Suasana di kediaman vila milik Karina cukup hangat saat semua orang tengah berbincang di ruang tamu. Rose senang melihat Axel yang tidak berhenti tersenyum.
Apalagi saat bang Made memperkenalkan buah hatinya kepada lelaki itu, mata Axel tampak berbinar memandangi bayi yang dibawa oleh bang Made.
“Namanya Jaiden,” kata Lasri, istrinya bang Made.
Axel hanya tersenyum, memandangi bayi yang diletakkan bang Made di pelukannya. “She so gorgeous,” ucap Axel. Bang Made dan lainnya tertawa rikuh.
Tak berselang lama, Axel kembali melirik bang Made. “Ambilah lagi, aku takut melukainya,” ucap lelaki itu. Lalu bang Made menghampirinya dan mengambil putrinya itu dari pangkuan Axel.
“Hey, apa kamu suka bermain game di ponselmu?” tanya Maikel.
Axel lalu memutar pandangan menghadap lelaki itu. “Eum ... ya, kadang-kadang, tapi aku tidak terlalu menyukainya. Aku lebih suka menonton,” ujar Axel.
Tampak Maikel menghela napas. Ia pun menepuk kedua paha lantas bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Axel. Dia duduk di samping Rose. Dan sambil memegang gawainya, lelaki itu menyampingkan tubuhnya supaya Axel juga bisa melihatnya.
“Cobalah unduh permainan ini di ponselmu. Semua orang sedang memainkannya. Ini benar-benar asyik. Kita bahkan bisa bermain bersama jika kamu mau,” ujar Maikel.
Axel tampak penasaran. Dia pun mendekat untuk melihat lebih rinci tentang permainan yang ditunjukkan oleh Maikel.
“Nih ya, ini namanya mobile legend permainan ini sedang booming di kalangan para remaja. Kita akan bermain sebagai tim dan melawan musuh. Aku janji ini akan seru,” ujar Maikel.
Axel mengulum bibirnya. Ia lalu menatap Rose. “Rose, can I?” tanya lelaki itu.
“Tentu,” jawab Rose. “itu bisa menghilangkan rasa bosanmu. Cobalah untuk bermain,” ujar gadis itu. Axel lalu mengangguk.
“Wah ... sepertinya Axel penurut sekali ya, Rose.”
Gadis muda itu memutar wajahnya menghadap Lasri yang baru saja memberikan pendapatnya tentang Axel. Rose menanggapinya dengan mengulas senyum di wajah.
“Tentu saja, Rose kan sangat dekat dengan Axel.” Bang Made mengambil alih untuk menjelaskan.
“Nah, jadi cara mainnya seperti ini.”
Dan mulailah Axel mengalihkan seluruh atensinya kepada permainan yang sedang Maikel tunjukan padanya. Sementara Rose melanjutkan mendengar obrolan mbak Lasri dan bang Made.
Tak banyak yang didengar Rose, karena sebenarnya atensi gadis itu sedang tertuju pada media sosial pribadi miliknya.
Rose sedang melihat unggahan mantan kekasihnya di Jakarta yang sedang memamerkan kemesraan dengan kekasih barunya.
Ada sesuatu yang membuat hati Rose terluka, mengingat hanya Dany satu-satunya lelaki yang menemani hidupnya sejak dulu.
Namun, di sisi lain Rose juga menyadari bahwa dia sangat bodoh. Bodoh karena menggantungkan hidupnya kepada lelaki itu. Dan ketika dia telah berkhianat Rose menjadi terpuruk.
Tanpa sadar, Rose pun larut dalam perasaannya hingga mengabaikan situasi di sekelilingnya.
“Aku permisi sebentar ya,” ucap Rose.
“Oh silakan,” kata bang Made dengan ramah.
Mendengar hal itu membuat Axel mendongak. Sekilas ia sempat melihat wajah Rose yang berubah sendu. Membuatnya mengerutkan dahi dan merasa bingung.
“Serang, Axel!”
Lelaki muda itu bergeming, lantas mengalihkan atensinya untuk kembali menatap gawai.
“Oh, maaf,” gumamnya.
Tidak memungkiri bahwa pikirannya sedang tertuju pada Rose. Axel menangkap sesuatu dari ekspresi di wajah Rose, tetapi ia tak bisa mengejar wanita itu karena dia buru-buru naik ke lantai dua.
Tiba di dalam kamarnya, Rose langsung melempar tubuhnya ke ranjang. Dia sudah tidak bisa menahan air matanya lebih lama lagi. Gadis itu pun mencurahkan air matanya.
Setegar apa pun dirinya, ternyata tidak mudah melihat kekasih hatinya kini tengah bersanding dengan wanita lain.
Seolah baru kemarin Dany mengatakan bahwa hanya Rose satu-satunya wanita yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya, tetapi mengapa?
Mengapa lelaki itu tega menghianati cinta Rose yang sepenuhnya telah ia berikan kepada Dany.
“b******k!” desis Rose. Dengan terburu-buru dia mencari akun milik Dany dan menatapnya seakan lelaki itu berada tepat di depan matanya.
“Sudah cukup,” gumamnya. Napas Rose berembus cepat dan tak teratur. “kalau kamu bisa dapetin yang baru, maka aku juga bisa.” Lanjutnya.
Sekali lagi Rose menatap layar ponselnya dan dalam satu kali gerakan jarinya yang cepat, Rose akhirnya memblokir akun milik mantan kekasihnya itu.
Namun, bukannya merasa lebih baik, Rose malah mendapati dirinya terus menangis. Ini benar-benar bukan sesuatu yang mudah.
Kenangan-kenangan manis itu masih terbayang di benak Rose dan untuk saat ini, dia hanya ingin menangis. Mungkin dengan begitu, hatinya akan merasa lebih baik.
***
“Rose ....”
Mendengar panggilan mbok Agni membuat Rose akhirnya bergeming. Entah sudah berapa lama ia melamun. Napasnya tersendat-sendat sebab terlalu banyak air mata yang tercurah malam ini.
“Ya, mbok.”
Menyadari suaranya berubah parau, Rose pun berdehem. Ia bangkit dari ranjangnya lalu bergegas menghampiri pintu.
“Rose kami he-“ Ucapan mbok Agni terhenti ketika sekilas ia memandang wajah Rose. “ya ampun, kamu kenapa, Rose?”
Gadis muda itu memalingkan wajahnya dan berusaha mengulas senyum yang benar-benar kelihatan palsu.
“Tak apa, Mbok,” jawab Rose.
“Tak apa bagaimana, kamu menangis Rose. Apa terjadi sesuatu?”
Rose menarik napas lalu mengembuskannya dari mulut. Dadanya terasa sesak, tetapi ia memaksa untuk tersenyum. Gadis itu kemudian mendongak menatap mbok Agni.
“Hanya masalah kecil, Mbok. Biasalah gadis patah hati.” Rose menutup ucapannya dengan tawa rikuh, seolah-olah itu bisa menyamarkan rasa sakit yang terlalu kentara di wajahnya.
Terdengar mbok Agni menghela napas, lalu mengembuskannya dengan desahan berat. Ia pun menarik sudut bibir, membentuk senyum sendu.
“Sepertinya mbok mengerti, tetapi sudah lama sejak terakhir kali mbok merasakannya,” ucap wanita itu dan Rose terkekeh rendah.
“Wanita memang selalu disakiti ya, Mbok.”
Sambil mengulum bibirnya, mbok Agni pun menganggukkan kepalanya. Ia mendekat dan mengusap lengan Rose.
“Satu-satunya jalan untuk melupakan masa lalu adalah dengan jatuh cinta lagi,” kata mbok Agni. Rose menanggapinya dengan tawa rendah.
“Benar, Rose. Kalau kamu ingin melupakan seseorang, maka kamu juga harus bisa mencari seseorang. Karena obat patah hati hanyalah cinta,” ujar mbok Agni.
Rose terkekeh. Namun, akhirnya ia pun menganggukkan kepala, menyetujui ucapan mbok Agni.
“Oh ya, mbok mau ngapain?” tanya Rose.
Tampak mbok Agni mengedikkan alis, seakan menarik fokusnya kembali. “Oh ya, bang Made sama istrinya mau pamit. Mbok juga sekalian mau pamit.”
“Oh!” Rose mendelik kaget. “tentu.” Dia tertawa rikuh.
“Ah, maaf sudah membuat mbok kerepotan.” Lanjut Rose.
Mbok Agni berdecak bibir. “Ah, keropatan apanya. Kamu sama Axel selalu saja berucap yang sama. Jangan-jangan kalian jodoh lagi.”
DEG
Raut wajah Rose langsung berubah. Matanya terbelalak menatap mbok Agni, tetapi wanita itu langsung menutupnya dengan tawa singkat.
“Bercanda ...,” ucap mbok Agni.
Terdengar embusan napas berat dari Rose sebelum akhirnya dia memalingkan wajah. “Astaga, mbok, mbok ...,” gumam Rose.
“Ya, kalau begitu ayo ke bawah, Rose,” ajak mbok Agni.
Rose pun menangguk. Ia langsung menarik gagang pintu dan mengikuti mbok Agni yang berjalan lebih dulu.
Sambil berjalan, Rose berusaha menyeka air matanya. Seakan-akan hendak menyembunyikan kesedihan di wajahnya, walaupun semua itu sudah sangat kentara dan Rose tak bisa menyembunyikannya.
“Oh, itu dia.”
Mendengar ucapan bang Made membuat Axel lalu mendongak. Matanya menangkap dengan jelas bagaimana raut wajah Rose yang tampak begitu berbeda.
“Rose kami balik dulu ya,” ucap bang Made.
Rose masih berusaha memalingkan wajahnya, tetapi saat mendengar ucapan bang Made dia pun mengangguk.
“Terima kasih sudah datang, bang, mbak,” ucapnya.
“Sama-sama, Rose, makasih juga sudah dijamu, Rose,” kata Lasri.
“Mbok, makasih makannya ya, bener-bener enak.” Lanjutnya sambil menatap mbok Agni.
“Ya, sama-sama. Nanti kapan-kapan main ke sini lagi ya,” kata mbok Agni.
“Oh ya, aku baru mau bilang itu,” timpal Rose.
Bang Made dan istrinya tersenyum. Mereka pun pamit dan mbok Agni mengarahkan pandangannya kepada Maikel.
“Gus!” seru mbok Agni memanggil putranya. Maikel lalu mendongak. “ayo kita juga harus kembali. Kasihan Axel diajak main terus,” ucapnya.
Rose terkekeh sekilas. “Gak apa-apa, Mbok, itu bagus buat Axel kok,” ucap Rose.
Mbok Agni menanggapinya dengan desahan. Tak berselang lama, Maikel akhirnya bangkit dari tempat duduknya.
“Aku harus kembali, nanti kita lanjut lagi ya,” ucap Maikel.
Axel pun mengangguk. “Ya,” jawab Axel singkat. Saat ini pikirannya sedang tertuju pada Rose.
Akhirnya Maikel dan mbok Agni pamit. Setelah mengunci pintu depan, Rose pun berjalan kembali ke dalam vila.
“Ayo, kuantar kamu ke kamar,” ucapnya.
“Rose,” panggil Axel.
Rose menghentikan langkahnya kemudian dia menoleh. “Hem?” gumamnya.
Untuk sekelebat, Axel terdiam dan tak tahu harus berucap apa. Namun, setelah berpikir terlalu lama akhirnya ia pun bertanya, “Bisakah malam ini kamu menemani aku?”
Rose mengerutkan dahi. “Maksudnya?” tanya gadis itu.
“Eum ... maksudku malam ini, bisakah kamu menemani aku?”
Dahi Rose semakin terlipat. Berusaha untuk mengerti maksud perkataan Axel.
“Malam ini, tidurlah denganku.”
DEG
Dirasakan Rose bagaimana jantungnya berhenti berdetak selama beberapa detik dan ia hanya mampu memandang Axel dengan mata terbelalak.