, saya dan agen 8 nanti yang akan melawan mereka!" Desis Max dengan suara rendah sambil melanjutkan larinya keluar apartemen. Begitu sampai di luar terlihat sebuah mobil hitam mengkilap sudah menunggunya, Max mematikan sambungan teleponnya dan tanpa berlama-lama langsung masuk ke mobil tersebut. "Apa ini?" Tanya Max pada rekan nya saat diberi sebuah pil. Rekan kerja Max yang wajahnya juga tertutup masker sama sepertinya itu menjelaskan singkat. "Perintah atasan, buat jaga-jaga." Max memejamkan matanya singkat, tanpa pikir panjang langsung mengambil pil tersebut dan menelannya tanpa air. Mobil mulai dilajukan kencang, meskipun kelihatanya ini adalah mobil biasa tapi kecepatan mobil ini setara dengan mobil balap ditambah kaca anti peluru yang terpasang di mobil ini, sudah sekelas mobil pejabat tingkat tinggi. "Padahal ini harusnya jadi malam pengantin kamu, tapi malah harus pergi tengah malam. Ck." Rekan kerja Max itu sedikit prihatin, Max tersenyum tipis dibalik maskernya. "Sudah tugas kita." Dan percakapan pun berakhir, meskipun keduanya sama-sama tidak tau identitas masing-masing tapi agen 8 ini memang yang paling dekat dengannya. Max menghela napas pelan, tepat sebelum harus menonaktifkan HP nya, ia menyempatkan mengirim pesan singkat pada istrinya. Max memang bukan hanya Kapten biasa, ada satu rahasia yang harus disembunyikannya dari siapapun bahkan keluarganya sendiri. Kalau ia masuk ke dalam pasukan khusus. *** Kiranti mengerjap-ngerjapkan matanya, sinar matahari yang masuk ke matanya cukup menyilaukan. Kiranti menggaruk rambutnya setengah sadar, lalu menoleh ke tempat tidur disebelahnya. "Max kemana?" Gumam Kiranti lalu beranjak dari ranjangnya. "Max! Max!" Teriak Kiranti sambil membuka kamar mandi, lelaki itu tidak ada. "Max kemana sih?" Gerutu Kiranti karena sudah memutari seluruh apartemennya tapi batang hidung lelaki itu tak terlihat sama sekali. Kiranti mencebik sebal, "telepon aja deh!" Gumamnya lalu berinisiatif mengambil HP nya, tapi atensinya justru teralih pada pesan singkat yang Max kirim sekitar jam 2 malam. Max: Ran aku harus pergi karena ada tugas dadakan, maaf gak minta ijin karena aku gak tega bangunin kamu, kamu kelihatan nyenyak banget. Dan juga jangan tunggu aku, love dear. Kiranti langsung melotot, bukannya Max baru akan bekerja lusa? Kenapa tiba-tiba lelaki ini bilang ada tugas dadakan. Kiranti merengut masam, mencoba mendial nomor telepon Max tapi ternyata HP lelaki itu sudah tidak aktif. Kiranti mendesah keras, melempar HP nya ke ranjang dengan tak bersemangat. "Padahal kita baru nikah loh Max." Ucap Kiranti jadi miris sendiri. Tapi mau gimanapun Kiranti tidak akan menyalahkan Max, karena sebelum memilih Max ia sudah tau resikonya. *** Paginya Kiranti memilih bekerja di kantor seperti biasa, padahal rencananya hari ini ia ingin berduaan dengan suami baru nya, tapi yang namanya wacana tinggal wacana saja. Kiranti mencoba mencari kesibukan apapun, takut kalau tidak ada kerjaan ia malah mewek galau. "Awas aja, nanti kalau Max pulang aku kasih hadiah piring terbang!" Gerutu Kiranti sepertinya masih dendam, mungkin juga efek lagi PMS. Tok tok! "Mbak Kiranti, dicari Bapak Ken di luar." Salah satu rekan kerja Kiranti memberitahunya. Kiranti mendongak. "Bilang saja kalau saya sedang sibuk." Pesan Kiranti, karena sungguh hari ini ia mood nya sedang hancur. Rekannya itu mengangguk sebelum menutup pintu ruangan Kiranti, Kiranti kembali melanjutkan kerjanya, dan mood nya tak kunjung membaik malah kian terjun bebas. "Hhhh aku banting juga nih komputer lama-lama!!" Pekik Kiranti ngamuk. "Ey, jangan dibanting. Nanti dipecat loh!" Kiranti meloncat kecil dengan latah, terlihat Ken sudah senderan di daun pintu sambil menatapnya geli. "Segitu stres nya Ran kamu sama kerjaan?" Kekeh Ken menggeleng tak habis pikir, kedua lengan lelaki itu saling melipat di depan d**a dengan gaya santai nya. "K-kenapa kamu bisa masuk? Bukanya tadi—" "Kamu suruh orang buat usir aku kan, wah kamu jahat banget deh Ran. Gini-gini aku investor di perusahaan ini loh." Kiranti mendengus tak peduli. "Mood ku lagi jelek Ken, aku gak pengen ketemu siapapun sekarang." "Tau gak Ran? Kalau kamu lagi stres karena kerjaan sebaiknya menghibur diri bukan malah memaksa diri sendiri." Sepertinya Ken menyalahartikan stres nya karena kerjaan, Kiranti tak berniat menjelaskan kalau rasa pusingnya sekarang karena memikirkan suaminya. Biar gak jadi panjang Kiranti pun membenarkan apa kata Ken saja. "Kamu mau ngapain?!" Kaget Kiranti saat Ken menarik tangannya. "Aku bakal ajakin kamu ke tempat dimana kamu bisa menyegarkan pikiran." "Gak usah!" Kiranti melepas cekalan Ken. "Aku gak pengen kemana-mana." Tanpa diduga Ken justru mengambil tas nya dan membawanya pergi membuat Kiranti melotot sebal. "Ken jangan tambahin rasa kesalku deh!" Pekik Kiranti tanpa sadar sudah mengekor menyusul Ken. Tak ayal beberapa orang yang dilewatinya diam-diam menggosip sirik. Ceklek. Ken melempar tas Kiranti ke dalam mobilnya. "Masuk Ran." "Ken aku harus kerja!" "Gak papa, udah gampang nanti aku ijinin ke Bos kamu. Lagian aku kenal baik kok sama Pak Farel." Karena Kiranti memang dibawah tanggung jawab Farel. Kiranti jadi mendengus. Dirinya pun juga kenal baik, terlampau baik malahan. Ya jelaslah orang ia Adiknya. "Kamu mau bawa aku kemana?" Kiranti mengalah duduk di kursi penumpang. Ken jadi tersenyum menang, menyusul duduk di kursi pengemudi. "Aku pokoknya akan bawa kamu ke tempat yang indah!" Lalu lelaki itu sudah mulai menjalankan mobilnya. Kiranti cuma diam menatap keluar jendela, pikirannya tetap saja tertuju pada suaminya. "Kamu kemana sih?" Gumam Kiranti tanpa sadar. "Apa Ran?" Sahut Ken karena sayup-sayup mendengar gumaman Kiranti. Kiranti mengerjap, buru-buru menggeleng. "Nggak, aku cuma bingung kita mau kemana?" Ken jadi tersenyum manis, menunjukkan lesung pipinya yang makin menambah kadar kemanisan lelaki itu. "Pokoknya percaya sama aku, pasti kamu bakal suka tempatnya nanti!" *** Meskipun sedikit enggan tapi Kiranti akui kalau Ken pintar memilih tempat, di tempatnya berdiri sekarang ia bisa melihat pemandangan seluruh kota tanpa terhalang apapun. Mereka berdiri di bukit yang letaknya tak Kiranti tau. "Kamu tau dari mana tempat seindah ini?" Heran Kiranti. Ken mengerling kecil. "Sebenarnya dulu waktu baru datang ke kota ini aku nyasar ke sini, jadilah ini tempat favorit aku saat butuh refreshing." Wow! Kiranti ingin berseru keras, bagaimana bisa nih orang nyasar nya ke tempat estetik begini, udah gitu disekitar sini banyak pepohonan rimbun yang pastinya bisa menyegarkan pikiran. "Ran." Ken melirik Kiranti. Setengah wajah Kiranti tertutup rambutnya yang tertiup angin membuat Ken serasa makin terpanah. "Kenapa?" Kiranti menoleh, Ken mendekat kearahnya dan menyondongkan tubuhnya sedikit membungkuk kearah Kiranti membuat perempuan itu membatu kaget. "Ken—" "Nih ada daun jatuh ke rambut kamu." Kiranti yang tangannya sudah akan mendorong Ken jadi menggaruk tengkuk kikuk, antara malu dan canggung. Ya salah Ken sendiri posisinya ambigu begitu, Kiranti kan jadi salah paham. "Oh tengs." Kiranti tersenyum singkat, dan itu mengakhiri percakapan mereka. Cukup lama keheningan menyelimuti keduanya, Kiranti yang merasa makin kurang nyaman akhirnya menyuarakan unek-unek nya. "Balik yuk, udah sore." Ken mengerjap, spontan melirik arloji di tangannya, Ken sedikit takjub karena melewati 3 jam tanpa sadar, sepertinya asal dengan Kiranti ia tidak akan merasa bosan. "Hm, mau makan dulu gak?" "Gak usah!" Tolak Kiranti cepat, ia tidak sabar untuk segera pulang karena berharap suaminya sudah menunggunya di apartemen. Ken akhirnya mengantar Kiranti balik ke kantor, sebenarnya Ken sangat ingin mengantarkan Kiranti langsung ke rumahnya tapi Kiranti mati-matian menolak membuat Ken akhirnya menurut. "Makasih ya Ken buat semuanya, kayaknya kamu bener deh stres aku sekarang sudah hilang." Ya meskipun Kiranti stres bukan karena kerjaan. Ken tersenyum, mengacak rambut Kiranti. "Hm, lain kali kalau kamu butuh sesuatu telepon aku aja, kapanpun aku pasti akan selalu siap!" Ken berujar serius disambut kekehan asal Kiranti. "Hm. Bye!" Kiranti lalu melenggang pergi, namun tatapan mata Ken tetap mengawasi nanar punggung Kiranti bahkan setelah punggung Kiranti hilang di belokan. "Apa sebaiknya aku tembak Kiranti ya?" *** Kiranti yang berjalan masuk ke apartemen nya tersentak kaget melihat perempuan ber-dress fenimin dengan rambut yang digelung rapi. Kiranti menatap datar perempuan itu, tanpa gentar berjalan mendekat. "Ekhem!" Dehamnya ngegas membuat Ajeng memekik kaget. "Kamu!" Ajeng menunjuk Kiranti tak santai. Kiranti menyeringai ala big boss mafia, kedua tangannya terlipat di depan d**a dengan pandangan tajam. "Iya gue, lo ngapain disini?" "Seharusnya saya yang tanya, kamu kenapa ada di apartemen Max, kamu nguntit Max ya!" Tuduh Ajeng jelas tak berdasar. Kiranti tertawa, tawa keras yang menakutkan. "Heh! Sembarangan aja lo ngomong, gue jelas dong ada disini karena gue tinggal disini, sekarang gue balik ... lo nguntit Max ya!" Kiranti tersenyum remeh. Kedua iris mata Ajeng terlihat bergetar, "a-apa? Kamu tinggal disini?" Ajeng terlihat sangat syok. Kiranti diam-diam merasa puas melihat kekalahan rivalnya. Dengan songongnya Kiranti mendongakkan dagu. "Iya, gue tinggal disini, bahkan ... "Kiranti mendekatkan bibirnya ke telinga Ajeng. "Gue juga tidur sama Max loooh~" godanya sengaja ingin pamer. Ajeng makin terlihat kena mental breakdance, kedua matanya sudah mulai berkaca-kaca dengan tangan mengepal. "Dasar jahat! Kamu rebut Max dari saya, saya gak terima!!" Ajeng teriak-teriak. Lah .. kok ngamok? "Yaudah sih lo move on dong, cari lelaki lain, pasti banyak kan yang mau sama lo." Ajeng menatap tajam Kiranti. "Tapi saya sukanya sama Max!" Sahutnya malah ngegas. Kiranti balik membalas dengan tak kalah ngegas. "Ya bodo amat! Max udah resmi jadi milik gue!" "Saya gak peduli, saya akan rebut Max lagi!" Kiranti menggeleng prihatin. "Tapi sayangnya .... Max udah nikah sama gue." Lalu dengan santainya Kiranti memamerkan cincin kawinnya. Membuat Ajeng hampir semaput. *** Kiranti melempar asal tas nya dengan wajah kusut, sialan memang si Ajeng itu! Awas aja kalo dia berani macem-macem bakal Kiranti lempar ke kandang buaya. Kiranti jadi tersentak mengetahui kalau ruangan ini masih kosong, Max belum pulang, sebenarnya tugas suaminya itu apa? "Udah hampir malem loh ini." Kiranti mendesah, memilih mandi lalu memasak mie instan dan telur ceplok, resep legend orang gak bisa masak macam dirinya. Sampai jarum jam menunjukkan pukul 10 malam tapi tanda-tanda kemunculan Max belum kunjung ada, sudah berkali-kali Kiranti coba telepon tapi hasilnya tetap HP Max tidak aktif. "Kamu kemana sih Max??" Kiranti mana mungkin tidak khawatir, boro-boro tidur merem aja yang terbayang-bayang cuma wajah tampan Max. Tit! Kiranti terlonjak, suara pintu yang dibuka membuatnya langsung was-was. Kiranti mengambil panci dan spatula, tepat saat akan menyerang, orang tersebut lebih siap untuk menangkisnya. "Astaga Max!" Teriak Kiranti hampir jantungan. Max yang memakai baju serba hitam sungguh Kiranti kira adalah maling. "Ya ampun istri aku nyeremin juga ya kalau lagi ketakutan." Max terkekeh geli. Kiranti mendengus, langsung berkacak pinggang menghadap Max. "Kamu darimana aja? Harusnya tuh kamu ijin dulu Max sama aku, gini-gini aku istri kamu loh Max!" Kiranti merasa tak dihargai sebagai istri. Max langsung memeluk tubuh istrinya merasa bersalah. "Maaf ya, aku cuma gak tega bangunin kamu." "HP kamu juga gak aktif, kamu tau betapa panik dan khawatir nya aku nunggu kamu?!" Max diam-diam merasa bahagia, perasaan menggelitik yang dirasakannya kini sangat menyenangkan. "Maafin aku ya sayang." Kiranti mendengus, meninju lengan Max keras. "Kamu--" Max terlihat menggigit bibirnya menahan suara. Bola mata Kiranti memicing sempurna, "buka jaket kamu!" Max cuma diam. "BUKA MAX!!" Max yang masih saja membatu membuat Kiranti dengan gemas membuka paksa jaket suaminya, dan sebuah luka memanjang yang dibebat kain terlihat kontras dengan kulit bersih Max. "Cuma luka biasa." Jelas Max buru-buru. "Buka baju kamu Max!" "A-apa?" "Aku bilang buka baju kamu Max!" Desis Kiranti terdengar tak sabaran. Max meneguk ludah, dengan sedikit ragu membuka kaos lengan pendek yang dikenakannya. Dan terlihat memar-memar parah di sekujur tubuh lelaki itu. Kiranti menggigit bibirnya, menatap luka-luka di tubuh suaminya dalam. "Ran ini cuma luka biasa, kamu tau kan kalau tugas aku—" "Aku tau Max, tau banget. Tapi apa wajar kamu mendapat luka sebanyak ini?" Kiranti menengadah, sebutir air mata jatuh dari pelupuk matanya. Max menahan napas, ini adalah situasi yang paling dihindarinya. "Jawab aku kenapa kamu bisa kayak gini." Ucap Kiranti menatap Max menuntut. Max mengalihkan pandangan. "Maaf aku gak bisa jawab." "Max!" Kiranti hampir kelepasan berteriak, akhirnya perempuan itu berlalu pergi dari sana tanpa mengatakan apapun. Max tertegun, cuma bisa menunduk sendu. Max terlihat serba salah. "Ayo pindah ke sofa!" Titah Kiranti, ternyata istrinya tadi mengambil kotak P3K. Max menatap dalam wajah istrinya, Kiranti benar-benar paham apa tugas istri yang sesungguhnya. Sepertinya rasa sayangnya pada sang istri selalu bertambah seiring waktu. "Maaf kalau agak perih." "Gak papa." Jawab Max tenang, luka seperti ini tidak ada apa-apanya untuknya. Kiranti mulai mengobati luka Max, dan benar saja mental lelaki ini sangat gila, bisa-bisanya Max tidak meringis saat Kiranti memberikan obat pada luka menganga basahnya. "Maaf ya Ran aku bikin kamu khawatir." "Kalau kamu tau lebih baik lain kali jangan diulangi lagi." Balas Kiranti masih sibuk mengobati. Max tersenyum kecil. Mengecup pipi istrinya lembut, Kiranti dengan risih menepis wajah Max. "Jangan gangguin aku Max, aku lagi sibuk!" Max mengulang aksinya tapi kali ini di garis rahang Kiranti, Max memberikan ciuman basah disana. Kiranti terlihat makin mendesis. "Max!" "Aku kangen kamu Ran." Bisik Max tau-tau sudah menindih tubuh Kiranti. Kiranti menatap Max tak terbaca. "Jangan mulai, nanti kalau gak sampai akhir ujung-ujungnya kamu sendiri yang susah." Peringat Kiranti karena masa datang bulannya belum selesai. Cup. "Gak papa." "Jangan Max, lagian kamu juga lagi sakit kayak gini. Kamu ngebet banget ya sama aku?" Tuduh Kiranti. "Iya." Kiranti melotot, bisa-bisanya lelaki ini menjawab segampang dan seblakblakan ini. Kiranti terlihat sedikit ragu, tapi yang namanya mematuhi suami sudah menjadi kewajibannya, perlahan kedua lengannya terangkat dan melingkar di leher Max. "Apa kodenya?" Tanya Kiranti. Max berkedip tak paham. "Kode apa?" "Kalau aku tanya begitu kamu harus jawab 'Kiranti istri kesayanganku'." Jelas Kiranti membuat Max hampir meledakkan tawa gelinya. "Apa kodenya?" Ulang Kiranti. Max membelai pipi mulus istrinya lembut. "Kiranti ratu di hidupku." Kiranti beneran pengen lompat indah sekarang, aiih ... sejak kapan lelaki berwajah datar ini jadi pinter ngegombal? Max memberi kecupan ringan di leher istrinya, Kiranti tersenyum manis sebelum sengaja mendongak memberi akses suaminya. Bukan hanya ciuman kering, tapi lidah lelaki itu terlihat menyapu permukaan lehernya membuat sensasi gelenyar menggelikan dan nikmat beradu bersamaan. Salah satu tangan Max naik, meraba tubuh bagian dalam Kiranti, kulit lembut Kiranti dan telapak tangan kasar Max sangat kontras menciptakan rasa menyengat hebat. Max melepas kait bra yang dikenakan istrinya dengan gampangnya, dan tangannya langsung menyusup masuk ke dalam gundukan kembar istrinya. Dilihatnya sang istri yang mulai bergerak-gerak tak nyaman. Kiranti langsung mengalihkan wajahnya karena malu. Telapak tangan Max menangkup milik istrinya, walaupun tak terlihat tapi d**a kembar Kiranti ukurannya lebih besar dari bayangan siapapun. "Sepertinya kamu Ran yang merasa tersiksa sekarang." Goda Max mulai memainkan d**a Kiranti seperti squishy. Kiranti memejamkan matanya rapat. "A-aku gak tau sekarang apa sedang kurasakan." Kiranti merasa malu, nyaman, dan senang sekaligus. Desahan-desahan kecilnya mulai timbul disaat ujung payudaranya di mainkan oleh lelaki itu. "M-max .. " "Hm, kenapa?" Kiranti menggeleng, ia sendiri juga bingung mau apa. Pikirannya sudah berkabut. Max mulai menunduk, dan melumat pelan bibir istrinya. Melihat istrinya yang berada di ujung batas membuat senyum sabit muncul di bibirnya. Sampai kapanpun, hanya dirinya yang boleh melihat ekspresi seksi Kiranti. Hanya dirinya. "Sepertinya ... "Max menyeringai kecil sambil mendekatkan bibirnya ke daun telinga sang istri. "Kamu yang akan basah Ran." Lalu Max meniupnya dengan seductive. *** TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN