12: Rival

1972 Kata
"Kiranti?" Ken tersenyum cerah melihat Kiranti ada di tempat yang sama, sepertinya Kiranti memang jodohnya. Tapi alis Ken jadi menukik tinggi saat melihat Max yang duduk satu meja dengan Kiranti. "Oh kalian lagi makan bareng ya? Aku boleh gabung?" Mulut Ken sih bertanya, tapi tanpa menunggu ijin langsung nyelonong duduk membuat Kiranti jelas sungkan menolaknya. "Kamu ngapain disini?" Tanya Kiranti, raut wajah Max mulai terlihat tidak enak dipandang. "Mandi, ya makan lah Ran pake nanya lagi." Ken terkekeh sambil menggeleng kecil. Kiranti jadi mendelik. "Ih kan aku cuma basa-basi, gak asik kamu!" Dengus Kiranti. Ken sontak menyemburkan tawanya. "Yaudah ulang lagi!" Titahnya membuat Kiranti spontan menabok lengannya. "Udah basi!" "Kan niatnya emang mau basa-basi Ran." Ken tertawa geli membuat dua orang itu jadi bertengkar ringan. Max diam-diam mengepalkan tangannya dengan d**a memanas, "Ran ayo pergi!" Tegas Max menyentak Kiranti. Melihat raut tak sedap Max membuat Kiranti jadi merasa bersalah, pasti Max cemburu. "Aku pergi--" "Gimana kalo kita nonton? Ada film bagus banget yang baru rilis." Ken tersenyum tanpa dosa kearah Kiranti, juga secara tersirat mengusir Max. Max mulai terlihat kehabisan kesabaran, semakin dibiarkan lelaki ini makin ngelunjak saja. Max tidak bisa tinggal diam lagi. "Kiranti pulang sama saya!" Max menarik tangan Kiranti agar merapat kearahnya. Ken terlihat mengernyitkan dahi. "Sebaiknya Kiranti sama saya saja, saya bawa mobil." Wah kurang ajar sekali lelaki ini, dia meremehkan Max. "Saya juga bawa mobil!" Tandas Max. Ken malah terkekeh ringan. "Oh bagus dong, kalau begitu kamu bisa balik sendiri sekarang." Max menggeram tertahan, mungkin kalau tidak ditahan ia pasti sudah menghajar habis-habisan lelaki ini. Kiranti terlihat mulai kebingungan, ia dan Max memang sepakat untuk tidak mengkoar-koarkan perihal hubungan mereka tapi melihat situasi sekarang sepertinya ia akan mengatakan kalau ia dan Max sudah menikah. "Ken--" "Udah ayo Ran kita pergi!" Lagi-lagi Ken menyerebet ucapannya. Max sudah habis kesabaran, dengan rahang mengerat lelaki itu menatap marah Ken. "Kiranti istri saya!" Deg! Ken menegang, spontan menatap wajah Kiranti menuntut. "Bener Ran?!" "Iya, maaf ya Ken aku gak jujur. Karena niatnya memang biar cuma keluarga dulu yang tahu." Jelas Kiranti, karena rencananya ia baru akan memberitahu semua orang saat mereka melakukan resepsi besar-besaran nantinya. Ken membeku, darahnya berdesir hebat. Ia seperti dihantam oleh sesuatu yang sangat keras, inilah namanya gagal sebelum berjuang. "A-pa?" Tanya Ken tercekat. Kiranti meringis kecil, mengira kalau Ken syok karena sesama teman tidak jujur. "Hehe sorry ya Ken, sebagai permintaan maaf ntar kamu jadi orang pertama yang aku undang pas resepsi deh." Ucap Kiranti dengan ringannya. Ken mengepalkan tangannya, meneguk ludah susah payah. "T-trus kemarin apa?" Tanyanya lirih. Max sontak memicingkan mata curiga, Kiranti malah kebingungan. "Kemarin apa?" Herannya tak paham. Ken menatap luka Kiranti. "Kita seharian jalan bareng, aku kira--" "Oh itu!" Kiranti menjentikkan jari tangannya ingat. "Kita kan temen, gak ada salahnya dong jalan bareng, makasih banget ya kemarin udah hibur aku!" Kiranti perpaduan antara polos dan bego, saking gak peka nya ia bisa berujar sesantai itu. "Kamu jalan bareng sama Ken?" Tanya Max tak percaya. Kiranti mengangguk. "Iya, kemarin Ken ajakin aku jalan bareng." Jelasnya ringan tanpa merasa bersalah. Ken sudah tak habis pikir, menumpukan badan di meja dengan kepala menunduk, lelaki itu tertawa meratapi nasibnya yang miris. "Aku suka sama kamu Ran." Lirih Ken disela kepedihannya. "Apa?!" Kiranti memekik syok. Max langsung mencekram kerah kemeja Ken murka. "Apa Anda bilang?!" Desisnya, bahkan mereka bertiga sekarang sudah mencuri atensi semua pengunjung restauran. "Saya suka sama Kiranti." Jawab Ken dengan tatapan kosong, Max langsung melayangkan tangannya. "MAX!" Pekik Kiranti kaget mencoba mencegahnya, dan berhasil pukulan lelaki itu cuma melayang di udara. "Kita bicarakan baik-baik." Ucap Kiranti sungguh berada di keadaan yang sulit. Tak pernah ia duga kalau Ken menyimpan perasaan kepadanya, Kiranti seperti makan buah simalakama. Kedua bola mata Max sudah memerah dengan rahang mengeras, sumpah ini pertama kalinya Kiranti melihat Max semenyeram kan ini. "Lebih baik Anda pergi!" Max mendorong Ken yang masih dicekramnya tadi sampai terhuyung mundur. "Dan jangan pernah ganggu istri saya lagi atau Anda akan melihat akibatnya nanti!" Ancam Max tidak main-main. Ken seperti orang linglung, belum bisa menerima semua kenyataan yang menghantam nya bertubi-tubi ini. Angan-angan yang sudah tingi ia bangun lenyap seketika. Max tanpa menunggu lama langsung menarik pergelangan tangan Kiranti, dan menyeretnya paksa. Rintihan ngilu Kiranti tidak menggoyahkan lelaki itu sedikitpun, Max sungguh emosi sekarang. BRAK! Kiranti meringis kaku saat hantaman pintu mobil menggema di gendang telinganya, Max memasang seatbelt nya kasar dan langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan gila. Kiranti cuma bisa menggigit bibirnya, mulai merasa ketakutan. Perjalanan 15 menit yang biasanya terasa menyenangkan kali ini berubah mencekam, setiap detik terasa mencekiknya. Kiranti tidak mampu berkata apa-apa, melihat Max yang masih diselimuti emosi membuatnya tak berani bersuara. Mobil mereka akhirnya sampai di apartemen, tidak seperti biasanya Max yang bersikap perhatian, kali ini lelaki itu melenggang pergi tanpa menengok sedikitpun kearah Kiranti. Kiranti makin dibuat bertanya-tanya, sebenarnya kesalahannya ada dimana? Begitu membuka pintu kamarnya hal pertama yang ia lihat adalah gelap, gorden yang tertutup dengan lampu yang dimatikan membuat suasana temaram melekat disana. "Max ... " panggil Kiranti takut-takut, lelaki itu sedang berdiri menghadap tembok. Di tembok ada apanya coba? "Max." Kiranti mencoba mendekat tapi Max langsung beranjak pergi, Kiranti menyusul, ternyata Max sedang menonton TV. Kiranti pelan-pelan duduk disebelah Max, tapi lelaki itu malah bergeser menjauh membuat Kiranti menahan napas mencoba sabar. "Max--" "Ran aku lagi pengen sendirian!" Tegas Max dengan pandangan terarah kosong ke layar TV. "T-tapi kata kamu tadi pagi, hari ini kita harus berduaan, besok kamu sudah kerja." Ujar Kiranti menyahut. Max tersenyum miring, menyandarkan punggungnya di sandaran sofa sambil bersedekap. "Tapi kayaknya kamu lebih nyaman sama Ken daripada aku, kamu bahkan udah jalan berdua sama dia." Sindir Max tanpa ekspresi. Kiranti tersentak, sekarang paham kenapa suaminya ini bisa sangat marah kepadanya. "Soal jalan itu .. aku beneran cuma anggap Ken temen kok, aku-- ARRGH!" Bola mata Kiranti bergetar kaget karena Max tiba-tiba memojokkan nya ke sudut sofa. "Sepertinya kamu harus belajar lebih baik lagi Ran, dimana-mana istri akan minta ijin suami saat ingin pergi, apalagi kalau perginya dengan lelaki lain." Ucapan tenang Max itu menusuk tajam ke d**a Kiranti. "T-tapi kamu waktu itu gak bisa dihubungi, makanya aku pergi dengan Ken untuk menenangkan pikiran." Mendengar penjelasan Kiranti, bukannya selesai tapi malah memancing percikan api semakin panas. "Kamu sadar ucapan kamu barusan? Itu berarti kamu sedang mencari pelampiasan!" Tandas Max semakin murka. Kiranti mulai berkaca-kaca, ketakutan setengah mati, Max yang menyudutkannya ini membuat batin dan jiwanya tertekan hebat. Max masih tak berpindah dari posisinya, tatapan matanya pun tidak mengendor meskipun melihat Kiranti yang sudah menangis, kali ini Max sungguh marah besar. "M-mmax ... " Kiranti berusaha menggapai lengan suaminya, namun Max dengan cepat mundur. "Aku mau pergi, gak usah tunggu aku!" Lalu lelaki itu sudah hilang diantara belokan pintu. Max pergi. Meninggalkannya sendirian, membuat tangis Kiranti kian meledak kencang. "H-hiks ... Max ja-ngan tinggalin aku, hiks-hiks." Mungkin Kiranti salah, tapi apakah tindakan Max juga dibenarkan? Tanpa mereka berdua sadari, mereka masih kukuh pada ego masing-masing. *** Sudah jam 8 malam. Tapi batang hidung suaminya tidak terlihat sedikitpun, Kiranti cuma bisa pasrah meringkuk di pojokan, mata bengkak dan wajah sembabnya sungguh sangat parah karena ia menangis seharian. Bahkan ia tidak makan sejak pagi tadi sampai malam, Kiranti cuma memikirkan Max. Tit. Kiranti menegak, Max pulang! Tanpa tunggu lama ia langsung beranjak, tapi langkahnya berhenti di depan gagang pintu kamarnya. Kalaupun ia menyambut Max apakah lelaki itu senang? Kiranti takut mereka malah akan bertengkar semakin parah. Akhirnya Kiranti memilih mundur teratur, kembali meringkuk di tempatnya tadi, tapi kali ini ia sedikit lega karena Max sudah pulang, setidaknya suaminya tidak pergi dari rumah. Ceklek. Pintu kamarnya terbuka, terlihat Max yang masuk ke kamar sambil meneteng jaket, wajah Max sangat datar bahkan nyaris tanpa ekspresi sedikitpun. Tidak ada raut marah, sedih, atau kesal karena Max benar-benar tidak berekspresi. Lelaki itu terlalu pintar menyembunyikan perasaannya. Mata Max dan Kiranti bertemu, cukup lama mereka bertatapan sampai akhirnya Max masuk ke kamar mandi. Kiranti tersenyum kecut, masih tidak berpindah dari posisinya. Bahkan setelah Max keluar kamar mandi dan naik ke ranjang mereka berdua tidak berbicara sepatah katapun. Mereka layaknya dua orang asing yang tidak saling mengenal. Max tidur, memunggunginya, benar-benar tidak memberikan kesempatan sedikitpun pada Kiranti. Sebenarnya apakah kesalahannya sefatal itu sampai Max tidak mau memaafkannya? Kenapa Max sangat egois. Kiranti berdiri sempoyongan dari duduknya, melihat situasi sekarang sepertinya sangat mustahil untuk mereka berdua tidur satu ranjang. Kiranti akhirnya mengalah keluar kamar, sedikit miris sebenarnya karena ini hari terakhir mereka bisa bersama tapi malah digunakan untuk bertikai hebat. Kiranti melangkah terseok-seok keluar kamar, sudah lemas karena tidak makan ditambah menangis seharian rasanya tubuh Kiranti nyeri semua. Kiranti masuk ke dapur, menuju kulkas dan mengambil s**u untuk diminum, tak lupa ia juga mengambil selembar roti tawar, Kiranti tidak ingin mencari penyakit kalau tidak makan. "Hiks-hiks .. " Kiranti mengunyah roti dengan tangan menutup hidung menahan isakan. Sangat sakit, dadanya sesak, ia tidak kuat didiamkan begini. Tak. Kiranti terlonjak, mendongak melihat Max yang sedang menyalakan kompor, Kiranti cuma bisa mengamati dalam diam kearah Max yang mulai memasak. Sebenarnya Max mau apa? "Makan!" Titah Max mendorong piring berisi spageti instan buatannya. Kiranti mengerjap, menatap Max tak percaya. "B-buat aku?" Kiranti menunjuk dirinya sendiri. Max tidak menjawab, langsung melenggang pergi begitu saja. "Tidur di kamar!" Itu adalah perintah terakhir Max sebelum masuk ke dalam kamar. Kiranti mengulum bibirnya, diam-diam menahan sesuatu yang merekah di dadanya. Meskipun marah lelaki itu nyatanya tetap perhatian kepadanya, Max tetaplah lelaki tsundere kesayangannya. Setelah menghabiskan makanannya Kiranti cepat-cepat masuk ke dalam kamar, terlihat lelaki itu sedang duduk bersandar di kepala ranjang sambil membaca buku, Kiranti mendekat hati-hati, lalu dengan sangat perlahan mendudukkan diri disebelah Max. "Makanannya udah habis?" Tanya Max datar. Kiranti mengangguk. "Udah!" Jawabnya senang, padahal Max juga tidak akan melihatnya mengangguk karena Max sama sekali tidak meliriknya. Lalu hening, keduanya tidak ada yang membuka suara lagi. Kiranti mengamati wajah Max lekat, semakin diperhatikan ketampanan lelaki itu semakin bertambah berkali-lipat. "Sayang, kamu gak mau maafin aku?" Rayu Kiranti menempel ke tubuh Max. Max terlihat kaget mendengar panggilan baru istrinya itu, tapi agaknya masih belum terlalu kuat untuk menghancurkan benteng kokohnya. "Sayang ... maafin aku." Cicit Kiranti pelan sambil melingkarkan tangannya ke sekitar perut Max, "maafin aku, janji gak akan diulangi." Kiranti mencium pipi Max lembut. Max memejamkan matanya sesaat, menurunkan buku bacaannya dan menghadap Kiranti seutuhnya, "kamu sudah tau salah kamu dimana?" Tanya Max datar. Kiranti mengangguk pelan. "Maaf ya, gak akan aku ulangi." Janjinya. Max menghela napas berat, meraba wajah mungil Kiranti. "Aku gak suka kamu dekat-dekat dengan lelaki itu!" "Aku akan jauhi Ken mulai sekarang." "Aku juga gak suka kamu dekat dengan lelaki manapun!" "Aku janji gak akan dekat dengan lelaki manapun." Max tersenyum samar, mulai luluh. "Kamu cuma milik aku." Bisiknya sambil mendekap erat tubuh Kiranti, rasanya ia jadi sangat merindukan istrinya ini. "Kamu seharian kemana?" "Gak kemana-mana, aku diem aja di dalam mobil." Aku Max, setelah adegan pelariannya dari apartemen tadi ia sesungguhnya hanya berdiam diri di dalam mobil yang ada di parkiran karena ia tidak mau bertengkar lebih hebat apabila tidak mendinginkan pikiran. "Aku takut kamu ninggalin aku." Kiranti mendekap erat Max, menyenderkan kepala di d**a bidang suaminya. "Gak akan." "Aku sayang banget sama kamu." "Rasa sayangku ke kamu lebih besar dari bayangan kamu." Balas Max lirih, jadi menyesal karena sudah membuat wanita paling dicintainya ini menangis. Kiranti mendongak, langsung mengecup bibir Max, disambut senang hati oleh lelaki itu. Max mulai melumat khitmat bibir istrinya. Setidaknya untuk pasangan suami istri, cara berdamai paling indah itu menggunakan bahasa tubuh. Di lain sisi terlihat seorang lelaki yang sedang tersengal-sengal karena habis mengobrak-abrik kamarnya, mata Ken memicing misterius saat terpikirkan rencana gila. Perlahan Ken mengambil HP nya dan mendial nomor seseorang. "Saya ingin pegawai bernama Kiranti Cantika Putri di pecat kalau tidak saya akan membatalkan investasi di perusahaan Bapak!" Ancam Ken dengan seringai samar yang hampir tak terlihat. Ia akan membuat Kiranti bertekuk lutut kepadanya. *** TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN