33. Forgiven

1555 Kata
Rose menarik napas dalam-dalam, dan sambil menutup kedua mata, gadis itu pun mengembuskan napasnya dengan desahan panjang. Perlahan namun pasti, kelopak mata Rose mulai terbuka. Bersama hatinya yang seperti mendesah lega. Sungguh, ketika Rose mengembuskan napasnya, dia merasa hatinya seperti menjadi lega. Seakan-akan tali yang mengikat di d**a dan membuat napasnya sesak itu sudah terlepas, sehingga Rose bisa mengembuskan napas lega. Benar-benar lega. Sekalipun dia masih memikirkan kondisi Catherine, tetapi rasa khawatirnya sudah tak separah sesaat sebelum dia mengatupkan tangan dan bersujud memohon pertolongan kepada Yang Kuasa. Sekarang yang tersisa hanyalah pengharapan dan itulah satu-satunya yang dipegang oleh Rose dan berjanji tak akan menyerah walau dalam keadaan apa pun. Dengan begitu, batin Rose semakin dilegakan. Gadis itu kemudian memutar tubuh dan bersiap untuk meninggalkan tempat suci tersebut. Namun, ketika kepalanya terdongak, Rose pun mendelik kaget melihat keberadaan Dany di ambang pintu. Lelaki itu terdiam sambil mematri tatapan kepada Rose. Tampak kedua bahunya merosot dan Rose dapat merasakan desahan napas yang berembus keluar dari mulut lelaki itu. Hati Rose sedang damai dan dia tidak mau merusaknya dengan berdebat dengan Dany. Maka gadis itu menarik kedua sudut bibirnya ke atas, membentuk senyum di wajahnya yang tampak begitu cantik. Rose masih di sana, berdiri di tempatnya dan menghabiskan beberapa detik hanya untuk memandang Dany. Gadis itu butuh waktu untuk berdamai dengan dirinya sendiri. Sejurus kemudian, tampak Rose mulai menghela napas dalam-dalam lalu mengembuskannya dengan desahan panjang. Setelah entakkan napasnya itu, Rose pun mulai menggerakkan kakinya, melangkah menghampiri Dany. Mungkin jika ada jalan keluar lain, Rose akan menempuhnya. Namun, gadis itu tak memiliki jalan keluar lain sehingga satu-satunya jalan yang dia pilih adalah dengan menghampiri Dany yang berdiri di ambang pintu. “Rose.” Panggilan itu terdengar lirih. Mau tidak mau membuat Rose memutar pandangan menatap lelaki tersebut. Sudut bibir Rose berkedut, sekilas memberikan senyum di wajahnya lalu dia menundukkan kepala sembari menyatukan jari-jarinya. “Hah ....” Rose mendesah, kini mendongak dan menatap lurus ke depan. “Rose, aku sungguh minta maaf,” ucap Dany. Membuka percakapan dan berusaha membuat Rose menaruh atensi kepadanya. Terdengar desahan berat dari lelaki itu. “ucapanku tadi benar-benar keterlaluan dan kupikir aku sudah sangat menyakiti hatimu.” Mendengar ucapan Dany, membuat Rose tergelak rendah. Sekejap gadis itu menoleh lagi ke bawah dan dia mendongak sambil mengulum bibir dan memberikan senyum simpul di wajahnya. Untuk sekelebat, Rose kembali terdiam dan tak mau menanggapi ucapan Dany. Memilih untuk meletakkan kedua telapak tangannya memegangi paha, lalu kembali mengembuskan napas panjang. “Well,” Akhirnya ada juga ucapan yang keluar dari bibir Rose. Dia mengerjap, mengedikkan alisnya ke atas lalu memutar wajahnya menatap Dany. “I forgive you,” kata Rose. Gadis itu menutup ucapannya dengan senyum simpul. Tampak manik mata Dany melebar. “Really?!” tanya Dany. Dengan senyum simpul yang bertahan di wajahnya, Rose pun menganggukkan kepala. “Ya, Dany. Jika aku yang berdosa ini kerap kali memohon pengampunan dan Tuhan mengampuni aku, lalu bagaimana dengan aku yang hanya ciptaan-Nya?” Rose kembali mengulas senyum di wajahnya sebelum menganggukkan kepala dan menatap Dany. “Aku memaafkanmu, Dany,” kata Rose sekali lagi. Maka Dany menarik sudut bibirnya ke atas. Wajahnya yang tampak memelas semenit yang lalu kini menyunggingkan senyuman. “Rose, ya ampun ....” Didorong oleh rasa gembira yang meluap dalam hatinya, Dany pun hendak mendekat dan berniat meraih tubuh Rose, tetapi dengan cepat gadis itu mengangkat tangannya hingga ke depan wajah, menyuruh Dany untuk tidak melakukan apa pun yang ada dalam pikirannya. “Aku memaafkanmu, bukan berarti kita masih bisa kembali seperti dulu.” Mendengar ucapan Rose membuat Dany mengerutkan dahinya. Senyum yang tadinya membingkai wajahnya lalu perlahan memudar. “Ap- apa?” gumam Dany. “what is that mean?” tanya Dany kemudian. Tampaknya Rose masih membutuhkan waktu untuk menenangkan dirinya. Ia pun menundukkan kepala, menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya dari mulut dengan desahan panjang. Pelan namun pasti, Rose mulai menggerakkan wajah. Menatap Dany dengan senyum sendu yang malah menggores hati Dany. Pun lelaki itu mendesah kemudian. “Maksudku aku sudah memaafkanmu dan itu sudah cukup. Kamu sudah punya wanita dan aku yakin bahwa dia menyukaimu.” “Rose, aku hanya mencintaimu dan kamu tahu itu.” Gadis muda itu tak dapat menahan gelak tawanya. Dia tergelak rendah. Menelengkan wajahnya, lalu membawa punggung ibu jarinya ke bibir. Menggigit kulitnya sambil terus tertawa geli. “Rose ....” Sementara Dany mendesah panjang. Dengan senyum geli yang bertahan di wajahnya, Rose kemudian mendongakkan wajah. “Well, aku juga mengerti mengapa kamu lebih betah dengannya. Mungkin karena dia bisa memuaskan hasratmu sementara aku tak bisa melakukannya.” Ucapan itu keluar begitu saja dari hati Rose. Sama sekali tak ada niat menyindir. Dia hanya mengatakan apa yang semestinya dan mungkin itulah kenyataannya. “Rose, ak-“ Ucapan Dany terhenti. Dia mendesah kasar sambil menutup mata, lalu dengan cepat lelaki itu mengusap wajahnya dengan kasar. Dany menggeram. “Rose, aku tidak memikirkan hal itu. Sungguh,” ungkap Dany. Gadis di depannya itu membalas ucapan Dany dengan senyum. “Aku paham, Dany,” kata Rose dengan anggukkan kepala. “kita hanya berteman sedari dulu. Menjadi sahabat. Tidur bersama di bawah satu selimut sambil saling menatap dan memegang tangan. Kamu sangat baik padaku, tetapi aku memaksakan egoku dan bersikeras untuk menjalin hubungan yang sehat. Mungkin karena itu hasratmu tak terpenuhi, jadi ....” “Rose, I swear to God, that is not my intention!” sumpah Dany sambil mengangkat jari tengah dan telunjuknya bersama. Matanya melebar menatap gadis di depannya. Kemudian Dany mendesah kasar. Lelaki itu kemudian memalingkan wajah. Mengusap wajahnya dengan kedua tangan, kemudian menggeram kuat di sana. Dany pun memutar tubuh dengan kasar. Kedua tangannya merambat ke atas. Meremas rambut tembaganya yang lebat itu dan dia kembali menggeram sebelum memutar tubuh kembali menatap Rose. “Rose, itu hanya kesalah pahaman.” Tampak Rose menghela napas lalu mengembuskannya dari mulut sambil menutup matanya. “Dany, kumohon. Jangan mengatakan suatu hal yang bisa menaikkan amarahku. Aku sudah bilang bahwa aku sudah memaafkanmu. Apakah kamu tidak tahu betapa sulitnya aku melakukan hal itu?!” Suara Rose naik setengah oktaf. Menyadari bahwa dia mulai tersulut emosi, Rose pun lalu mendengkus sambil memalingkan wajahnya. Gadis itu mengusap helaian rambut yang jatuh ke wajah hingga ke belakang kepalanya. “Kumohon Dany, jangan memaksa aku untuk marah. Demi Tuhan!” Melihat raut wajah Rose membuat Dany secara alamiah mendekat dan memegangi kedua sisi lengan Rose. “Rose, aku minta maaf karena sudah membuatmu marah. Namun, percayalah, aku hanya ingin bersamamu. Hubunganku dan Misela hanya sekedar hubungan semalam. Hatiku hanya untukmu, Rose. Kumohon pahamilah itu.” “Tetapi hatiku tak lagi menginginkanmu, Dany, bisa kamu pahami itu?” Rose mencondongkan wajahnya ke depan. Sepasang alis sempurna miliknya menukik ke tengah, memandang Dany dengan pandangan penuh peringatan. Sekalipun Rose tetap menjaga suaranya agar terdengar rendah. “Memergoki kalian bermesraan di atas ranjang, kamu pikir bagaimana perasaanku?” “Rose, sudah kubilang itu hanya-“ “Dan dengan gampang kamu bilang bahwa itu hanya hubungan semalam. Demi apa, Dany?!” Rose memilih untuk memalingkan wajahnya dengan kasar. Mulut Dany terbuka, tetapi tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya. Bibirnya keluh selama beberapa saat. Sementara otaknya memberikan peringatan penuh bahwa apa yang dikatakan Rose barusan adalah ambang dari batas kesabarannya. Seketika membuka pikiran Dany bahwa dia sudah melakukan sebuah kesalahan. Lelaki itu akhirnya menundukkan kepala, melepaskan desahan panjang. Dengan begitu, Dany kembali mendongak. Sekilas menatap Rose dan entah mengapa matanya terasa perih. Lelaki itu akhirnya memutuskan untuk memalingkan wajah. Sekali lagi mendesah berat dari mulut. “Oke,” gumam Dany. Pun lelaki itu mengangguk-anggukkan kepalanya. “semua memang salahku. Aku minta maaf,” ucap Dany. Dia mengambil satu langkah ke depan. Berdiri tepat di depan tubuh Rose, sekalipun gadis itu masih memalingkan wajah, seolah tak sudi menatapnya. “Aku minta maaf sudah menghianati hubungan kita. Tetapi seperti yang kamu katakan, kita adalah sahabat dan itu sudah berlaku sejak dulu. Rose, aku mungkin sangat tidak tahu malu bertanya seperti ini kepadamu. Namun, apakah aku masih memiliki posisi itu?” tanya Dany. Sekilas Rose menolehkan pandangannya lalu kembali memalingkan wajah. “Apakah aku masih bisa menjadi sahabatmu?” tanya Dany. Rose terdiam selama beberapa detik. Menutup mata, lalu menjatuhkan pandangannya. Sejenak gadis itu menghabiskan waktunya dengan menatap lantai di bawah tempatnya. “Sahabat?” gumam Rose. “Hem,” balas Dany bergumam. Lalu perlahan-lahan Rose mulai mengangkat pandangannya. Gadis itu mengulum bibirnya, membentuk senyum di wajah dan seolah dalam senyumannya itu, Rose ingin menyetujui ucapan Dany. Membuat lelaki di depannya pun menyunggingkan senyum dan memiliki sebuah harapan. “Kita masih bisa saling bertemu dan bertegur sapa, tetapi untuk berteman apalagi bersahabat ... maaf,” Rose menggelengkan kepalanya. “aku masih manusia dan aku bukan malaikat. Aku tidak bisa berpura-pura menganggapmu masih sahabatku sementara aku dan kamu tahu apa yang sudah terjadi di antara kita. Jadi ....” Tanpa mendengar ucapan Rose selanjutnya, Dany memilih untuk menganggukkan kepala. “Oke,” kata Dany. Dia pun menganggukkan kepalanya. “aku menerimanya.” Lanjut lelaki itu. Rose tersenyum sebelum kedua kakinya bergerak dan melangkah. Dia pun menyempatkan diri untuk menepuk sebelah lengan Dany. “Misela gadis baik, Dany, jangan sampai dia mengalami nasib seperti aku,” ucap Rose. Tidak ada kata yang keluar dari mulut Dany. Lelaki itu memilih untuk diam dan menahan rasa ngilu yang timbul di d**a. Dany pun membiarkan Rose untuk berjalan pergi menjauhinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN