Andara mendengus sebal, sejak kapan Adrian berasal dari tanah Jawa? Jelas-jelas guru tampannya itu keturunan bule. Matanya benar-benar rusak tidak bisa membedakan.
Aqnes pikir guru centilnya itu hanya menggertaknya saja, tapi ternyata guru menyebalkan itu benar-benar memanggil Adrian. Karena tidak lama guru centil itu menelepon, Adrian datang masuk ke dalam kelasnya dengan wajah dingin. Sampai sekarang dirinya heran dengan Andara, kenapa temannya itu begitu tergila-gila dengan Adrian. Padahal jelas-jelas Adrian itu selalu dingin kepadanya, tidak pernah bersikap manis, lalu apa yang dilihat oleh sahabatnya itu dari Adrian selain wajahnya yang err tampan.
"Mas, lihat ini. Aku mau mengajar gimana kalau papan tulisnya kotor? “ Adunya kepada Adrian dengan manja sambil menunjukkan papan tulis, meja serta kursi yang penuh dengan kapur. Adrian yang melihat itu semua hanya diam, kemudian tatapannya beralih menatap Aqnes dan Andara bergantian.
"Ya elah, tinggal elap aja sih. Apa susahnya." Desis Andara.
"Hmm... mungkin bisanya cuman ngadu, Ann." Desis Aqnes sinis tanpa merasa takut sedikit pun dengan perkataannya yang bisa saja menjadi masalah.
"Kalian!" Tekan Gwen sambil memandang Andara dan Aqnes dengan kilatan mata yang marah.
"Kalian bertiga ikut ke ruangan saya." Tegas Adrian, membuat Gwen yang berada di samping pria itu menyeringai.
"Kenapa cuman bertiga? Kami semua juga terlibat, Pak." Seru Sam tidak terima, ini semua bukan kesalahan Aqnes cs. Tapi kesalahan mereka semua, karena mereka semua menyetujui usulan Aqnes. Tidak menolak atau membantah malah mereka dengan senang hati menyetujui temannya itu.
"Bagus kalian mengaku semua, biar kalian di hukum." Desis Gwen sinis, dia benar-benar merasa di permalukan oleh muridnya sendiri. Padahal saat tadi dia mengajar di kelas sebelah biasa saja, semua siswa di kelas itu menuruti semua perintahnya. Tapi berbeda dengan kelas ini, membuatnya kesal padahal hari ini dirinya mulai mengajar. Tapi perlakuan murid-muridnya itu sungguh menyebalkan.
Andara dan Aqnes memutar bola matanya malas sedangkan Gadis, cewek itu menggeleng dengan senyum aneh.
"Tidak, saya hanya akan membawa dalang yang membuat masalah ini." Desis Adrian dingin memandang ketiga murid ceweknya. Aqnes cs hanya mendengus kemudian berjalan mengikuti Adrian yang perlahan sudah berjalan keluar.
.
.
.
.
.
Ke esokkan harinya setelah Aqnes dan kedua temannya di nasihati panjang kali lebar oleh Adrian untuk tidak melakukan hal seperti itu lagi. Dan kini mereka harus bertemu lagi dengan Adrian, karena hari ini gurunya itu akan mengadakan ulangan. Karena tanpa di sengaja dirinya mendengar suara Adrian kemarin saat gurunya itu memberitahukan kepada Bu Kiandra perihal ulangan. Maka dari situlah dirinya tahu kalau hari ini kelasnya akan ulangan Kimia.
Aqnes, Andara dan Gadis kini sudah berada di kelas, tidak seperti biasanya. Aqnes yang asyik membuka app Instagramnya tidak memedulikan kedua temannya yang sibuk mengobrol. Jari lentik Aqnes terhenti begitu melihat info mengenai band kesukaannya akan manggung di kotanya. Dan yang lebih penting hanya berjarak beberapa meter dari sekolahnya.
"Lo berdua harus ikut gue." Seru Aqnes dengan mata berkilat senang. Gadis dan Andara hanya memandang Aqnes datar.
"Ke mana?" Tanya Gadis terdengar malas.
"Elo tahu kan, kalau gue suka sama Skylight?" Andara dan Gadis mengangguk, siapa yang tidak tahu dengan Band tersebut yang terdiri dari tiga cowok ganteng.
"Terus?" Tanya Andara yang masih menebak-nebak ke mana arah pembicaraan ini.
"Kita harus ketemu."
"Ya elah tinggal ketemu aja." Balas Gadis enteng.
"Masalahnya gue pengen ketemu sekarang."
"Elo gila, Ness. Sekarang kan ada ulangan Kimia." Tandas Gadis sebal.
"Ck, tinggal ikut susulan aja sih. Ya udah yuk cabut, waktunya mepet nih." Andara berujar sambil melirik jam di pergelangan tangannya yang menandakan lima menit lagi menuju bel.
Aqnes menyeringai melihat Andara yang setuju dengan pemikirannya untuk kabur. Sekali-kali lah dirinya bolos nggak masalah kan, toh tidak ada yang berani untuk melaporkannya. Mereka bertiga terlalu baik untuk di tuduh bolos, Andara salah satunya, siswi yang selalu giat sekolah walau bagaimana pun dirinya selalu melanggar tata tertib sekolah. Sedangkan dirinya dan Gadis, mereka sama saja jika dirinya malas untuk sekolah. Dirinya bisa tidak pergi ke sekolah dan diam saja di rumah, lain halnya dengan sekarang ini dia perlu untuk membolos.
"Eh elo bertiga mau ke mana?" Tanya Sam bingung, begitu melihat ke tiga cewek itu berjalan menuju pintu kelas sambil membawa tas masing-masing.
Aqnes dan Andara hanya menyeringai sedangkan Gadis temannya itu malah mendengus. Mereka kemudian pamit kepada Sam, lalu berjalan cepat untuk keluar dari sekolah karena mereka bertiga tidak ingin kepergok oleh guru lain.
Bel sekolah berbunyi pertanda gerbang sekolah akan segera di tutup, Gadis telah lebih dulu keluar dari gerbang karena cewek itu berlari begitu cepat meninggalkan kedua temannya.
Sial, gerbang di depannya telah tertutup dan Pak satpam sudah kembali ke pos jaganya. Tidak ada pilihan lain bagi mereka berdua, Andara dan Aqnes saling pandang kemudian mereka mengangguk. Aqnes dan Andara melancarkan aksinya untuk memanjat gerbang tersebut, begitu mereka berdua akan mencapai puncak gerbang. Terdengar seseorang yang memanggil namanya, membuat Aqnes merutuki nasib sialnya. Jarak antara gerbang dan koridor itu lumayan jauh, jadi kenapa mereka berdua bisa kepergok. Lagi pula ia sudah tau jika bel berbunyi para guru akan siap-siap untuk ke kelas masing-masing. Maka dari itu lah ia heran kenapa mereka bisa ketahuan, ruang guru pun terletak di lantai dua. Jadi besar kemungkinan mereka tidak di ketahui oleh para guru.
Aqnes seketika memandang ke bawah, ke arah suara yang memanggil namanya, mata cewek itu seketika membulat melihat Kelvin yang sedang tersenyum setan ke arahnya.
Sial
Apa yang dilakukan cowok itu dengan ponselnya, jangan bilang dia menelepon Adrian dan melaporkan aksi gilanya. Tidak-tidak cowok sinting itu tidak boleh merusak acaranya.
"Tutup mulut lo, dan jangan aduin ini ke siapa pun." Kelvin di bawahnya menyeringai, pemandangan yang baru di lihat olehnya. Ia tidak menyangka cewek model Aqnes nekad naik ke atas gerbang untuk membolos. Well, kakak kelasnya itu ternyata selalu membuat kejutan. Aqnes di atas sana terlihat begitu seksi, roknya yang pendek semakin pendek saja ketika duduk di atas sana. Dengan kaki yang cewek itu kaitkan pada besi gerbang membuat paha putih cewek itu terlihat begitu menyilaukan matanya.
"Well, dari pada lo naik ke atas gerbang sana. Mending lo naikin gue, Ness." Sahut Kelvin usil dengan seringai menggoda, Andara di samping Aqnes tertawa mendengar ucapan gila Kelvin. Sedangkan Aqnes sendiri cewek itu ingin sekali menyumpal mulut Kelvin dengan sepatunya.
"Dasar sinting!"
Kelvin malah terkekeh melihat wajah merah Aqnes. "Well, keuntungan apa yang bisa gue dapetin dari aksi tutup mulut ini?" Aqnes tidak bisa berpikir dalam situasi seperti ini.
"Terserah."
"Lo yakin?" Tanya Kelvin dengan senyum setan yang masih setia menghiasi wajah tampannya.
"Terserah, terserah dan terserah. Biarin kita pergi dan gue akan turutin apa yang elo mau." Tandas Aqnes final, cewek itu tidak peduli dengan apa yang di ucapkannya. Dirinya hanya ingin segera pergi untuk menemui band kesukaannya.
"Setuju, meskipun gue minta lo tidur dengan gue." Ucap Kelvin santai diiringi dengan seringai bodohnya.
"APA?!" Teriaknya dengan mata membulat.
.
Aqnes semakin geram melihat wajah menyeringai Kelvin yang berada di bawah. Tanpa memedulikan cowok itu Aqnes melompat dari gerbang sekolah tersebut, mengikuti kedua temannya yang sudah berjalan meninggalkannya. Tatapan tajam ia arahkan pada Kelvin, Aqnes kemudian berlari mengejar teman-temannya yang sedang berlari juga.
Sedangkan Kelvin sendiri cowok itu malah memandang Aqnes kaget karena ia tidak mengira, jika Aqnes yang dia pikir manja dan kekanakan bisa mempunyai nyali seperti itu. Benar-benar sulit di percaya, bibir tipisnya itu seketika tertarik ke atas menampilkan sebuah seringai.
Kelvin kemudian kembali menuju kelasnya, dia tidak ingin ketahuan oleh Adrian karena pada jam seperti ini masih berkeliaran di luar.
Sedangkan di tempat lain mereka bertiga sampai di tempat tujuan dengan napas yang masih memburu. Aqnes benar-benar gila menyuruh mereka berlari untuk menuju mal yang jaraknya lumayan jauh dari sekolahnya. Aqnes seolah lupa kalau kalau masih ada angkot, ojek, atau kendaraan lainnya untuk sampai tempat tujuan mereka. Namun Aqnes tetap kukuh pada pendiriannya. Dia tidak ingin naik kendaraan apa pun untuk sampai mal. Karena Aqnes tahu betul di jam-jam seperti ini semua kendaraan tidak ada yang bisa berjalan. Hanya berdiam di tempat dan itu membuatnya tidak ingin membayangkan kemungkinan-kemungkinan jika dirinya tidak bisa melihat artis idolanya secara langsung.
Aqnes seketika terdiam begitu melihat salah satu personil Skylight yang tiba-tiba berjalan melewatinya. Jantung Aqnes seketika berdegup dengan cepat, matanya membelalak sempurna tidak menyangka artis idolanya melewatinya. Badannya tidak bisa bergerak sedikit pun, ia seperti sebuah patung yang hanya bisa terdiam tanpa melakukan apa pun. Sedangkan kedua temannya itu telah berpencar untuk meminta foto pada personil Skylight. Mungkin jika dalam keadaan normal dirinya akan habis di ledek oleh kedua sahabatnya, tapi untung saja kedua sahabatnya itu sepertinya melupakan kehadirannya.
Tiba-tiba saja pandangan matanya terhalang oleh seseorang yang berdiri di depannya. Pria itu tersenyum kepadanya hingga menampilkan kedua lesung pipinya yang membuat salah satu alasannya menyukai pria yang berdiri di depannya itu.
Sempurna
Oke-oke dia salah, kesempurnaan hanya milik Tuhan, tapi dia benar-benar mengatakan yang sebenarnya. Adit Rahardian vokalis band Skylight, bermata onyx, berbibir tipis dengan kedua lesung pipi yang menghiasi wajah tampannya. Cowok itu tiba-tiba mengulurkan tangan kananannya membuat Aqnes membalas jabatannya dengan senyum merekah.
"Adit." Sahut cowok itu dengan senyum mematikan yang membuat Aqnes ingin meleleh di buatnya.
"Aqnes." Balasnya sambil melepaskan kembali tangannya, ia terus tersenyum melihat idolanya yang berada di hadapannya. Dia seperti bermimpi di siang bolong bisa berkenalan dengan Adit, ia benar-benar tidak percaya. Ia tidak peduli sekarang jika pembicaraannya di dengar oleh dua bodyguard di belakang tubuh Adit. Cowok itu juga sepertinya tidak terlalu peduli dengan orang-orang yang kini perlahan mulai mengerumuninya.
"Nama yang cantik, emm boleh minta kontaknya?" Tanya cowok itu lagi yang di luar perkiraan Aqnes. Hell apa dia tidak salah dengar, Adit meminta kontaknya? Ini benar-benar di luar ekpektasinya selama ini. Aqnes seketika mengangguk begitu melihat Adit mengeluarkan ponselnya, cewek itu kemudian menyebutkan beberapa digit nomor ponselnya.
"Thanks, nanti aku telepon. Sory nggak bisa lama-lama aku harus ke acara yang lain." Sahut Adit lagi dengan wajah menyesal, Aqnes tersenyum sambil mengangguk membiarkan Adit pergi dengan kedua bodyguardnya yang berjalan di belakangnya.
Mata Aqnes terus mengikuti punggung Adit sampai menghilang, tidak menyadari kedua sahabatnya itu yang kini sudah kembali dengan wajah senang bukan main.
"Yeay akhirnya gue bisa foto bareng Ken." Jerit Andara tanpa menghiraukan tempat di mana dia berada.
"Gue juga, gue foto sama Bryan dong." Seru Gadis tak kalah heboh.
"Lo kok diam aja, Ness. Mana foto lo sama Adit?" Tanya Andara bingung yang melihat sahabatnya itu hanya diam melihat ke arah eskalator.
Aqnes kemudian menyunggingkan senyumannya.
"Gue kenalan sama dia dong, dia minta kontak gue." Jeritnya kali ini dengan histeris sambil mengangkat kakinya.
Andara dan Gadis yang melihat itu semua meringis melihat kelakuan sahabatnya itu yang menurut mereka err memalukan.
"Lo jangan bohong deh, ngapain si Adit minta kontak lo." Dengus Gadis sambil berjalan beriringan kedua temannya untuk menaiki lift.
"Ck, lo sirik banget sih sama gue, nih liat." Tunjuk Aqnes pada ponselnya yang memperlihatkan beberapa digit angka tanpa nama. Karena setelah Aqnes menyebutkan nomor ponselnya Adit segera meneleponnya.
"Ih lo jangan bohong, Ness. Dosa tahu." Andara tetap tidak mempercayainya membuat Aqnes mendengus sinis.
"Elo tuh yang dosa, di ruangan Adrian kerjaannya mendesah-desah mulu." Balas Aqnes enteng yang sukses membuat Gadis tertawa sedangkan Andara, wajah cewek itu merona karena malu.
"Kita ke mana nih? Mau langsung pulang?" Tanya Gadis begitu mereka telah sampai di lantai 4 mal tersebut.
"Hmm, makan yuk abis gitu kita nonton." Usul Andara yang di angguki mereka berdua. Biarlah mereka bertiga bolos sekali-kali, toh paling yang menghukumnya Adrian. Dan semua itu ia akan serahkan pada Andara, karena ia tahu sahabatnya itu bisa mengatasi hal yang berkaitan dengan Adrian.
.
.
.
.
Aqnes mendesah kesal begitu jam istirahat tiba, ia dan kedua temannya di panggil oleh Adrian untuk menemuinya. Ia ingin sekali menendang Kelvin untuk mulut embernya, cowok itu benar-benar membuatnya naik darah. Apa cowok itu gila, melaporkan aksi membolosnya bersama kedua temannya kemarin. Ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilakukan Kelvin kepadanya, seharusnya dari awal ia tidak mempercayai kata-kata Kelvin.
"Apa yang kalian lakukan itu benar-benar tidak pantas untuk di contoh adik kelas kalian. Membolos di jam pelajaran untuk bertemu dengan artis. Apa-apaan itu!" Adrian berujar dingin dengan dengusan di akhir kalimatnya. Mereka bertiga kini tengah duduk di hadapan meja Adrian, Aqnes dengan wajah malasnya, Gadis dengan wajah datarnya, sedangkan Andara. Sahabatnya itu malah memamerkan senyum cantiknya, benar-benar menyebalkan.
Tapi tunggu dulu, dari mana Adrian tahu kalau mereka semua membolos hanya untuk bertemu dengan artis kemarin. Perasaan dirinya tidak membicarakan akan bertemu dengan artis untuk membolos. Lalu dari mana Adrian mengetahui mereka membolos hanya untuk melihat artis idola mereka.
"Saya tahu kedua orang tua kalian sangat sibuk, dan selalu tidak ada di rumah. Untuk memberikan surat kepada mereka pun rasanya percuma. Jadi sebagai hukumannya saya akan menghukum kalian untuk membersihkan sekolah."
"T-tapi Pak..." perkataan Gadis terhenti begitu Adrian memandangnya dingin.
"Tidak ada penolakan, Gadis. Kamu membersihkan Mushola, Aqnes kamu bersihkan halaman belakang, dan Andara kamu bersihkan ruangan saya."
"Kok saya bersihin taman sih, Pak. Itu kan luas banget, masa Andara cuman bersihin ruangan Bapak doang." Seru Aqnes tidak terima.
"Di sini yang guru siapa? Kamu atau saya, lagi pula itu sepadan dengan tindakan kamu. Memangnya saya tidak tahu, ide ini kan berasal dari kamu Aqnes." Adrian berujar sinis dengan wajah dingin membuat Aqnes hanya bisa mendecak sebal.
Kini mereka berdua berpencar, hanya Andara yang diam di ruangan Adrian. Dasar guru m***m, bilang aja pengen berduaan dengan sahabatnya itu, pakai alasan dirinya dalang dari masalah ini benar-benar menyebalkan.
Aqnes berjalan menuju halaman belakang dengan menghentakan kakinya kesal. Begitu ia berjalan untuk mengambil sapu lidi untuk menyapukan daun-daun kering yang mengotori taman, pandangan matanya seketika terpaku melihat seseorang yang begitu tidak di sukainya sedang berciuman.
Entah kenapa perasaannya tiba-tiba tidak karuan, ia merasa marah, kesal, kecewa dan cemburu eh? Tidak-tidak ia tidak cemburu, lagi pula ia tidak menyukai cowok menyebalkan itu, bukan. Jadi untuk apa dirinya harus cemburu bahkan marah sekalipun.
Oke tenang Aqnes lo hanya suka sama Aidan bukan Kelvin, jadi pemandangan di depannya itu bukan masalah untuknya. Aqnes mengembuskan napasnya dengan berat, ketika cewek itu akan berbalik, ia tidak menyadari di sampingnya itu ada sebuah tempat sampah besar. Kaki jenjangnya itu tidak sengaja menabraknya membuat tempat sampah itu jatuh seketika. Kelvin seketika memandang ke arah lain begitu mendengar suara debuman yang lumayan keras.
Matanya membelalak begitu melihat Aqnes yang menyebabkan tempat sampah itu terjatuh, Kelvin seketika berlari mengejar Aqnes begitu cewek itu membalikkan tubuhnya. No, no ia tidak ingin Aqnes salah paham akan tindakannya, ia harus meluruskan itu semua sebelum semuanya menjadi kacau.
"Ness, tunggu."
Aqnes tidak peduli cowok itu meneriaki namanya. Dia terus berlari dan berlari untuk menghindari Kelvin.
"AQNES BERHENTI, GUE BISA JELASIN!” Kelvin berteriak dengan terus berlari mengejar Aqnes tanpa memedulikan dirinya yang menjadi bahan tontonan teman-teman sekolahnya. Karena mereka berdua berlarian di koridor sekolah pada saat jam istirahat, itu benar-benar sebuah hiburan bagi teman-teman sekolahnya.
"Sial, kenapa cowok itu nggak berhenti buat kejar gue." Desis Aqnes sambil terus berlari menaiki anak tangga, sama seperti Kelvin ia tidak peduli jika sekarang dirinya menjadi bahan tontonan bagi teman-temannya. Yang dia pedulikan saat ini hanya menjauh dari Kelvin, sejauh-jauhnya.
.
-
--
-
-
TOBECONTINUE