50. Curious

1790 Kata
Sepasang manik hazel milik Axel lantas melebar, memandang bisu lelaki di depannya. Ada sesuatu yang membuat hati Axel berdenyut, tatkala memandangi wajah lelaki itu. Entah siapa dia, Axel juga tak mengenalnya. Namun, lelaki itu bagai punya sesuatu yang memicu detak jantung Axel berdetak penuh tekanan. “Sir?” Panggilan itu lantas membuat lelaki berambut hitam dengan potongan pendek itu memutar wajah. Tampak Jared menelan saliva. Sungguh, ada sebuah perasaan irasional di dalam diri Jared yang membuat tubuhnya merinding tatkala memandang wajah lelaki di depannya. Sekalipun tak ada ancaman yang diperlihatkannya, tetapi entah mengapa perasaan takut itu terus saja menghantui diri Jared. Membuatnya tak berkutik selama beberapa detik. “Martini,” ucap si pemilik suara bariton berat di depannya. “Oke,” jawab Jared dengan desahan panjang. Lelaki muda dengan bola mata cokelat gelap itu kembali memutar wajah menatap lelaki muda yang bekerja di balik meja bar. “Axe?” Mendengar suara si gadis yang duduk sebaris dengannya membuat lelaki dalam balutan jaket kulit berwarna hitam itu pun memutar pandangan. “You okay?” tanya Rose. Nalurinya menangkap sesuatu yang tidak beres. Namun, Axel pun semakin pandai menutupi perasaannya. “Hem,” gumam lelaki itu sambil menganggukkan kepalanya. Ada suatu dorongan dalam diri Axel yang membuatnya kembali menoleh ke samping. Lelaki bermata cokelat gelap itu masih memandanginya. Sekilas Axel mengerutkan dahi. Ia juga tak mengerti mengapa dengan dirinya yang tidak bisa berhenti menatap lelaki itu. Wajahnya seakan terasa familier. Axel berusaha menggali ingatannya dan berusaha sedapat mungkin mendapatkan alasan –apakah dia pernah melihat lelaki di depannya ataukah ini hanya reaksi alamiah. “Minuman Anda, Sir.” Suara Jared membuat Axel bergeming. Ia pun mengalihkan pandangannya pada Jared, tepat saat lelaki itu juga menatapnya. Jared tersenyum dan mengambil langkah kembali menghampiri Axel. “What’s up, guys!” Baru saja Jared bernapas lega, ia kembali mendesah kasar saat sepasang kekasih menghampiri barnya. Jared pun mendengkus sebelum memutar tubuh, menghadap ke depan. “Masalah ni datang,” gumam Jared. Wanita berpakaian seksi itu lalu memalingkan wajah, menatap Jared dengan pandangan sinis. “Yee ... bukannya ni bule satu bukannya terima kasih ama kita!” gerutu gadis itu. “Iya nih!” timpal si lelaki yang datang bersama wanita itu. “gara-gara kita nge-review bar lu, pengunjung di sini pada rame.” Jared memerengut bibir. “Emang udah rejeki gue kali!” sangkal Jared. “Ye ... apaan! Rejeki otak lu m***m!” “Mia!” tandas Rose sambil mengarahkan pandangan nyalang pada wanita di sampingnya. Gadis muda bernama Mia itu lalu mendengkus. “Dia duluan!” gerutunya, tak kalah memberikan pandangan sinis pada Rose. Rose berdecak bibir. “Bisa kan gak pakai kata-kata kasar,” tegur Rose. Mia memanyunkan bibir. “Brurrr!” semburnya sambil memutar bola mata, kesal. Gadis berumur tujuh belas tahun itu memindahkan pandangannya pada Axel. Seketika ekspresi di wajahnya berubah. “Hay, Axe!” sapanya penuh semangat. Axel tersenyum samar. “Hai,” jawabnya singkat. “Jared,” panggil kekasih Mia. “Hem!” Jared menjawab dengan balas. “Mojito dong,” ucap lelaki itu. Jared menghela napas panjang lalu mengembuskannya dengan kasar sambil menarik tubuhnya. “Iye ...,” jawab Jared dengan nada setengah menggerutu. “Eh, Axe, tahu nggak, video kolab kita kemarin hari ini tembus dua juta penonton.” “HOLY GOD!” Suara itu datang dari Jared yang sementara meracik minuman. Penasaran, ia pun datang menghampiri Mia. “Yang bener?!” tanya Jared penasaran. Rose yang duduk di samping Mia ikut dibuat penasaran, hingga ia pun mengerutkan dahi dan secara perlahan mulai mendorong wajahnya ke arah Mia. “Ngapain juga gue bohong!” ucap Mia. “ini, liat ni!” Gadis itu lalu memutar ponselnya, mengarahkan benda itu ke Jared. “Nah, begitu dong. Say hi, dulu.” “Ha- hai ....”  Jared pun terkikik melihat wajah kaku Axel. Ia menoleh ke samping, melihat Axel yang membuang muka karena malu membuat Jared lantas menarik lelaki itu dari punggungnya. “Gila, keren banget ade gue!” ucap Jared sambil menepuk-nepuk pangkal bahu Axel. Axel pun menarik sudut bibirnya, membentuk senyum di wajah, tetapi kemudian matanya malah bergerak memandang si lelaki yang duduk menyendiri di depan meja bar. “Folks, lemme introduce to you, my new brother, Axel ....” Semua orang yang melihat gaya Jeremy lalu tergelak. “Pede banget lu, bocah!” Jared pun melayangkan tangan menjitak kepala Jeremy. Dan lelaki itu hanya membalasnya dengan gelak tawa. “Kalau gitu kalian harus sharing profit sama Axel.” Mia dan Jeremy pun memutar wajah. Gelak tawa mereka dengan cepat terganti. Wajah keduanya pun berubah tegang dalam sesaat. “What?” gumam Jeremy. Rose membulatkan matanya. “Lah, ya, iya dong. Karena Axel video itu sampai viral. Lagian kalian harus tanggung jawab. Bisa-bisanya kalian challenge Axel makan ayam betutu, dia sampai sakit perut. Kalau si Karin tahu bisa abis kalian,” ujar Rose. Mia menarik napas lalu mengembuskannya dengan cepat. “Iya, iya. Dasar mata duitan!” gerutunya. “Biarin!” balas Rose, tak kalah meledek. Ingin rasanya Axel tersenyum melihat teman-temannya. Candaan mereka benar-benar terdengar begitu lucu, tetapi entah mengapa Axel tak bisa memindahkan atensinya dari lelaki misterius yang duduk di sisi kanan tempat mereka berkerumun. “Gue gak mau tahu, ya, Mia, Memy, kalian harus bayar Axel. Gila, yang nonton udah dua juta lebih otomatis ads kalian naik dong. Masa Axel gak dapat,” ujar Rose. “Kan gue bilang ada, mbak Rose yang terhormat ....” Mia menjelaskan dengan nada panjang. “tenang ....” Ia mengayunkan satu tangannya ke udara. “semua sudah diatur. Tenang aja, oke?!” Rose mendesah. “Awas ya kalau kagak!” Ia pun mengarahkan telunjuk ke wajah Mia. Gadis itu menepisnya dengan pelan. “Iya! Lagian lu udah kayak preman Tanah Abang pake malak-malak segala.” “Bodo!” balas Rose. Mia lalu memutar bibirnya. “Jared, bawain gue Mojito dong!” seru Mia. Jared kembali mendesah. “Iya, tapi kali ini bayar ya,” ucapnya. “Iya, iya. Aduh bacot deh!” gerutu Mia. Dia kembali memandang Axel. “oh ya, Axe, gue mau tawarin job tambahan ke elu, lu mau gak?” Axel yang sedari tadi masih menyeka gelas lalu mendongak, menatap Mia. “Job?” tanya lelaki itu. Lantas mengarahkan pandangannya pada Rose. Rose pun mendesah, sebelum mengarahkan tatapannya pada Mia. “Job apaan?!” tanya gadis itu dengan nada ketus. Mia sempat mendengkus sebelum menjawab, “Itu ... ada admin yang ngajakin Axel kolab. Gajinya juga lumayan.” “Aku mau!” Rose yang telah membuka mulutnya dan siap berucap lalu memutar wajah, menatap Axel yang baru saja bersuara. “Aku mau, Mia,” kata Axel sekali lagi. Senyum mengambang, menguasai seantero wajah Mia. “Beneran?!” tanya gadis itu antusias. Axel pun mengangguk lebih antusias. “Axe, tapi kan kamu lagi sekolah!” ujar Rose. “Ah, itu juga!” Mia lalu memutar pandangannya menatap Rose. “Axel gak kerja kayak gini. Si ownernya nawarin Axel buat jadi ambasador produk mereka.” Kening Rose mengerut ke tengah. “Produk apa sih? Jangan ngada-ngada deh, Mia!” Mia memutar bola mata malas sambil mendengkus. “Astaga ... ini tuh produk berkelas. Wajah Axel yang divinity kayak gini harus dimanfaatin, Rose. Lagi pula hasilnya bakalan sepenuhnya masuk di rekening Axel. Gue mah nawarin aja.” “Iya ... tapi lu bilang dulu produknya apa. Kan sekarang banyak yang kalau produk gagal yang bakalan diserang B.A nya,” ujar Rose. Mia lalu menghela napas dalam-dalam, mengembuskannya sambil menutup mata. “Rosaline Margareth,” “Jangan panggil gue kayak gitu!” sergah Rose dengan cepat –dengan nada kesal. Mia menanggapinya dengan mendengkus. “Ya, ya, itu. Axel pokoknya bakalan ditawarin kerja sama dengan brand lokal. Storenya di Bali. Jadi ceritanya Axel tuh bakalan pake produk dari mereka.” “Ya, produknya apa?!” tuntut Rose. Gadis muda di depannya kembali mendesah panjang. “Baju, Rose ....” Mendengar jawaban Mia membuat Rose mendesah lega. Ia tak berkomentar lagi, lantas mengarahkan pandangannya pada Axel. “Jadi Axel bakalan jadi model mereka buat ditaruh di katalog sama akun mendia sosial mereka. Soal benefit lebih baik biar Axel sama tim mereka yang ngomong bersama,” ujar Mia panjang lebar. Rose menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya dengan cepat. “Jadi gimana, Axe?” tanya Rose. “Aku mau,” jawab Axel tanpa berpikir. “Lagian kamu cuma difoto kok. Sekali sih, nanti pas ada barang baru lagi, elu ke kantor mereka atau ke mana kek mereka yang bakalan tentuin tempat photoshootnya,” ujar Mia kembali. “Ya, aku mau,” jawab Axel sekali lagi. Untuk terakhir kalinya Rose mendesah. “Ya sudah, kalau itu keputusan kamu, aku akan mendukung,” ucapnya. “Nah ... gitu dong!” Mia pun menarik tubuh Rose dari samping, memeluk sekaligus menepuk-nepuk pangkal bahunya. “Itu baru dukungan pacar,” sambung Jeremy. “Diem lu!” balas Rose dengan nada ketus. Mia, Jeremy dan Jared kompak terkikik. Rose memang paling kesal kalau digoda. Sementara ada seorang lelaki yang sedari tadi berdiam diri kemudian mengencangkan rahang. Kedua tangannya pun meremas gelas di depannya hingga menimbulkan retak. Embusan napas kasar darinya lalu menyadarkan lelaki itu. Ia pun mengeluarkan dua lembar pecahan seratus dolar lalu meletakkannya di atas meja. Tanpa kata, lelaki misterius itu langsung bangkit dari tempat duduk dan berjalan meninggalkan tempat tersebut. Jared mengerutkan dahi. Sekilas menatap lembaran dolar di atas meja barnya lalu beralih mengikuti punggung lelaki misterius itu. “What the hell,” gumam Jared. Ia menggelengkan kepala, tetapi juga mengambil lembaran uang yang sudah ditinggalkan oleh lelaki itu di atas meja. Sementara Axel ikut memerhatikan kepergian lelaki muda tersebut. Hatinya kembali berkedut dan entah apa yang membuat pikirannya gelisah, seakan menyuruh Axel untuk mengejar lelaki yang baru saja meninggalkan bar tersebut. “Axe?” panggil Rose. Wanita itu memicingkan mata, menatap Axel penuh teliti. Dengan cepat Axel memutar wajah, menatap Rose. “Ya!” jawabnya dengan nada menyentak. “Kamu mengenal pria tadi?” tanya Rose. Mia yang duduk di sampingnya lalu mengerutkan dahi kemudian memutar wajah. “Siapa?” Jared pun mendekat. “Iya, Axe, kamu kenal pria bertato tadi?” tanya lelaki itu. Axel mendesah panjang sambil menggelengkan kepalanya. “Tidak,” jawab Axel. Rose mengerutkan dahi, menaruh rasa curiga. Ketika ia mengangkat pandangan, ia pun menatap Jared dan dari pandangannya, Jared seperti ingin mengatakan sesuatu.  Jared juga sudah memerhatikan Axel dan lelaki yang baru saja meninggalkan barnya. Ia memerhatikan kontak mata yang sedari tadi dilakukan lelaki itu bersama Axel, membuat Jared juga menaruh rasa penasaran. “Kamu yakin?” tanya Rose. “Hem?” Axel pun mendongak, menatap Rose sambil mengerutkan dahi. Melihat ekspresi Axel membuat Rose mendengkus. “Lupakan,” ucapnya. Wanita itu mengarahkan pandangannya pada Jared, tetapi lelaki itu malah mengedikkan kedua bahu tanda tak tahu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN