14: Pulang

1927 Kata
Max mengerjapkan matanya pelan, sayup-sayup terdengar suara yang tidak jelas. Telapak tangannya terasa digenggam, hangat itulah yang Max rasakan. "Max kamu udah siuman?!" Ajeng mengerjap antusias. Max memicing mencoba menyesuaikan sinar matahari yang menyilaukan matanya. "Ini dimana?" Tanya Max serak dan langsung merintih saat merasakan denyutan ngilu di punggung. "Jangan gerak dulu, luka kamu masih basah." Tahan Ajeng, posisi Max sekarang miring. "Minum." Max berujar lemah, Ajeng dengan kekuatan secepat kilat mengambil teko air dan menuangnya ke gelas. Dengan lembut Ajeng membantu Max minum. "Pelan-pelan." Bisik Ajeng menatap Max dalam. Max meneguk air di gelas sampai sisa setengah, setelahnya beranjak duduk dengan kepayahan. "Kamu istirahat dulu Max." Tahan Ajeng tak dihiraukan Max. "Jenderal dimana?" Tanya Max langsung tanpa basa basi, tak aneh jika Ajeng kadang datang ke barak karena gadis ini memang punya ilmu medis yang berguna. "Papah ada di ruangannya." Jawab Ajeng. "Kamu masih sakit Max, gini aja kamu bilang apa yang ingin kamu omongin ke Papah biar nanti aku sampein." Ajeng masih tak tega membiarkan lelaki yang dicintainya ini kesakitan. Ya Ajeng akui, ia masih suka pada Max. Ajeng tak peduli sekalipun Max sudah beristri. Max menggeleng, berdiri dengan sedikit tertatih. Max tidak mengenakan baju atasan, hanya berbalut perban. Meskipun terluka lelaki itu masih tampak gagah melenggang ke ruangan atasannya, Ajeng dibelakang ternyata ikut mengekor karena khawatir pada keadaan Max. Sesampainya di ruangan, terlihat Widyatama sedang berbicara dengan Abian. Max menarik napas dalam, sebelum dengan pelan mendekat. Atensi Widyatama seketika teralih pada Max. "Loh Max ngapain kamu disini? Kamu masih butuh istirahat!" Widyatama tampak kaget dengan kedatangan Max. Max memberi hormat meskipun luka di punggungnya terasa menyengat. "Siap! Saya ingin laporan!" Widyatama menggeleng tak habis pikir, berjalan mendekat dan menyuruh Max untuk duduk. Meskipun enggan Max tetap menuruti perintah atasannya itu. "Kamu gak perlu repot-repot, Abian sudah menjelaskan semua kronologi nya." Jelas Widyatama. Max langsung melirik Abian, lelaki botak itu terlihat menyunggingkan senyuman miring dengan angkuh. Sudah pasti Abian habis memutarbalikkan fakta. "Tuh kan Max apa aku bilang, kamu itu mending istirahat sekarang!" Omel Ajeng membuat Widyatama terkekeh geli. "Khawatir banget nih." Goda Widyatama membuat Ajeng jadi mendelik malu-malu. Abian diam-diam mengepalkan tangannya, terlihat sangat dengki kepada Max. Sejujurnya Abian sudah tidak suka pada Max sejak awal, Max itu cerdas, kuat, bahkan menjabat sebagai Kapten diusia yang sangat muda. Menurut Abian semua yang dimiliki Max sangat tidak adil baginya, dan lagi ada satu hal yang membuat Abian memusuhi Max, gadis yang sangat didambakannya malah menaruh perhatian pada Max. Ini sungguh tidak adil, bukankah setidaknya Max harus memiliki kekurangan. Tapi kenapa lelaki itu sangat sempurna! "Yasudah kamu kembali istirahat biar Ajeng yang jaga, Abian kamu juga bisa kembali." Widyatama menatap Abian. Abian langsung memberi hormat dan melenggang pergi dengan lirikan sinis pada Max yang sedang dipapah Ajeng. Cuih! Lelaki itu pasti cuma caper! "Kamu gak perlu cemas Max." Ajeng tiba-tiba memegang lengan Max dengan senyuman lembut. Max mengernyit tak paham. "Aku tau kamu pasti kepikiran karena gagal menjalankan tugas, tapi gak perlu khawatir Papah pasti juga bisa paham." Ajeng menatap lekat manik mata Max. Max terdiam, menggumam terimakasih. Sebenarnya daripada hal itu ada yang lebih Max cemaskan. Bagaimana nanti ia akan menjelaskan pada istrinya tentang luka nya ini? *** "Bang anterin aku pulang ya." Kiranti mencegat Farel saat di parkiran mobil, berhubung disana sepi Kiranti jadi tak takut ketahuan. Farel mendengus malas. "Minta jemput suamimu sana!" "Ailaaah Bang .. Max lagi pergi tugas." Rengek Kiranti sambil bergelendotan di lengan Farel membuat Farel jijay. "Ck yaya oke!" Jawab Farel nggak ikhlas sama sekali. "Kasian amat penganten baru ditinggal-tinggal!" Cibir Farel begitu menjalankan mobilnya. Kiranti mendelik sinis. "Daripada yang jadi duta jomblo gak laku-laku!" Sarkas Kiranti balik. Farel langsung mencubit hidung Adiknya itu gemas. "Dasar bocah kurang ajar!" Desis Farel di balas peletan lidah kurang ajar Kiranti. "Dek." Panggil Farel mendadak serius. "Hm?" "Kamu tinggal di rumah Papah Mamah aja dulu, daripada sendirian di apartemen, bahaya." Kiranti menyandarkan punggungnya ke kursi mobil. "Nggak mau ah, lagian di apartemen aman kok. Kan ada satpam." Farel menghela napas panjang. "Yaudah tapi Abang nginep di apartemen kamu sampai Max balik." "Idih~" Kiranti memicingkan matanya geli. "Mau sok jadi Abang yang keren ya?" Tuduh Kiranti membuat Farel langsung menjitaknya keras. "Bisa serius gak sih?!" Jengkel Farel. "Aku cuma bisa serius sama Max doang." Farel beneran gregetan setengah mampus, heran kenapa Adik nya ini gak jelas banget. Kok gak ada keren-kerennya kayak dirinya gitu(?) "Emang berapa hari Max pergi?" "Semingguan." Farel mengangguk, bertepatan menghentikan mobilnya begitu sampai di parkiran apartemen. Kiranti menatap Abangnya itu serius. "Abang beneran mau tinggal disini beberapa hari?" Farel melepas seatbelt nya, mengangguk tak berarti. "Hm, cuma seminggu doang kayaknya masih bisa." Berhubung Farel tidak ada job keluar kota. Kiranti mengangguk saja. "Trus mau pake baju apa? Abang gak bawa apa-apa?" Heran Kiranti. Farel menyengir kecil. "Gak, ntar pake baju Max aja lah." "Eits gak boleh!" "Dih kok pelit amat sama Abang sendiri?!" Kiranti mencebik, "soalnya kalau Abang pake bajunya, nanti aku kangen sama Max." Kiranti menundukkan wajah sendu. Dan Farel langsung mengangkat kedua sudut alisnya, menciptakan guratan tak terbaca, dengan pelan Farel mengacak rambut Kiranti. "Yaudah nanti Abang suruh orang bawain baju Abang." *** Hampir seminggu penuh Max dirawat Ajeng, selain memberinya obat Ajeng selalu telaten memasakkan makanan pribadi khusus untuk Max. Sudah menjadi rahasia umum kalau Ajeng menyukai Max, bahkan mungkin semua anggota Tentara disana juga mengetahui hal itu. Banyak yang menganggap Max beruntung tapi tak sedikit pula yang diam-diam memusuhinya karena mengira Max sengaja menggoda Ajeng demi mendapat perhatian sang Jenderal. "Aku bisa makan sendiri." "Nanggung Max ini tinggal sedikit!" Kekeh Ajeng. Max menghela napas pasrah, kembali menerima suapan dari Ajeng. Padahal orang yang dirawat di ruangan ini bukan dirinya saja, tapi Ajeng cuma perhatian padanya. Membuat orang-orang itu jadi melototi Max sirik, berhubung Max orangnya cuek ia tidak peduli dengan pandangan orang