09: Malam Pertama

1896 Kata
"Kalian serius dengan ucapan kalian?" Tanya Adimas menatap lurus Max dan Kiranti. Max mengangguk tenang. "Iya Om, Kiranti juga sudah setuju, jadi kami sepakat untuk menikah." Muliya sudah berkaca-kaca tak percaya, karena Putri kecilnya akan memiliki keluarga sendiri. "Lalu apakah waktunya sudah kalian tentukan?" Kali ini Max dan Kiranti jadi saling lempar tatapan lewat mata, Max cuma tersenyum tipis kearah Kiranti sembari mengelus pelan punggung tangannya. "Saya akan menikahi Kiranti besok." "WHAT?!" Kiranti memekik cempreng. Karena tak tau planning Max. "APA?!" Muliya tak kalah syok. Adimas tidak mengatakan apapun tapi dari tatapan matanya lelaki itu jelas terlihat sangat syok. "Kamu kira menikah bisa semudah itu Max?" Tanya Muliya jadi tak habis pikir. Max menghela napas pelan. "Saya tidak butuh pernikahan mewah, saya cukup ingin sah secara agama dan negara. Dan juga untuk sekarang saya tidak punya waktu banyak karena sebentar lagi akan mulai kembali bekerja." "Apa kamu tidak ingin mendengar pendapat Kiranti? Memang kamu tidak butuh pernikahan seperti itu, tapi Kiranti bagaimana?" Muliya menatap Kiranti. Max tertegun, iya kenapa dirinya melupakan poin sepenting ini. Dengan cepat lelaki itu menghadap kearah Kiranti. Terlihat kalau gadis itu masih berusaha mengendalikan ekspresi kaget nya. "Kamu setuju atau tidak Ran? Aku akan menuruti kemauan kamu." "Aku setuju apapun keputusan kamu Max." Jawab Kiranti pelan. Max mendesah, memegang telapak tangan kekasihnya itu lembut. "Kalau kamu keberatan gak papa." "Aku gak papa kok Max," Kiranti tersenyum kecil. "Lagian masalah resepsi kan nanti-nanti juga bisa, yang penting kita sah dulu." Ujarnya mendadak bijak. Max tersentuh, Kiranti ini sungguh istri idaman yang mau diajak suaminya baik susah maupun senang. "Beneran Dek?" Adimas menatap anaknya tak tega. Kiranti mengangguk yakin, tak terlihat menyesal sama sekali, sebenarnya asal dengan Max maka ia tidak mempermasalahkan apapun, sepertinya kadar bucin gadis ini makin naik. Max terpanah begitu saja, entah sudah berapa kali ia tersihir oleh pesona Kiranti, Max makin jatuh pada gadis ini. "Yaudah Papah akan langsung kabari keluarga kamu Max." Max mengangguk, setelahnya Adimas langsung menelepon keluarga Max dan memberitahukan semuanya, tanggapan Laras dan Gio lebih heboh ketimbang keluarga Kiranti, bahkan mereka sampai ngamuk-ngamuk memarahi Max lewat sambungan telepon. "Kamu ini gimana sih! Nikah loh ini Max, nikaaaah!!" Suara cempreng Gio sudah mirip klakson telolet. Max menghela napas pelan, "aku akan buat resepsi nanti Pah, kalau sekarang waktunya gak cukup." "Max—" "Ekhem maaf saya memotong ucapan Om, tapi saya pribadi gak masalah kok Om, yang penting sah secara agama dan negara." Tutur Kiranti tak tega melihat Max dimarahi. "Tapi gini loh Nak, kamu itu cewek, Tante tau banget kalau semua cewek pasti menginginkan pernikahan mereka yang terbaik, apalagi ini pertama untuk kalian." Sahut Laras terdengar masih menentang. Kiranti tersenyum manis, ia jadi terharu karena semua orang sangat perhatian kepadanya, dengan lembut Kiranti membalas ucapan Laras. "Saya gak masalah kok Tan, asal nikahnya sama Max." Langsung terjadi keheningan sesaat disana, suasana mendadak awkward mendengar ucapan Kiranti, Max memang wajahnya kelihatan biasa saja tapi daun telinganya sudah memerah kayak tomat. "A,uh .. ekhem, beneran Nak?" Tanya Laras sedikit kikuk aslinya, tak menduga kalau Putranya bisa membuat Kiranti bucin begini. Kiranti mengangguk, lupa kalau Laras tidak bisa melihatnya juga. "Iya Tan." "Yaudah kalau memang itu kemauan kalian, hari ini kalian istirahat saja, besok biar Om dan Tante yang urus pernikahan kalian." Ujar Laras dan sambungan telepon pun berakhir. "Dek ayo ke kamar!" Ajak Muliya tiba-tiba menarik tangan Kiranti menjauh, karena tau kalau Adimas pasti akan berbicara serius dengan Max. Setelah kepergian semua orang, Adimas pun langsung duduk tegak menghadap calon mantunya ini. "Max kamu janji kan tidak akan menyakiti Kiranti, karena kalau Om tau kamu menyakiti Kiranti jangan harap Om diam saja." Belum-belum taring Adimas sudah muncul. Max menganggukkan kepalanya tanpa pikir panjang. "Saya berjanji, Om bisa pegang ucapan saya." Adimas sedikit lega melihat keseriusan di mata Max, "lalu setelah menikah kalian akan tinggal dimana? Atau mau Om belikan rumah?" Max menggeleng tegas. "Saya punya apartemen sendiri, meskipun tidak sebesar dan semewah rumah Om tapi saya yakin Kiranti tidak akan kekurangan apapun." Adimas terlihat makin terpesona, keseriusan Max sudah cukup membuatnya yakin. "Saya boleh tanya satu hal?" Max mengernyit samar, tapi langsung mengangguk cepat. "Silahkan Om." Adimas menatap iris mata Max lekat membuat dua lelaki beda generasi itu saling bertatapan satu sama lain. "Apa yang membuat kamu yakin dengan Kiranti?" Max mengerjap, tak menduga pertanyaan seperti ini yang akan dilontarkan oleh Papah Kiranti, dengan tenang Max menatap lurus wajah Adimas. "Alasan saya cuma satu," Max tiba-tiba tersenyum sabit. "Karena hati saya sudah menjadi milik Kiranti." *** "Saya terima nikah dan kawinnya Kiranti Cantika Putri Binti Adimas Dwi Satmadajaya dengan maskawin seperangkat alat sholat dan emas 100 gram, tunai!” Ucap Max lantang tanpa salah sedikitpun setelah penghulu menyelesaikan ucapannya. Hening beberapa saat, terlihat semua orang ikut tegang. "Gimana para saksi?" "SAH!" Semua orang langsung saling memeluk dan menangis, terutama keluarga Kiranti dan Max. Ruangan sederhana itu terlihat memancarkan aura kebahagiaan semua orang. "Akhirnya aku dilangkahi 2 Adek sendiri!" Farel bertepuk tangan dengan ngenes nya. Gea yang ikut hadir di sana terkekeh geli. "Makanya Mas cari jodoh, udah tua gak laku kapok." Farel melotot tak terima, sungguh kenapa semua orang bisa semudah itu sih mendapatkan jodoh, kalau cari jodoh semudah memilih dagangan di pasar pasti Farel udah punya banyak selir-selir. "Dek cium suami kamu." Titah Muliya yang langsung diangguki Kiranti. Dengan sedikit kaku Kiranti berusaha meraih telapak tangan Max, Kiranti tertegun saat merasakan telapak tangan Max sangat dingin dan berkeringat, ternyata lelaki ini tidak setenang dugaannya. Kiranti pelan-pelan mengecup punggung tangan Max, memejamkan matanya meresapi suasana saat ini, tanpa sadar ia sudah menitikkan air mata, karena tak menduga akan menjadi istri orang secepat ini. "Ran ... " bisik Max sambil mengusap embun basah di ujung mata Kiranti. "Kamu gak nyesel kan nikah sama aku?" Kiranti terkekeh geli. "Ya nggak lah!" Max tersenyum kecil, pelan-pelan memajukan wajahnya mengecup kedua mata Kiranti bergantian. "Ini adalah air mata terakhir, selanjutnya mata ini gak boleh menangis lagi." Max tersenyum manis, senyuman langka yang bikin mleyot umat Hawa. Kiranti jadi salah tingkah, malu, baper. Pokoknya perasaannya sekarang benar-benar gak bisa di ucapkan dengan kata-kata lagi. "Ekhem! Iya sih udah sah, tapi ya jangan lupain kita-kita disini juga kali!" Suara keras Farel langsung menyentak Kiranti dan Max. Farel entah kenapa sewod mulu, mungkin efek kelamaan jones. "Makanya Bang cari jodoh, jangan cuma macarin tumpukan dokumen dan komputer!" Sindir Kiranti telak. Membuat Farel yang menjadi satu-satunya manusia jomblo disana langsung ditertawakan semua orang. Farel menggeram sebal. UASEM! *** Max malam itu terlihat mondar-mandir di dalam kamar mandi, "ini langsung nganu apa nggak ya?" Max menggigit jarinya kebingungan. "Ck! Telepon Ayah dulu deh!" Lalu Max mencari HP nya, dan sial! HP nya ternyata ada di atas kasur. "Duuuh ya ampun gimana dong?!" Max berjongkok mengacak rambutnya frustasi, ia sungguh takut salah langkah, kalau tau jadinya akan seambigu ini pasti ia tidak akan mengabaikan saat Ayahnya akan memberi wejangan. Sekitar 30 menit bergulat dengan pikirannya sendiri, Max pun sudah memutuskan. Mau pake naluri lelaki saja. Bener kan? Bener lah. Bodo amat, Max sudah kepalang tanggung. Dengan piyama mandinya ia membuka pintu dan pelan-pelan keluar, terlihat Kiranti yang menyandarkan punggungnya di kepala ranjang sedang bermain HP. "Lama banget Max di dalem, aku kira kamu tidur tadi." Ucapnya menyindir halus. Max meringis kaku, berjalan mendekati istrinya dan merebahkan diri di sebelah Kiranti, Max jaga jarak, habis itu diem aja kayak patung. Sumpah ini adalah suasana paling canggung sepanjang hidupnya. "Kamu lagi lihat apa?" Max akhirnya ada bahan berbicara. Karena sejak tadi Kiranti terlalu sibuk bermain HP, apa gadis ini tidak merasa regang sedikitpun? Kiranti yang masih menatap layar HP nya langsung mendongak. "Ah, o .. nggak, eung cuma lihat instagram." Jemari Kiranti dengan cepat memindah layar google ke layar i********: nya. Bisa mampus kalau Max tau ia sedang menjadi referensi malam pertama lewat google. Dua insan itu diam-diam juga sama noob nya soal masalah 'begituan'. "Oh, aku .. boleh lihat?" Kiranti mengerjap, berusaha tertawa untuk memecah suasana meskipun hasilnya malah garing. "Tentu aja boleh, hehe sini." Kiranti menepuk tempat sebelahnya. Max membasahi bibirnya, menggeliat kan tubuhnya makin mendekat kearah Kiranti, saat lengan mereka tak sengaja bersentuhan keduanya langsung saling berpandangan kaget, dan kompak meringis bodoh. Benar-benar suasana awkward tiada tara. "Kamu punya i********:?" Tanya Kiranti berusaha mencari topik. Max menggeleng. "Gak punya." "Kalau sss? Twitter?" Max kembali menggeleng. "Aku gak punya waktu buat main HP." Memang pekerjaan Max membuatnya boro-boro main HP, meletakkan HP nya aja kadang Max lupa. "Woah kok bisa gitu ya manusia jaman sekarang hidup tanpa sosmed, kamu itu kayak manusia yang tertinggal peradapan." "Lagian kalaupun aku punya nanti juga buat apa, aku gak suka posting-posting foto." "Weh jangan salah Max, akun i********: aku aja ketimbang buat posting foto lebih ke buat stalker bias-bias aku." Kiranti dengan semangat menunjuk jajaran idol kpop di beranda i********: nya. "Nih ada Rosé, V, Jin, Chanyeol, Sehun, Jungkook, ini-itu-ini-itu...." dan lain sebagainya, kepala Max seketika pening untuk dibuat mengingat nama-nama yang terdengar asing itu. Kiranti terlihat masih sibuk berceloteh ngalor-ngidul tiada henti, Max bahkan sudah tak mendengar satupun yang diucapkan Kiranti. Kelopak mata Max mengerling kecil melihat bibir ranum Kiranti yang sedang monyong-monyong berceloteh. Max meneguk ludah, memegang pipi Kiranti menghadapnya. Kiranti berkedip cengo. "Kenap—" Cup. Kiranti seketika berhenti bicara, merasakan bibir kenyal suaminya sedang menutup bibirnya, Max pelan-pelan menjauhkan wajahnya dan menatap dalam iris mata Kiranti. "Boleh?" Bisik Max dengan suara dalam. Kiranti berkedip-kedip, masih hilang jiwa. Max pun dengan sabar menunggu istrinya ini siap, sambil tangannya membelai wajah Kiranti seductive. "Boleh, hm?" Ulang Max lebih ngebass, benar-benar berdamage membuat Kiranti hampir kejang-kejang. Kiranti tak mengatakan apapun, tapi memejamkan matanya sambil melingkarkan lengannya ke leher Max membuat lelaki itu jelas paham sepenuhnya, kalau sudah diberi lampu hijau. "Aku cinta kamu Ran." Bisik Max sebelum menindih tubuh Kiranti dan mulai melumat bibirnya. Perasaan berdebar itu sangat hebat, sampai rasanya seperti akan meledak. Napas hangat dan tersengal-sengal keduanya saling menyatu, Kiranti terlihat mulai merintih-rintih serak. "Ughh ... Max." "Hm." Max menurunkan wajahnya ke ceruk leher Kiranti, memberi tanda manis di leher putih mulus Kiranti. "Ssshh ... K-kok rasanya ... ane-h." Kiranti terlihat menggelinjang, rasa menggelitik dan asing membuat sesuatu di dalam tubuhnya bergejolak hebat, pertama kali ia rasakan. "S-sebentar Max ... AASHH!!" Kiranti yang ingin menyingkirkan wajah Max justru jadi menjerit keras saat tangan Max menerkam sesuatu yang ada di dadanya. Kiranti merasa makin menggila, seperti ada yang meledak-ledak minta dipenuhi. "Max.." Bisiknya karena merasa diabaikan terus, astaga kenapa lelaki ini jadi seberingas ini. Max tak menjawab ucapan Kiranti, perlahan malah membuka tali piyama nya membuat Kiranti meneguk ludah susah payah, meskipun tau akhirnya akan seperti ini tapi perasaan takut tetap ada. Sakit gak ya? Perih gak ya? Enak gak ya? Pikiran Kiranti minta di rukyah. "Kamu takut Ran?" Max menatap parau ke mata Kiranti. Kiranti mengangguk, bukan lagi takut tapi tubuh Kiranti sudah tremor parah, bayangan yang iya-iya terus saja berputar. Max mengambil sebelah tangan Kiranti, mengecupnya. "Gak papa kita latihan bareng-bareng ya." Kiranti melotot, Max pikir ini mereka lagi ngapain pake segala latihan segala! Max pun pelan-pelan membelai wajah Kiranti dan makin turun-turun-turun sampai ke pinggangnya. Namun saat Max ingin membuka piyama tidur istrinya justru ada sesuatu yang lebih menarik perhatiannya. Max mengerjap kaku. "R-ran ... "Panggilnya entah kenapa jadi aneh membuat Kiranti langsung duduk tegak menghadap Max. "Kenapa?" Max tak bersuara lagi, tapi tatapannya menunjuk sesuatu yang membuat Kiranti langsung ikut menoleh. Bercak darah. Kiranti memejamkan matanya. MAMPUS DIRINYA DATANG BULAN!!!! *** TBC. Cie kena prank ಥ⌣ಥ
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN