Kelvin meminta maaf pada pelayan yang sedari tadi tidak bosan menawarinya makan, ia selalu menolak dengan alasan menunggu pacarnya dulu datang. Tapi sepertinya cewek itu tidak datang, dia telah menunggu Aqnes tiga jam lamanya dan cewek itu belum datang juga. Bahkan tidak memberinya kabar sama sekali. Dengan kesal, ia menaruh satu lembar uang seratus ribu lalu berjalan meninggalkan kafe tersebut.
Di lain tempat di waktu yang sama, Aqnes sedari tadi melirik jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah enam sore.
Sial
Apa cowok sinting itu menunggunya? Tapi itu tidak mungkin, tidak ada seorang pun cowok yang mau menunggu selama 3 jam. Hanya orang gila saja yang mau menunggu selama itu, lagi pula ini bukan salahnya. Karena dia tidak menyetujui ucapan Kelvin, dan pasti cowok itu sudah pulang dari sana.
"Kenapa Ness?" Tanya Aidan yang sedari tadi memperhatikan Aqnes. Mereka berdua kini sedang menonton setelah Aidan mentraktirnya makan. Cewek yang duduk di sampingnya sedari tadi ia perhatikan selalu melirik jam di pergelangan tangannya.
"Eh eng... nggak, Dan. Gue nggak apa-apa kok." Jawabnya dengan terbata-bata sambil meringis.
"Yaudah kita pulang yuk." Ajak Aidan sambil menggenggam tangan Aqnes.
"Tapi kan filmnya belum selesai." Aidan tersenyum sambil membelai pipi Aqnes, membuat cewek itu seketika merona.
Sial, jangan bikin gue baper dong.
"Nggak apa-apa, kita bisa nonton lain kali. Lagi pula kayaknya elo lagi nggak enak badan." Aqnes hanya bisa pasrah mendengar penjelasan Aidan, lagi pula dirinya harus pergi ke suatu tempat untuk memastikan sesuatu, mereka berdua akhirnya meninggalkan bioskop.
"Lo yakin mau gue turunin di sini?" Kata Aidan begitu mobil cowok itu berhenti di depan minimarket yang berseberangan dengan kafe tempat ia janjian dengan Kelvin.
"Iya nggak apa-apa kok. Gue mau beli keperluan gue dulu, nanti gue pulang pake grab aja."
"Oke deh kalau gitu." Aqnes tersenyum lalu pamit, ketika ia akan membuka pintu mobilnya. Tangannya tiba-tiba di tarik ke belakang membuat ia seketika membalikkan tubuhnya. Bibir tebal Aidan tiba-tiba mendarat di pipi chubby Aqnes, membuat Aqnes membulatkan matanya lebar, pipi chubby nya itu merona menjadi merah.
"Thanks karena elo udah maafin gue." Ujar Aidan sambil tersenyum yang melihat Aqnes menundukkan wajahnya. Cewek itu hanya mengangguk lalu membuka pintu mobil Aidan, kemudian pergi meninggalkan Aidan yang masih tersenyum.
Aqnes berjalan menuju kafe tempat di mana dirinya janjian dengan Kelvin, sambil terus memegangi pipinya yang telah dicium oleh Aidan. Dia benar-benar merasa senang Aidan mencium pipinya, itu sulit di percaya.
Begitu ia akan memasuki pintu kafe dirinya berpapasan dengan Kelvin. Kelvin sepertinya tidak menyadari dirinya, karena cowok itu terus berjalan dengan ponsel yang terpasang di telinga kirinya. Aqnes yang kesal karena diacuhkan oleh Kelvin, menarik lengan cowok itu membuat ponsel yang berada di tangan kirinya itu jatuh begitu saja.
Baru saja ia akan membentak orang yang menarik tangannya itu, wajahnya seketika memberengut sebal melihat Aqnes yang baru saja datang.
"Elo mau ke mana?"
"Pulang."
"Kok pulang? Gue kan udah di sini." Ujarnya ketus.
"Jadi elo maunya apa?" Tanyanya kesal, jelas saja dirinya kesal. Dia menunggu selama tiga jam lebih di dalam kafe seperti orang i***t. Dan cewek di hadapannya ini malah datang se-enak jidatnya tanpa mengucapkan minta maaf. Mungkin dirinya memang mulai menyukai Aqnes, tapi ia tidak bisa dengan mudahnya memaafkan cewek itu. Setidaknya cewek itu harus melakukan sesuatu untuknya agar dia bisa memaafkan cewek itu.
"Kok elo yang jadi kesel sih."
"Elo pikir gue harus ketawa-ketawa nungguin elo selama tiga jam lebih, dan bahagia pas elo datang? Elo salah, Ness."
"Gue nggak nyuruh lo buat nungguin gue!" Ujarnya jengkel.
"Tapi elo datang juga kan?"
"Terus elo maunya apa?" Tantang Aqnes geram, ia seolah di permainkan oleh junior tengil di depannya itu. Kelvin seketika menyeringai begitu mendengar perkataan Aqnes.
"Cium gue, kalau elo gak mau. Siap-siap aja besok di mading sekolah ada foto-foto lo." Ujarnya santai seolah sedang membicarakan sebuah permainan yang menarik.
Kedua tangan Aqnes mengepal sehingga buku jarinya memutih. Ingin rasanya ia meninju wajah di depannya itu, namun ia masih bisa menjaga emosinya. Ia tidak ingin dianggap cewek bar-bar yang membuat keributan di dalam cafe. Dia masih punya harga diri dan rasa malu.
"Fine gue cium lo, tapi nggak di sini."
"Harus di sini." Balasnya menyebalkan, Kelvin menarik lengan Aqnes untuk berdiri di samping pintu kafe, agar tidak menghalangi orang lain untuk masuk atau keluar dari kafe tersebut.
Aqnes berjinjit kemudian menempelkan bibirnya pada pipi tirus Kelvin.
"Puas lo!" Desis Aqnes sebal, namun Kelvin malah menggeleng.
"Apa perlu gue ajarin caranya mencium yang benar itu seperti apa?"
Sial
Cowok di hadapannya itu tahu dengan pasti bagaimana membuat dirinya marah. Dengan kesal Aqnes berjinjit lalu menempelkan bibirnya pada bibir Kelvin tapi hanya beberapa detik saja. Kemudian cewek itu melepaskannya dengan wajah memerah bercampur rasa marah dan malu. Karena beberapa orang yang berada di kafe memperhatikan tindakannya.
Kelvin seolah tidak puas mempermalukan Aqnes, ia menarik tengkuk Aqnes agar bibir mereka kembali bersentuhan. Dengan cepat Kelvin melumat bibir pink Aqnes, menghiraukan pinggangnya yang akan membiru berkat cubitan pedas dari Aqnes. Aqnes tidak bisa menolak ciuman Kelvin karena cowok itu menahan tengkuknya dengan kuat.
Setelah melepaskan ciumannya dari bibir Aqnes, cowok itu menyeringai menatapnya. Bibir Aqnes sungguh menggoda akibat perbuatannya, ia tidak memedulikan orang-orang yang memandangnya jijik.
"Dan itu baru namanya ciuman." Ujarnya dengan enteng, tanpa memedulikan wajah Aqnes yang sudah seperti tomat merah.
Aqnes rasanya ingin segera pergi dari sini dan tidak akan menginjakkan kakinya di kafe ini lagi. Wajahnya telah tercemar oleh perbuatan Kelvin yang memalukan, tanpa menunggu waktu lagi ia berbalik lalu berjalan meninggalkan Kelvin yang masih terdiam dengan senyum setannya.
.
.
.
.
.
***
Jam istirahat pertama.
Adri, Clara, Chindi mereka bertiga berjalan memasuki kelas Aqnes. Ketiga cewek itu adalah teman Aqnes cs, tak heran sih teman-teman mereka begitu cantik. Tapi mereka bertiga bukan hanya cantik saja, mereka juga pintar-pintar meskipun tak sepintar Andara. Aqnes melihat ketiga temannya itu dengan pandangan bingung.
"Kalian kenapa?" Tanya Gadis begitu ketiga temannya itu duduk mengelilingi mereka.
"Lo pada tahu kan, Bu Fitri lagi cuti?" Tanya Clara kepada ketiga temannya itu, Aqnes cs mengangguk.
"Terus?"
"Dan mulai saat ini, ada guru PKL yang gantiin Bu Fitri." Balas Adri.
"Cewek apa cowok?" Tanya Aqnes dengan mata berbinar, yang langsung saja dapat toyoran dari Andara.
"Cewek dan ugh, nggak banget deh nyebelin." Sahut Adri yang dapat anggukan dari Clara dan Chindi. Aqnes, Andara dan Gadis seketika penasaran dengan ucapan Clara.
"Kok bisa nyebelin?" Tanya Aqnes benar-benar penasaran, pasalnya baru kali ini ketiga temannya itu tidak menyukai guru baru yang magang. Biasanya teman-temannya itu tidak peduli, dan membiarkan saja. Dirinya jadi penasaran semenyebalkan bagaimana guru tersebut.
"Elo gak tahu aja, tuh guru sok cantik, sok seksi. Apalagi baju yang di pakainya, duh! Kayak mau ke pesta deh. Pake dresspressbody, kayak dia bodygoals aja. d**a sama p****t aja rata gitu, mana jalan nungging lagi, Pengen gue tendang rasanya." Seru Adri berapi-api membuat Aqnes cs seketika ternganga namun detik berikutnya tertawa.
"Parah banget lo, Dri ngomongnya haha..."
"Bukan gitu, tapi emang kenyataannya." Kilah Chindi yang lagi-lagi di setujui oleh kedua teman sekelasnya.
"Gue jadi penasaran, kayak gimana itu guru PKL." Kata Gadis sambil berpikir.
"Kalian liat aja nanti." Kata Clara.
Tiba-tiba saja Aqnes tersenyum culas sambil memandang kelima temannya. Andara tiba-tiba menyadari senyum misterius yang di perlihatkan oleh Aqnes itu mengandung banyak arti.
"It's show time." Desis Aqnes kemudian kelima temannya itu mendekatkan kepalanya, sehingga perkataan pelan Aqnes bisa terdengar oleh teman-temannya.
Dengan tersenyum puas keempat temannya itu meninggalkan bangku Aqnes untuk memulai aksi mereka. Clara, Adri, dan Chindi kembali ke kelasnya sedangkan Aqnes cs memulai aksinya. Andara di bantu Sam untuk membalikkan papan tulis, karena papan tulis di sekolah beliau bisa menjadi dua. Satu papan tulis untuk menggunakan spidol, dan satu lagi papan tulis untuk menggunakan kapur. Dan Andara cs mengganti papan tulis tersebut dengan papan tulis kapur.
Papan tulis itu hanya perlu di geser saja, setelah papan tulis itu berubah. Andara dan Sam mengotori papan tulis tersebut dengan kapur, sampai papan tulis itu kotor dan tidak bisa di gunakan untuk menulis. Untung saja dirinya dan teman-temannya itu selalu kompak dalam segala hal, maka begitu Aqnes memberi tahu perihal guru PKL tersebut. Mereka semua sepakat untuk memberi ucapan selamat datang di kelas mereka.
Aqnes mengambil taplak meja yang berada di meja guru lalu menaruhnya di bawah meja, kemudian dirinya mengotori meja dan kursi tersebut dengan kapur yang telah hancur oleh teman-temannya. Sehingga membuat meja dan kursi yang akan di duduki oleh guru PKL itu kotor.
Sedangkan Gadis, cewek itu bertugas menghilangkan spidol, penghapus dan jejak-jejak kelakuan nakal mereka. Setelah selesai mereka semua tersenyum melihat hasil yang mereka buat. Dimas melirik jam yang melingkari tangannya, waktunya tinggal sepuluh detik lagi untuk guru menyebalkan itu datang ke kelasnya. Untung saja pekerjaan mereka telah selesai, jadi dengan begitu mereka tinggal menunggu guru baru itu datang.
Dan benar saja guru baru itu memasuki kelasnya dengan senyum palsu, karena terlihat sekali jika guru tersebut hanya memandang murid laki-laki saja. Aqnes mendengus dalam hati begitu melihat pakaian yang di pakai oleh guru baru tersebut. Benar kata ketiga temannya itu, pakaian yang dikenakan oleh guru itu tidak mencerminkan seseorang yang akan mengajari mereka. Dress yang begitu lekat dengan tubuhnya, sedangkan wajahnya begitu penuh dengan make-up.
"Hai semua, perkenalkan saya Gwen. Saya guru baru untuk menganggantikan Bu Fitri untuk sementara waktu, selama beliau cuti." jelas Gwen dengan senyum menggoda ke arah Sam. Membuat cowok itu risi dibuatnya, tidak ada yang menjawab perkataan Gwen mereka semua hanya mengangguk.
Gwen mendengus begitu mendapat balasan dari para muridnya. Begitu ia akan berbalik menuju meja dan kursinya, dia membelalakkan matanya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana dirinya bisa menaruh tas dan duduk di kursi, jika kursi tersebut kotor dengan kapur putih.
"Jadi bisa di jelaskan, kenapa papan tulis dan meja saya kotor?" Tanya Gwen dengan kesal memandang satu persatu muridnya.
Lagi-lagi mereka kompak tidak menjawab hanya menggeleng saja. Membuat emosinya semakin naik ke ubun-ubun.
"Tinggal di lap aja sih, Bu. Apa susahnya." Sahut Aqnes tiba-tiba, Gwen seketika menatapnya tajam.
"Apa ini semua pekerjaan kamu?" Tanya Gwen yang kini berdiri di depan meja Andara dan Aqnes.
"Jadi Ibu nuduh saya?" Tantang Aqnes balik, tanpa takut sedikit pun.
"Baiklah kalau kamu tidak mau mengaku, saya panggil Mas Adrian." Balasnya dengan seringai licik.
-
-
-
-
TOBECONTINUE