di sekitarnya. "Yey habis." Ajeng tersenyum sumringah, menatap wajah Max. "Eh ada kotoran." Max mengernyit, reflek memegang bibirnya tapi sudah kedahuluan Ajeng yang menyapu bibirnya dengan ibu jari. Max tertegun, menatap wajah perempuan itu lekat. "Ah, m-maaf tadi beneran ada kotoran." Ajeng yang ditatap jadi salah tingkah. "Hm." Max membuang muka acuh, nampak tak peduli juga, membuat Ajeng diam-diam merasa muram. Kapan ia bisa mendapatkan hati Max? "Eung ... aku taruh piring kotor dulu ya." Pamit Ajeng diangguki Max, gadis berwajah ayu itu akhirnya keluar dari tenda darurat itu. Max memejamkan matanya, mencoba mengambil ketenangan dibalik suara dedaunan hutan yang saling bergesekan, inilah salah satu alasan Max suka saat bertugas di tengah hutan, suara rerimbunan daun dan hewan-hewan menenangkan pikirannya. "Gak usah pura-pura sakit, bangun!" Max berjengkit, membuka matanya kaget, terlihat Abian sudah berdiri didepannya dengan wajah kusut. "Enak banget ya beberapa hari cuma rebahan doang." Sindir Abian sinis. "Enak banget ya yang habis ngaku jadi pahlawan." Balas Max telak dengan datar. Abian mengepalkan kedua tangannya, menatap tajam Max. "Aku bukannya sok jadi pahlawan, tapi aku memang pahlawan yang sesungguhnya. Tanpa aku pasti penjahat-penjahat itu gak bisa tertangkap!" Abian nampak sangat geram karena Max menatapnya rendah. Max tersenyum, bukan senyuman ramah melainkan senyuman sinis penuh sindiran. "Kalau kamu beneran pahlawan harusnya kamu bisa dong tangkap Bosnya." Balas Max, pasti Abian juga belum pernah bertemu dengan pria asing bertopi hitam itu. Abian terdiam, nampak kalah telak. Sebenarnya tugas kali ini ia dan Max harus bekerja sama menangkap musuh, tapi Abian sengaja menggunakan kesempatan kali ini untuk mengalahkan Max, dan berhasil, ia bisa kembali dengan keadaan tanpa luka tidak seperti Max yang tumbang karena memang benar-benar melawan musuh. Membuat poin nya bertambah di mata Widyatama. Pokoknya hanya dirinya yang pantas menjadi menantu Jenderalnya itu! "Eh, Abian?" Abian menoleh, begitu melihat Ajeng wajah garangnya tadi seketika berubah lembut dan berwibawa. Max mendengus geli. "Kamu khawatir ya sama Max?" Tanya Ajeng dengan senyuman lembut. "Iya, mau bagaimanapun juga Max kan rekan ku." Balas Abian menyunggingkan senyuman munafik. Ajeng tampak terharu. "Pertemanan kalian memang kuat ya." Max dan Abian spontan mengumpat dalam hati bersamaan. "Oh iya Max, kata Papah kamu boleh pulang." Max mengerjap senang, tanpa sadar menyunggingkan senyuman lebar, hal yang tidak pernah lelaki ini tunjukkan di hadapan orang lain. "Aku harus siap-siap!" Ujar Max bersemangat, buru-buru turun dari atas tempat tidur. "Seneng banget ya Max?" Tanya Ajeng dengan senyuman ikut merekah menyaksikan kebahagiaan Max. Max mengangguk, dengan cepat keluar tenda. Ajeng ingin menyusul, tapi keburu di cekal Abian. "Kenapa?" Tanya Ajeng menatap Abian bingung. Abian meneguk ludah mencoba melawan groginya. "Kita bisa bicara sebentar?" Ajeng tersenyum simpul. "Lain kali aja Ian, soalnya aku mau ikut nganter Max, aku khawatir sama Max." Abian tertegun, tak bisa berkata-kata. "Yaudah aku pamit ya!" Ajeng selanjutnya melenggang pergi sambil melambai riang, tak tau kalau sudah menghancurkan sedikit demi sedikit hati lelaki itu. Setelah kepergian Ajeng, Abian tampak menggeram kecil. "Apa sih bagusnya Max?" Desisnya tak terima. *** "Ihh Bang! Kok gak pake baju sih?!" Kiranti mencak-mencak menatap Farel yang dengan santai nya seliweran cuma pakai handuk di pinggang. "Ini kan hari terakhir Abang tinggal disini, Abang mau bebas!" Farel memang biasanya jarang pakai baju saat di rumah, berhubung seminggu tinggal disini ia menahan diri maka di hari terakhir Farel mau melakukan apapun yang ia inginkan. Kiranti yang sedang makan sereal jadi tak berselera. "Kenapa ya pas lihat Max gak pake baju itu hot, tapi giliran Abang yang gak pake baju aku kudu gumoh." Kiranti mengernyih jijik. Farel langsung melempar roti tawar yang akan ia oles selai ke wajah Kiranti. "Heh ya jelaslah lhawong Max suami kamu! Malah serem kalau kamu tertarik sama tubuh Abang." "Dih amit-amit jabang bayik!" Kiranti menggelinjang geli. Farel tertawa kecil, mengambil satu roti lagi dan mengolesnya dengan selai. Kali ini keduanya sudah khuyuk makan tanpa bertikai meskipun sesekali mereka adu peletan lidah. "Abang cari istri dong, ini saranku serius loh Bang." Celetuk Kiranti. Farel menyandarkan punggungnya ke kursi, melenguh pelan. "Boro-boro istri, ketemu cewek aja Abang jarang." "Makanya jangan urus kerjaan mulu!" Sembur Kiranti. "Makanya kamu juga sebagai Adek bantuin Abang dong urus perusahaan!" Sarkas Farel. Membuat keduanya saling adu pelotot. "Dih males ah." Gumam Kiranti tanpa beban hidup sedikitpun. Farel menggeleng pasrah, mungkin memang takdirnya menjadi perjaka tua. Ting Tong! Kiranti menoleh cepat, Farel mengangkat alis. "Pasti itu Max!" Seru Kiranti tak sabaran lalu berlari membuka pintu. Dan benar saja di depan pintu terlihat Max berdiri menunggu, Kiranti tanpa menunggu lama langsung menubruk tubuh suaminya dan melingkarkan lengannya ke perut Max erat-erat. Max tersenyum tipis, membalas pelukan hangat isttinya. "Kangeeeen!!" Rengek Kiranti melompat-lompat bahagia di pelukan Max. Max mengecup dahi istrinya lembut. "Aku juga." Bisik Max membuat Kiranti makin erat memeluknya. "Ekhem!" Farel berdehem tak santai, menatap sengak dan judes. "Lebih baik langsung ke kamar deh, aku sepet lihatnya!" Sindir Farel membuang muka gedek. Kiranti tertawa mengejek, Max kaget. "Loh Mas Farel nginep disini?" "Jagain tuh bocah, takut di gondol wewegombel." Ceplos Farel ngasal. "Makasih ya Mas." Max menatap Farel sungkan. Farel mengibaskan matanya malas. "Hm, udah-udah kalian pergi ke kamar sana. Aku beneran males jadi nyamuk pagi-pagi!" Usir Farel berasa apartemen nya milik sendiri. Kiranti dan Max beneran pergi ke kamar tanpa dosa, meninggalkan Farel yang makin mencak-mencak di depan pintu. "Gini amat nasib jomblo!" Decaknya sambil memegang knop pintu untuk menutupnya. Tapi gerakannya seketika terhenti saat melihat seorang gadis yang berjalan mendekat. Farel mengernyit dalam, Ajeng melongo cengo menatap Farel yang cuma mengenakan handuk, bahkan saking cengonya Ajeng malah tidak berkedip. Siapa lelaki ini? Kenapa gak pake baju? Ajeng mulai berpikir yang aneh-aneh menggunakan otaknya. Farel mengangkat alis, bersandar di daun pintu santai. "Cari siapa?" Tanya nya malah menambah kebingungan Ajeng. Ajeng menatap Farel canggung. "A-anu .. saya-- ARRRGHHH!!" Ajeng menjerit, spontan menutup matanya. Saat handuk yang dikenakan Farel tiba-tiba melorot. *** TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN