13: Max Kapten Sejati

2000 Kata
Kiranti pagi itu masuk kantor dengan wajah lesu, bagaimana tidak lesu kalau ditinggal pergi suami. Max benar-benar pergi bertugas pagi buta membuat Kiranti yang masih ngantuk melewatkan waktu bermesraan untuk yang terakhir kalinya. "Mbak Kiranti disuruh ke ruangan Pak Direktur." Ujar seorang resepsionis saat melihat Kiranti masuk lobi kantor. Kiranti mengernyit, keheranan. "Ada apa ya Mbak?" "Saya kurang tau Mbak, lebih baik Mbak langsung kesana saja untuk lebih jelasnya." Ujar resepsionis tadi diangguki Kiranti meskipun masih kebingungan. Selama menuju ruangan direktur atau bisa disebut Papah nya itu Kiranti makin berpikir dalam, gak mungkin kan Papah nya memanggilnya tanpa sebab soalnya mereka sudah membuat kesepakatan kalau mereka akan pura-pura tidak mengenal selama di kantor. Tok tok tok. "Masuk!" Suara Adimas terdengar menggema dari dalam. Kiranti menghela napas pelan sebelum masuk ke dalam, dan seketika juga alisnya menukik tinggi saat melihat Ken, Abang, dan Papah nya disana. Ada apa nih rame-rame? "Duduk dulu Ran!" Titah Adimas diangguki Kiranti. Kiranti langsung mengambil posisi duduk di depan Ken, entah kenapa Kiranti merasa aura Ken sangat berbeda 180 derajat dari Ken yang dikenalnya. "Saya tidak akan basa-basi lagi, saya akan menarik dana saya di perusahaan ini kalau Kiranti tidak dipecat!" Ucap Ken tegas. Kiranti mendelik tak kaget. Lololo ngajak tawur lelaki ini! "Kamu apa-apaan sih Ken, gak profesional banget!" Amuk Kiranti mendelik. Ken mengabaikan Kiranti. "Gimana Pak? Bapak lebih memilih dana investasi atau memecat perempuan ini?" Tanya Ken seperti punya dendam kesumat padanya. Pasti ini gara-gara masalah kemarin. Adimas dan Farel saling lirik, sampai akhirnya Adimas buka suara. "Saya akan kembalikan uang Bapak." Ujar Adimas kepada Ken. Ken mendelik kaget, benar-benar tak menduga kalau jawaban itu yang akan muncul. "Apa?! Kalian lebih memilih mempertahankan satu pegawai dan merelakan tawaran besar saya?" Tanyanya tak habis pikir. Adimas tersenyum berwibawa. "Yah uang kan bisa dicari." Yakali dirinya mecat anaknya sendiri, kalau itu adalah orang lain pasti Adimas tidak akan berpikir dua kali untuk langsung memecatnya. Kiranti tersenyum puas, bersedekap dengan wajah kemenangan. "Wle aku yang menang!" Kiranti melet dengan kurang ajar. Ken menggeratkan bibirnya nampak geram. "Sebenarnya apasih kelebihan Kiranti? Dia hanya pegawai biasa yang posisinya tidak terlalu penting, tapi kalian malah membelanya?" "Sekarang gantian saya yang bertanya, kenapa Bapak sangat ingin saya memecat pegawai ini?" Tanya Adimas balik, merasa pasti ada sesuatu diantara keduanya. Ken mengepalkan tangannya, menunjuk Kiranti dengan tatapan tajam. "Dia sudah menipu saya, dia sudah menikah!" "Lah aku nipu apaan? Fitnah banget!" Sembur Kiranti emosi. "Kamu udah nikah tapi gak ngomong sama aku!" Ujar Ken dengan nada tinggi yang mampu menyentak tiga orang disana. Kiranti mengerjap, Adimas dan Farel melongo. "Kan kemarin aku udah bilang alasannya Ken." Kiranti mencoba sabar. "Tapi kamu udah nyakitin hati aku, aku gak terima! Aku akan bikin kamu bertekuk lutut sama aku apapun caranya!" Desis Ken dengan tatapan menghunus. Kiranti sekarang ragu kalau orang di depannya ini sungguh teman yang dulu dikenalnya. Ken berdiri, menatap serius Adimas. "Bapak sungguh merelakan tawaran besar saya? Saya jamin pasti Bapak akan menyesal seumur hidup!" Adimas mulai kurang suka dengan cara bicara mantan rekannya ini. "Saya tetap akan memilih Kiranti." "Kenap--" "Soalnya dia Adik saya!" Sahut Farel yang sejak tadi jadi kambing congek. Agaknya Farel juga sama kesalnya. "Dia Adik saya, sekaligus Putri bungsu kesayangan keluarga!" Farel menatap tajam Ken. Ken terhuyung, hampir jatuh saking syoknya. A-PA? Kiranti anak pemilik perusahaan ini? Ken bukannya jadi takut tapi malah tersulut, lelaki muda itu menatap Farel dan Adimas benci, merasa sekarang ia sedang dipermainkan semua orang. "Cih! Ternyata memang keluarga, pantas sama-sama tukang bohong!" Decihnya. "Jaga mulut kamu!" Bentak Farel murka. "Lebih baik sekarang kamu keluar!" Farel menunjuk pintu dengan wajah mengeras. Adimas di posisi nya malah bertopang dagu santai, tersenyum bangga melihat didikannya yang berhasil pada Putranya ini. Ken mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. "Lihat saja, saya akan menghancurkan perusahaan ini!" Sumpah Ken lalu melangkah besar-besar keluar ruangan. "Masih butuh puluhan tahun untuk melawan saya anak muda." Kekeh Adimas mencibir sarkas membuat Ken yang berjalan itu makin murka. Setelah kepergian Ken, Kiranti langsung menatap Farel dan Adimas khawatir. "Nanti kalau Ken beneran aneh-aneh gimana?" Tanyanya cemas. Kali ini bukan cuma terkekeh, tapi Adimas bahkan tertawa renyah, Farel cuma geleng-geleng geli. Kiranti mendelik melihat dua orang itu yang sangat menyepelekan Ken. "Kalian sombong amat? Ntar awas aja kalo beneran bangkrut, aku gak ikut-ikutan!" Sinis Kiranti sebal karena niat baiknya untuk mengingatkan malah ditertawakan. "Makanya Dek jangan kabur kelamaan ke luar negeri, jadi kenal sama Papah sendiri kan." Farel menepuk bahu Kiranti miris. Kiranti mendongak bingung. "Maksudnya?" Farel tersenyum kecil, menunjuk kearah Adimas yang sudah kembali ke meja kerjanya. "Papah bukan orang sembarangan, dia punya banyak rencana cadangan kalau beneran kepepet." Kiranti menghela napas sedikit lega meskipun tetap saja masih ada yang mengganjal di dadanya. Pletak! "ADOH SAKIT BANG!" Delik Kiranti karena Farel tiba-tiba menjitak kepalanya keras. Farel bersedekap, menatap Kiranti dengan wajah kesal. "Kamu itu makanya lain kali gak usah berhubungan sama cowok lain, nah kan kejadiannya kayak tadi. Asal kamu tau Abang kehilangan dana 100 milyar yang udah susah payah Abang perjuangin!" Farel berkacak pinggang sengak. Kiranti tersedak syok, "hah? Banyak amat?!" "Ente pikir!" Dengus Farel. "Ken itu calon investor yang sangat menjanjikan, eh ujungnya malah begini cuma karena malah cinta-cintaan monyet kalian!" Farel ngomel-ngomel kayak Emak-emak, masalahnya tuh Farel habis ini pasti harus kerja lebih ekstra untuk mencari investor baru. "Lagian Abang jadi heran, kok bisa gitu cewek modelan kamu ditaksir cowok sampe begitunya." Ucapan menghina Farel itu membuat jiwa perempuan Kiranti ngamuk. "Dih bilang aja sirik, Abang kan jomblo gak laku!" Ejek Kiranti menyeringai sinis. "Enak aja kamu ngomong! Abang gini-gini jomblo elite, jomblo bukan karena gak laku tapi--" "Karena gak ada yang mau!" Serempet Kiranti tertawa ngakak membuat Farel dengan geram menggelitiki tubuh Kiranti, jadilah mereka berdua perang dengan tak karuan. Adimas di posisinya diam-diam melirik dua anaknya itu, senyuman manisnya tersungging apik di bibir tipisnya. "Dasar bocah!" Gelengnya tak habis pikir. *** "Tim A jaga ke wilayah Timur!" Max yang mendengar perintah lewat walkie talkie langsung membalas tegas. "Siap!" Setelah itu Max berjalan kearah anggota kompinya yang sedang latihan fisik. "Berkumpul!" Perintah Max membuat sekitar 100 orang disana langsung berbaris rapi. Max mencari keberadaan ketiga temannya. "Panji, Faisal, Daniel!" Panggilnya membuat tiga lelaki itu maju ke depan. "Kita disuruh berjaga ke wilayah Timur, kalian bagi peleton kalian masing-masing untuk berpencar, dan juga aku butuh 3 orang." Titah Max pada mereka bertiga yang berstatus letnan itu. Panji langsung maju mendekat. "Mau kemana? Biar aku ikut." Pintanya karena tau kalau Max pasti akan melakukan hal berbahaya. Max menggeleng. "Kamu pimpin peleton." "Mau kemana sih Max? Lagian kalo cuma berjaga aku sama Daniel aja bisa." Sahut Faisal mendukung Panji. "Bener." Imbuh Daniel singkat. Max menghela napas, melangkah masuk ke barak dibuntuti tiga temannya itu. "Bukan tugas serius, cuma nangkap tikus." Ada makna terselubung di ucapan Max yang sangat dipahami tiga temannya. "Kenapa sih selalu kamu? Kan masih ada banyak orang!" Panji memang kadang suka kesal, meskipun bukan dirinya yang mengemban tugas tapi rasanya tetap tak rela kalau Max selalu diberi tugas berbahaya apalagi Max selalu iya-iya saja. "Sudah tugasku." Balas Max tenang, mulai memasang sarung tangan dan alat pendengaran ke telinga, tak lupa pistol ia selipkan di pinggang sebelah kanannya. "Aku yakin banget ini pasti ulah si botak itu!" Ujar Panji menggebu, Faisal langsung menabok kepalanya cepat. "Heh kalo ngomong dijaga, kalo sampe ada yang denger mampus kamu!" Peringat Faisal. Panji malah mendongak angkuh. "Cih siapa takut sama tuh orang!" Sambil bersedekap sombong. "Kapten Abian!" Ucap Daniel mengambil posisi tegak membuat Panji terperanjat, dengan cepat Panji mengangkat tangan hormat. "Maaf Kap--" "Bwahahaha!!" Faisal dan Daniel tertawa sangat puas habis mengerjai Panji. "Halah lagaknya aja sok berani, baru juga denger namanya langsung ketar-ketir!" Cibir Faisal makin ngakak. Panji merengut, gimana gak panik kalau nama Kapten satu itu disebut, Abian itu Kapten paling tegas dan jahat mirip Lucifer di dunia nyata. Berkepala botak, selalu melotot, gak pernah senyum, byeuuh ... dijamin setan aja pasti takut kalau bersinggungan dengan Abian. Dan sudah menjadi rahasia umum kalau Abian menyukai Ajeng tapi karena Ajeng lebih menyukai Max membuat Abian selalu menyulitkan Max. Ceritanya kisah cinta segitiga. "Sudah-sudah jangan bercanda, aku mau berangkat cepat siapkan 3 orang terbaik." Ujar Max menghadap ketiga temannya dengan wajah datar, Max sih emang selalu datar gak pernah senyum kepada siapapun, kecuali pada istrinya, Max jadi bucin. "Yakin Max?" Tanya Panji menahan bahu Max masih tampak kurang setuju. Max menghela napas pelan, menurunkan tangan Panji dari bahunya. "Kalian kenal aku kan?" Tanya Max membuat ketiga temannya itu terdiam, Max menatap tanpa ekspresi. "Aku tidak selemah itu untuk kalah dalam pertarungan." Dan ucapan singkat itu langsung membungkam ketiga temannya. *** "Ayo!" Bisik Max mengayunkan tangan memberi tanda untuk menyerang masuk. Tiga orang dibelakangnya itu mengangguk patuh dan langsung berlari tapi tetap hati-hati. Mereka sekarang sedang menyerbu ke bangunan tua yang berada di tengah hutan belantara, nampak sekali kalau bangunan itu adalah markas tersembunyi. Samar-samar terdengar suara orang berbincang. Max langsung memberi aba-aba untuk anggotanya bersembunyi, terlihat beberapa orang laki-laki berbadan besar sedang mengobrol serius. Max memicingkan mata, tangannya bergerak lincah mengambil pistol dari balik bajunya. Krak! Para penjahat itu langsung menoleh kaget, Max pun juga sama kaget nya. Salah satu bawahan Max terlihat sangat bersalah karena tidak sengaja menginjak ranting kering. "Serang!" Max langsung menodongkan pisolnya dan adegan saling tembak di tempat itu tidak dapat terelakkan. 4 lawan 5, tapi Max sama sekali tidak ciut. Bahkan dengan berani Max terus berjalan mendekat dengan tangan terus menembak dan sesekali mengisi peluru saat habis. Dor! "AKH!!" Seorang lelaki berjas hitam dengan topi hitam bundar itu terjatuh saat bahunya ditembak Max. Keempat bawahan lelaki itu melotot kaget. "Menyerah lah maka kalian akan selamat." Ucap Max datar. "¡en tus sueños!" Lelaki itu malah tersenyum sinis sambil berujar bahasa asing yang tidak Max pahami, sepertinya orang itu sengaja menggunakan bahasa negaranya karena Max tidak paham. "I don't understand what you're saying, but I'm sure I'll catch you today!" Ujar Max dengan bahasa internasional yang pasti dipahami manusia dari negara manapun. Dan selanjutnya pertarungan sengit yang sesungguhnya seolah baru dimulai, bawahan lelaki tadi bersama-sama menyerbu Max dari berbagai sisi, anak buah yang Max bawa tadi ternyata sudah dikalahkan telak. Max tetap tenang, bahkan raut wajahnya tidak ada ketakutan sedikitpun. Saat merasakan sabitan pisau dari belakang Max reflek menunduk dan menendang kaki keempat penjahat itu serentak membuat keempatnya terjatuh bersamaan. Ctak. Max mengisi peluru pistol nya dengan cekatan dan langsung mengarahkan pistol miliknya kearah keempatnya. Dor dor dor dor! Suara jeritan laki-laki tadi menggema saat Max menembak kaki mereka, keempatnya langsung menjerit ngilu dengan wajah kesakitan. Max menoleh mencari lelaki bertopi hitam tadi dan ternyata lelaki itu sudah melarikan diri. "Shitt!" Desisnya menggeram berniat mengejar namun harus terhenti saat merasakan tancapan keras di punggung. Max menoleh dengan wajah pucat, menatap salah satu penjahat yang terkekeh sinis karena berhasil melempar pisau ke punggungnya. "Sshhh.." "Kamu tidak akan bisa menangkap Bos kami!" Bangganya dengan aksen yang sangat kebule-bulean. Max sedikit kaget karena mereka bisa bahasa Indonesia. "Heh .. " Max menyeringai sinis. "Mungkin kalian belum pernah merasakan disiksa sampai dibuat mengatakan semuanya." Ucap Max dengan tangan menutup luka robek yang terus mengucurkan darah. Keempat lelaki itu langsung memucat. "Tangkap mereka!" Max terkesiap, dan alisnya seketika menukik tinggi saat melihat Abian membawa bawahannya. Kenapa Abian tiba-tiba datang? Abian terlihat menyuruh bawahannya menangkap para penjahat yang sudah dikalahkan Max tadi, dan tanpa rasa bersalah berniat pergi begitu saja. Max langsung mencekal tangannya. "Setidaknya kalau mau pura-pura jadi pahlawan lakukan dengan benar." Desis Max menunjuk teman-temannya yang sejak tadi sudah tak sadarkan diri. Abian menepis kasar tangan Max tak mengindahkan rintihan ngilu Max yangs sedang terluka. Abian melangkah maju, tersenyum sinis kearah Max. "Terimakasih sudah mengingatkan." Balas Abian lalu menepuk bahu Max dua kali dan berbalik pergi. Abian benar-benar membawa para penjahat dan rekannya tadi pergi, Max sangat tau kalau lelaki itu pasti nanti akan mengaku kalau dia pahlawan di cerita kali ini. Max sudah terbiasa sampai muak rasanya. "Abian itu .. " Max menjeda ucapannya, terduduk dengan darah makin mengucur hebat. "Setidaknya dia tolongin aku kek." Kekeh Max miris sebelum kesadarannya hilang. *** TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN