Air dari wastafel meluncur deras membasahi jas berwarna abu-abu, jemari lentik wanita itu terlihat lincah mengucek jas di bagian depannya dengan sabun yang tersedia di toilet khusus. Sementara jemarinya bekerja, ujung ekornya melirik pria yang saat ini berdiri tegap dengan kedua tangannya bersidekap, dan sorot mata elangnya begitu menajam ke arah tempat dia berdiri.
“Issh ... kenapa juga sih minumanku kena orang lagi. Mana Bapak itu lagi yang kena, mana wajahnya seram untung ganteng! Errgh tetap aja ngeri,” batin Nailah ngedumel.
Nailah tadi sempat bingung mau dibawa ke mana, tapi langkah kakinya tetap mengikuti pria yang tidak dikenal tersebut, dan rupanya dia diajak ke toilet yang berada di lantai 3, tapi bukan toilet umum.
Secara logikanya Nailah, kalau melihat penampilan pria itu pasti mampu membawa jasnya untuk di laundry, apalagi dia melihat brand jasnya sangat terkenal, ini kenapa di suruh dicuci sekarang juga. Dan bukan Nailah tidak mau bertanggungjawab dengan jas pria itu, hanya saja wanita itu merasa aneh bin ribet.
“Masih lama membersihkannya? Atau kamu sudah punya uang buat bayar laundry jas saya?” Suara bariton Keenan terdengar sangat dingin, sama seperti dengan wajahnya yang terlihat sedingin es. Kira-kira kalau sinar matahari yang amat terik bisakah mencairkan es milik Keenan? Entahlah.
Yang jelas Nailah langsung meluruskan punggungnya, lalu menolehkan wajahnya, kemudian menatap ragu pada Keenan. Kran air dia tutup, lalu menyibakkan kedua tangannya yang basah ke udara, lalu tak lama merogoh tas yang disampirnya tersebut. Diambillah 3 lembar uang berwarna merah, lalu di sodorkannya ke muka Keenan.
“Kebetulan saya bawa uang lebih, semoga cukup buat bayar laundry jas Bapak, sekali lagi saya minta maaf yang telah mengotori jasnya, saya tidak sengaja,” ucap Nailah serius.
Keenan malah berdesak sebal melihat ada orang yang menyodorkan uang padanya, padahal yang dia katakan barusan hanyalah sindiran. Nailah yang melihat Keenan belum mengambil uangnya, terpaksa dia menarik salah satu tangan pria itu lalu menaruh 3 lembar uang merah tersebut ke tangan pria itu, dan hal itu membuat pria itu terkesiap.
“Kamu!”
“Mohon maaf sekali lagi Pak, semoga cukup ya Pak buat bayar laundrynya. Kalau uangnya kurang cukup tambahin pakai uang Bapak sendiri. Lagian saya juga bawa uang gak banyak-banyak, hanya cukup buat beli baju, skincare, sepatu, bedak, lipstik, makan di solala, jajan ice chocolate yang barusan tumpah, terus sama buat ongkos pu—“
“Mmmppphht! Mulut Nailah kembali dibungkam dengan tangan Keenan.
“Berisik!”
Nailah melirik tangan Keenan yang belum lepas dari mulutnya, lalu mulutnya bergerak dengan cepat.
“AAAWWW!!” pekik Keenan kesakitan sembari mengibaskan tangannya ke udara.
Mendengar teriakan Keenan yang begitu cepat, Nailah kini yang bergantian membekap mulut Keenan.
“Hussh Pak! Teriaknya jangan kencang-kencang. Nanti di sangkanya kita ngapa-ngapain di dalam sini, mana cuma berdua. Jadi tolong teriakkannya diperkecil volumenya, saya gak mau menimbulkan gosip di mall. Jadi urusan kita sudah selesai ya Pak, saya mau kembali ke bawah. Maaf ya Pak,” tutur Nailah.
Tatapan Keenan masih tercengang. “Berani sekali dia menyentuh mulutku!” geram batin Keenan. Ya, harap maklum Keenan sebagai pemilik bisnis retail, dan seorang pemimpin perusahaan, mana ada yang berani dan selancang Nailah. Semua karyawan menghormatinya dan segan padanya, namun dengan kharisma dan wibawanya mampu membuat para wanita klepek-klepek, dan berusaha agar dapat perhatian Keenan.
Usai berucap, Nailah menarik lengannya dari mulut Keenan, kemudian bergegas menuju pintu toilet, dan keluar begitu cepatnya bagaikan angin topan.
“HEY!”
Keenan telat mencegah wanita itu, namun kalau dia ikutan turut keluar bersamaan dari toilet dengan Nailah, pasti para karyawan departemen storenya akan bergosip ria. Akhirnya Keenan hanya mendesah menahan diri untuk tidak mengejar wanita itu, sembari melihat jasnya yang masih berada di wastafel, serta uang 3 lembar dari wanita yang tidak dikenalnya.
“Ck ... semoga tidak pernah bertemu dengan wanita sialan tersebut! Sialan, aku tuh gak butuh uangnya!” gumam Keenan kesal. Kesal baru kali ini ada wanita kasih uang padanya.
“Duh jangan sampai deh ketemu sama tuh cowok, bisa abis lama-lama uang buat bayar laundrynya,” gumam Nailah sambil tergidik.
Kakinya cepat melangkah menuruni eskalator dan mencari keberadaan Elsa yang ternyata masih sibuk memilih baju.
***
Hari-hari terlewati, hingga berubah menjadi berminggu-minggu, Nailah bekerja keras mencari lowongan pekerjaan sesuai dengan kelulusan akademiknya yaitu akuntansi, dan setelah sekian banyak surat lamaran dia kirim, serta beberapa kali melewati interview kerja dari berbagai perusahaan, akhirnya perjuangan serta doanya terjawabkan, kini dia tersenyum lebar menatap gedung yang menjulang tinggi di salah satu bilangan Jakarta Selatan.
Dengan tampilan mengenakan setelan blazer dipadu rok model V dengan panjang ¾ dalam warna senada yaitu abu muda, lalu kedua kakinya mengenakan sepatu stiletto. Nailah terlihat maksimal penampilannya di hari pertamanya bekerja, tak ada lagi Nailah yang selalu memakai daster, tak ada lagi Nailah yang selama ini sebagai ibu rumah tangga. Sekarang Nailah terlihat jauh berbeda, dan yang jelas semakin cantik sebagai wanita karir.
“Bismillah, semoga lancar dalam bekerja,” gumam Nailah sendiri.
Dengan langkah tegas dan anggun, Nailah masuk ke dalam lobby PT. CHESNA ABADI. Tbk, kemudian segera ke resepsionis untuk mengambil kartu access masuk ke divisi tempat dia kerja.
“Mbak Nailah, nanti ke lantai 5 terlebih dahulu ke bagian HRD,” ucap resepsionis saat memberikan kartu accessnya.
“Terima kasih banyak, Mbak,” jawab Nailah sopan, lalu dia bergerak sesuai arahan.
Pandangan Nailah masih terpesona dan tak menyangka dirinya di terima di perusahaan yang sangat bonafit sebagai staf keuangan, rasanya dia tak sabaran untuk mengisi hari-harinya dengan kesibukannya bekerja, dan ingin sekali menunjukkan pada mantan suaminya jika dia mampu berdiri di kakinya sendiri, tanpa perlu mengemis padanya.
Sesampainya di lantai 5 dan menemui bagian HRD, Nailah mendapatkan arahan serta tata tertib bekerja di perusahaan tersebut, setelah itu baru diantarkan ke lantai 7 di mana divisi keuangan berada oleh salah satu staf HRD.
“Perkenalkan nama saya Nailah Kanissa, mohon bimbingan dari semuanya,” sapa Nailah saat berkenalan dengan team divisi keuangan.
“Selamat bergabung Nailah, semoga bisa bekerja sama dengan team yang lainnya,” balas Pak Martin, manajer keuangan.
“Siap Pak Martin, insyaAllah saya bisa bekerja sama dengan team,” jawab Nailah mantap. Selanjutnya dia berkenalan dengan rekan kerjanya satu persatu sebelum duduk di kubikel yang sudah disiapkan.
Sementara itu di ruang CEO PT. CHESNA ABADI. Tbk
Sosok pria yang berparas tampan seperti Kevin Lutolf, terlihat serius membolak balikkan berkas yang baru saja diantarkan oleh Thomas asisten pribadinya.
“Nanti jam 10 akan ada rapat bulanan dengan divisi keuangan, lalu jam 1 siang akan bertemu dengan Pak Kiky,” lapor Thomas mengingatkan agenda kerja bosnya.
Keenan melirik jam tangannya yang sebentar lagi menunjukkan jam 10.