“Kamu yakin akan melepaskan lelaki itu?”
Satu tarikan napas panjang kemudian membuat Axel menganggukkan kepalanya. “Ya, aku yakin,” jawab Axel.
Tampak Jared mengembuskan napas panjang. “Sepertinya kamu sudah tahu siapa lelaki itu,” kata Jared.
Axel menjawabnya dengan terkekeh. “Aku bersumpah kalau aku tidak mengenalnya.”
Jared pun mengernyit. “Lalu mengapa kamu mau melakukannya?! Bagaimana jika pria itu datang lagi?!” Lelaki itu berucap dengan nada menekan.
“Sudahlah, dia tidak akan datang lagi,” kata Axel. Ia kembali menyibukkan dirinya dengan menyeka gelas wiski yang sedari tadi menjadi pekerjaannya.
Jared pun mendengkus. “Tidak!” tandasnya. Axel yang masih menyibukkan diri lalu mendongak. “aku tidak akan membebaskan pria itu.”
“Jared-“
“Not still mean not, Axe!” tandas Jared sambil mengacungkan telunjuknya, memberi peringatan. “aku tidak mau ambil risiko,” ucap lelaki itu.
Axel menarik napas, mengembuskannya dengan desahan sambil membawa gelas kristal di tangannya ke atas meja.
“Jared,” panggilnya dengan lembut. Ia pun menepuk sebalah pangkal bahu Jared. “dia punya keluarga.”
Dengan dahi terlipat dan dengan kening yang menukik ke tengah, Jared pun memutar pandangannya. “Lalu?!” tanya lelaki itu dengan nada sinis.
Axel kembali menghela napas, lalu mengembuskannya dengan desahan. “Bagaimana jika dia seorang kepala keluarga.”
“Aku tidak peduli!” sergah Jared. “salahnya sendiri memukul karyawanku.” Lanjut Jared. Ia pun menarik punggung, berdiri tegap dan memutar wajahnya ke depan.
“Jared, lagi pula aku baik-baik saja. Aku tidak terluka parah. Jika hanya ingin menghukum pria itu, maka kurasa semua sudah cukup.”
“Apaanya!” Bahasa Indonesia Jared keluar. “dia blagu gitu!” Lanjut pria itu.
Axel tergelak singkat. “Sudahlah, Jared, lagi pula tak ada salahnya mengampuni orang yang sudah memukulku. Dia juga tidak membunuhku. Sudahlah, tidak usah dibesar-besarkan.”
“Halah!” Jared menggerutu sambil melayangkan serbet ke wajah Axel. “diem aja bocah, biar abang yang handle.” Jared menutup ucapannya sambil mengedikkan alis.
Sudut bibir Axel terangkat membentuk senyuman. “Ya ... pokoknya kamu harus mencabut tuntutanmu. Aku tidak mau memperbesar masalah ini. Kasihan keluarganya.”
“Ah bodohlah!” jawab Jared. Ia semakin sering mendengkus.
“What’s going on.”
Suara itu membuat Jared dan Axel memutar pandangan. Senyum pun langsung membingkai wajah Axel saat melihat wajah seorang gadis.
“Here’s my little miss sunshine,” gumam Axel menyambut Rose.
Jared yang mendengarnya lalu mendengkus. “Hah ... mulai nih ...!”
Rose yang mendengar suara Jared lalu terkikik. “Ih ... pak bos cemburu, yee ...,” ledek Rose sambil menjulurkan lidahnya.
“Dih! Siapa yang cemburu, gak level!” Jared pun mengangkat sambil memutar ibu jarinya ke bawah.
Axel yang melihat kelakuan Jared hanya bisa terkekeh. Sementara Rose mendekat sambil meletakkan laptopnya.
“Eh, tawarin gue minum dong!” Rose sengaja menaikkan nada bicaranya.
“Eh!” Jared melotot. “anak magang brani-braninya nyuruh bos!” omelnya sambil menunjuk wajah Rose. Satu tangan Jared pun bergerak menepuk pundak Axel. Seketika membuat lelaki itu terkekeh. “anak magang, bos! Lu tahu gak artinya magang?”
Sambil menahan senyum geli di wajah, Axel pun menganggukkan kepala. “Tahu, lah ...,” gumamnya.
“Apa, coba?” tantang Jared.
“Ya, magang.” Axel menjawab dengan singkat.
Rose terkekeh rendah. “Udah, buruan bikinin gue cocktail. Lagian gue udah lembur juga!” gerutu Rose.
“Eh, buset!” Jared menarik tubuh sambil membawa kedua tangan ke depan bibir. “baru kali ini gue dimarahin pegawai.”
Rose pun tergelak mendengar celotehan Jared. “Oh, come on ... aku sudah bekerja seharian memperbaiki laporan keuanganmu, Jared!” balas Rose menggerutu.
Seketika manik mata Jared pun terbelalak, memandang Rose dengan tatapan berbinar. “Eh, terus gimana tuh, udah beres, kan?” tanya lelaki itu.
Rose mengembuskan napas panjang sambil memutar bola mata malas. “Hem!” gumamnya singkat. “makanya, buruan buatin gue minum!”
Jared pun langsung mengangguk dengan mantap. “Oke!” ucapnya sambil mengacungkan jempol. “Axe,” panggilnya. “buatin manajer kita cocktail.” Lanjutnya.
“Eh, ngapain lu suruh Axel. Dia lagi kerja!” Rose pun melotot pada Jared.
“Lah!” Jared kembali terbelalak. “ya, dia kan memang tugasnya layanin tamu. Kalau sepi ya bebersih,” dalih Jared.
“Udah lu gak usah kebanyakan bacot. Lu Jared McAvoy bukan Daendels, gak usah sok menerapkan kerja rodi. Lagian tinggal racik doang susah amat!”
Jared memanyunkan bibir lalu memutarnya sambil juga memutar bola mata. “Sebenarnya siapa bos di sini,” gumam lelaki itu. Ia pun akhirnya menyerah.
Sempat melemparkan tatapan sinis pada Rose dan Axel, akhirnya Jared pun menyingkir dari sana. Axel yang melihatnya kembali terkikik. Ia menggelengkan kepala.
“Kamu bisa saja, Rose,” ucapnya.
Rose ikut terkikik. “Ya ... kapan lagi, Axe, merintah bos sendiri,” ucap Rose. Ia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Membuka akun media sosial pribadinya lalu membuat cerita sambil mengarahkan kamera pada Jared.
“Kapan lagi bisa merintah bos sendiri, ya gak, Jer?!”
“HEM!” seru Jared dengan nada sinis. Sekilas ia menoleh ke belakang, lalu lelaki itu pun terbelalak. “what the f**k!”
Rose tergelak dan segera menekan tombol kirim untuk segera memperbarui ceritanya. Gadis itu dengan lincah memasukkan ponselnya kembali sebelum Jared tiba di depannya.
Lelaki itu mendengkus. “Ah, Rose ... lu jangan jadi bangke deh!”
Mendengar cara bicara Jared juga kata-kata yang diucapkannya membuat Rose tergelak. “Dih! Apaan sih ni bule!” gerutu Rose. Ia pun mengayunkan tangan menepis tangan Jared yang ingin meraih ponselnya.
“Rose, jangan malu-maluin Abang lah kau!”
Gadis itu kembali tergelak. “Ngapa lu jadi orang Medan! Udah buruan! Siniin minuman gue!” perintah Rose.
“Gak!” tandas Jared. “hapus dulu yang tadi.”
“Lah ... biarin aja lagi. Kan asyik. Nanti Karina juga liat.”
Jared pun berdecak bibir. “That’s what I’m talking about ... I don’t want her to see it.”
“Nah ... keluarkan bule lu,” ejek gadis itu. Jared kembali berdecak bibir. “lagian kenapa sih? Kalian itu kenapa sih? Udah gede juga masih brantem.” Rose memindahkan tatapannya pada Axel. Ia pun mengedikkan kedua alis, lalu mengerlingkan sebelah mata menggoda lelaki muda itu. Yang digoda lalu tersenyum malu-malu. Ia pun menundukkan kepalanya.
“Bukan begitu, Rose, tapi nanti turunlah wibawa aku ....”
Mendengar permohonan Jared membuat Rose mendengkus. “Oke, oke!” Rose pun mengalah. Segera gadis itu mengeluarkan ponselnya dan menghapus video Jared. “nih ... liat nih ...,” ucap Rose sambil mengarahkan ponselnya ke wajah Jared. “Dah gue hapus, kan?”
Seketika sudut bibir Jared terangkat, membentuk senyum penuh kemenangan. “Nah ... gitu dong ....”
“Puas lu?!” Jared pun mengangguk. “kalo gitu siniin cocktail gue!” Lanjut Rose.
Dengan senyum di wajahnya, Jared pun membawa segelas Margaritta ke hadapan Rose.
“Untuk manajer gue yang paling galak,” kata Jared sambil memasang senyum lebar.
Rose pun membalas dengan senyum yang sama. “Hem ... makasih!” tandas Rose.
“Excuse me.”
Suara bariton berat seseorang membuat Rose, Jared dan Axel menoleh. Segera Jared menghampiri lelaki yang baru saja tiba di barnya.
“Yes, Sir, can I help you to get a match drink?” tanya Jared.
Lelaki di depannya tak menggubris. Ia masih mematri tatapan pada seseorang di samping Jared. Lelaki itu mengerutkan dahi lalu perlahan memutar wajahnya.
Sementara Axel yang masih berdiri di samping Jared itu tampak terbeku. Manik hazelnya. Wajahnya berubah tegang, memandangi seorang lelaki muda dengan bola mata cokelat gelap di depannya.
Ada sesuatu yang berkedut di hati Axel, lantas membuatnya merasakan perasaan aneh.
Melihat reaksi Axel membuat Jared kembali memandang lelaki itu. Ia pun tak sengaja menjatuhkan tatapan pada kedua tangan lelaki itu yang terlipat di atas meja bar.
“Wow!” Jared refleks bergumam terkejut saat melihat tato yang menghiasi sekujur lengan lelaki muda berwajah tegas dengan janggut yang membingkai tipis sisi rahangnya.