Semilir angin menggelitik wajah Rose, bagai memberitahu sesuatu padanya hingga membuat gadis itu refleks melirik ke meja bar. Rose pun mengerutkan dahi saat tak melihat Axel di sana.
Seketika gadis itu menyadari bahwa ia tak melihat Axel sedari tadi. Ini karena sedari tadi Rose berfokus dengan risetnya. Seluruh atensi Rose tertuju di sana, sehingga ia melupakan Axel untuk sesaat.
Sejenak gadis itu melayangkan pandangannya ke sekeliling seakan hendak mencari Axel, tetapi ia tak mendapatkan visual Axel di sana.
Rose menghela napas sembari tangannya bergerak menutup laptopnya. Setelah membereskan pekerjaannya, Ros pun bangkit. Gadis itu lalu berjalan menghampiri Jared yang masih kewalahan menangani pelanggan.
“Jared!”
Mendengar seruan itu, membuat Jared mendongak. Ia pun tersenyum, “Hai, Rose!” Lelaki itu menyapa dengan nada menyentak. Napasnya terdengar berembus cepat. Ia melesat dari satu tempat ke tempat yang lain unutk melayani para tamu.
“Kocktail or mocktail?” tanya Jared.
Sambil mematri tatapan ke sekelilingnya, Rose pun mulai membawa tubuhnya merapat hingga mendarat ke salah satu bar stole.
“Aku tidak ingin minum,” ucap Rose.
Sekejap Jared mendongak, lalu ia kembali berfokus pada minuman yang sementara diraciknya. Sementara Rose terus mengedarkan pandangan ke sekeliling, berharap menemukan Axel di sana.
“Di mana Axel?” tanya Rose akhirnya.
Saat itu juga, Jared mendongak. Lelaki itu memandang Rose dengan dahi yang terlipat. Sejurus kemudian, Jared pun memutar wajah. Seketika ia mengingat bahwa Axel tak kunjung kembali.
“Aku menyuruhnya mengambil minuman di gudang,” ucap Jared. Lelaki itu lalu memutar wajah, kembali menatap Rose. “ya, Rose. Aku baru ingat bahwa dia tak kembali. Aku menyuruhnya sejak tadi.”
Sesuatu berkedut dalam hati Rose dan membuatnya langsung bangkit dari tempat duduk. “Di mana gudangmu?” tanya Rose. Seketika ia menjadi panik.
“Di belakang. Ikuti lorong ini kemudian belok kiri. Pintunya ada di ujung lorong,” ujar Jared.
Rose tak mau membuang waktu lebih banyak lagi. Ia langsung melesat menuju lorong yang ditunjuk oleh Jared. Entah mengapa jantung Rose berdetak meningkat. Sesuatu menyeruak dalam kepalanya, membuat Rose mulai memikirkan hal-hal aneh.
“AXEL!” Gadis itu pun mulai berteriak sambil terus memacu kedua kakinya melangkah semakin jauh, mengikuti lorong tersebut.
“AXEL!” teriak Rose sekali lagi.
“Ax-“ Ucapan Rose terhenti saat dia melihat seseorang sedang terbaring di lantai. “Axel!” Seketika matanya terbelalak. Rose pun langsung berlari menghampiri lelaki itu.
Rose tak ragu untuk melempar tubuh hingga kedua lututnya mendarat dengan kasar di atas lantai. “AXEL!” Gadis itu terus memanggil nama Axel. Tangannya langsung memegang kedua sisi wajah Axel lalu menepuk-nepuknya dengan kuat.
“Axel!” Rose tak berhenti memanggil nama Axel. Ia pun mengernyit saat melihat cairan kental bening yang bercucuran dari hidung Axel.
“Ya Tuhan!” Segera gadis itu bangkit dan menarik tubuh Axel. Rose menggeram. “Sial!” makinya.
Tubuh Axel benar-benar berat. Ini karena sekujur tubuhnya dipenuhi otot. Mengapa juga lelaki itu jadi giat berolahraga dan terobsesi membentuk tubuhnya menjadi lebih berisi dan berotot.
Susah payah Rose menyeret tubuh Axel. Ia berjalan setapak demi setapak dan tak berhenti memandang wajah Axel dengan pandangan cemas.
“Ya, Tuhan, apa yang terjadi padamu, Axe?” gumam Rose.
Merasa ia mulai kewalahan, Rose pun mendongak. “JARED!” teriaknya dengan suara nyaring. “JARED, HELP!” Sekali lagi Rose berteriak.
Terdengar bunyi pantofel yang mengetuk lantai dengan cepat, menandakan bahwa seseorang sedang berlari ke arahnya.
Tak berselang lama, Jared pun muncul. Lelaki itu membelalakkan matanya. “Axel?” gumam Jared.
“Jared, aku tidak kuat lagi,” ucap Rose.
Lelaki itu pun berlari menghampiri Rose. Ia langsung meraih belakang lutut dan tengkuk Axel lalu menggendongnya. Postur tubuh Jared yang lebih besar dari Axel, memudahkan dirinya untuk mengangkat tubuh lelaki itu. Bergegas lelaki itu berlari membawa Axel menuju ke ruang pribadinya.
“Apa yang terjadi padanya, Rose?”
Jared meletakan tubuh Axel pada salah satu sofa tunggal yang terletak di dalam ruangan itu. Sementara Rose tampak begitu panik di belakangnya.
“Aku tidak tahu,” jawab Rose. “aku menemukannya tidak sadarkan diri di lorong. Sialan apa yang terjadi padanya, Jared!”
“Aku juga tidak tahu,” ucap Jared.
Lelaki itu sibuk mondar-mandir. Ia menghampiri kulkas dan mengeluarkan beberapa balok es batu. Kemudian Jared kembali berlari menuju kamar mandi. Ia keluar sambil membawa sebuah kotak bersisi obat-obatan. Lelaki itu lalu menjatuhkan tubuh dan bertumpu dengan kedua lutut tepat di depan kaki Axel.
Rose mengerutkan dahi saat melihat bibir Axel yang berdarah. “Dia dipukuli!” desis Rose. Ia pun memutar wajah, tepat saat Jared ikut menatapnya.
“Siapa yang memukulnya?!” tanya Jared dengan wajah cemas.
“Aku tidak tahu, tempat ini milikmu.”
Ucapan Rose membuat Jared membulatkan mata. “Aku juga tidak tahu siapa yang memukulnya. Kau pikir aku sengaja membiarkan dia dipukul?!”
“Aku tidak bilang begitu,” ucap Rose dengan nada sinis.
“Tapi dari caramu berbicara, kamu seperti ingin menuduhku, Rose.”
“Aku tidak menuduh!” sangkal Rose sekali lagi.
Jared pun mendengkus. Dia tak ingin berdebat dan langsung memutar tubuh, berfokus pada Axel. Lelaki itu mengeluarkan satu per satu obat-obatan yang berada di dalam kotak, lantas mengambil kain has dan alkohol.
“Panggil dia, Rose,” ucap Jared tanpa menatap Rose.
“Axe,” panggil Rose. Ia pun mendekat lalu menepuk-nepuk pipi Axel. “Axe, sadarlah, kumohon,” gumam Rose.
***
‘Mom! Don’t touch my Mom!’
‘Mommy ...!’
‘DIAM KAU! Hey, anak kecil, lebih baik kau diam di sana dan biarkan aku memberikan tontonan yang asyik untukmu.’
‘Tidak, kumohon, jangan lakukan itu di depan anakku, kumohon ....’
‘Hahahaha ... jangan lakukan itu, katamu? Hey, ini edukasi asal kau tahu itu.’
‘Tidak, kumohon, lakukan di tempat lain asal jangan di sini. Aku mohon ....’
‘Mom, apa yang kau katakan! Hey ...! Kau! b******n gila, jangan sentuh ibuku!’
‘Oh ya? Memangnya kalau aku melakukannya kau akan apa, hah?’
‘KUBUNUH KAU, k*****t!’
‘HAHAHAHA ....’
‘Nyalimu tinggi juga ya, hem ... tunggulah sebentar lagi, kamu pasti akan menjadi kuat denganku. Sekarang, akan kutunjukkan bagaimana cara untuk menjadi kuat. Pertama, kamu harus bisa melihat ini.’
‘Tidak, kumohon. Aku mohon, ini berbuatan b***t. Tolong jangan lakukan ini, aku mohon ....’
‘Mom ....’
‘Tutup matamu, Lenox, Ibu mohon.’
‘No! No! Please, don’t!’
‘Lenox, close your eyes!’
‘No, don’t touch my Mom. NO ....’
***
“NO ....”
Jared dan Rose tersentak dan refleks menjauhkan tubuh mereka dari sana. Keduanya pun terkejut dan terperanjat mendengar teriakan Axel barusan.
Kelopak mata Axel terbuka lebar. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah sebuah ruangan yang begitu rapi, kesadarannya belum pulih seutuhnya. Dirasakan Axel dadanya bergetar kuat. Jantungnya pun bertalu dengan kencang dan napasnya berembus cepat dan kasar.
“Axel?” gumam Rose.
Panggilan tersebut membuat lelaki muda itu menoleh ke bawah. Menatap dua orang yang sedang terduduk di atas lantai dalam posisi terkejut.
Sekilas gadis itu memutar wajahnya ke samping. Memandang Jared dan lelaki itu tampak begitu kebingungan. Lalu Rose kembali menatap Axel, lelaki itu juga tampak ketakutan. Seketika Rose tak tahu harus berbuat apa.