Bab 8. Bertemu kembali

1158 Kata
Perkenalan dengan rekan kerja telah selesai dan sekarang Nailah sudah duduk di hadapan meja kerja yang sudah persiapkan untuknya. Wanita itu tampak tersenyum sendiri ketika melihat meja kerjanya yang masih terlihat rapi, serta sudah tersedia komputer, alat tulis, tinggal menunggu arahan selanjutnya dari atasan atau rekan kerjanya. “Hei Nailah, kenalkan saya Luis yang akan membimbing kamu dalam seminggu ini,” sapa wanita yang tiba-tiba saja muncul dekat kubikelnya. Nailah lantas berdiri dan mengulurkan tangannya untuk berjabat. “Saya Nailah, mohon bimbingannya Mbak Luis,” jawab Nailah begitu ramah. Wanita berkulit kuning langsat tersebut menarik bangku dan duduk di samping Nailah, lalu menaruh buku berjudul SOP, kemudian ada berkas berupa account ke atas meja kerja Nailah. “Santai aja Nai ... jangan terlalu kaku banget,” pinta Luis melihat karyawan baru wajahnya tegang. Nailah pun tersenyum tipis. “Ini ada buku SOP yang harus kamu baca, terus ini ada berkas yang harus kamu pelajari. Kebetulan nanti kamu akan fokus dengan laporan penjualan di beberapa departement store yang ada di wilayah Jakarta. Oh iya sebelumnya kamu ada pengalaman kerjakan?” “Ada Mbak Luis, dulu sempat kerja di Politeknik Jakarta sebagai staf keuangannya. Tapi hanya 6 bulan waktu itu,” jelas Nailah. “Walau sebentar tetap ada pengalaman di bidang keuangan, jadi kamu bisa cepat beradaptasi di sini. Oh iya ... kebetulan jam 10 ini team divisi keuangan akan rapat dengan CEO, jadi kamu harus ikut walau masih baru, di sana saya harap kamu bisa sambil belajar dengan mengamati.” “I-ikut rapat dengan CEO!” Agak terkejut Nailah mendengarnya, baru pertama kali masuk kerja sudah ikutan rapat dengan CEO pula. Sudah bisa dipastikan Nailah akan minder dalam rapat tersebut sebagai karyawan baru, yang belum mengetahui seluk beluk perusahaan tempat dia bekerja. “Sekalian saya mau kasih tahu, di sini kita harus jaga sikap jika bertemu dengan CEO, agak menyeramkan orangnya, ada kesalahan sedikit aja pekerjaan kita bakal melayang. Dan jangan coba-coba cari perhatian dengan CEO kita bisa ikutan dipecat, maklumlah biasanya karyawan baru pertama kali lihat CEO pasti langsung terpesona,” tutur Luis. Nailah sampai tergidik mendengar penjelasan Luis. “Sampai sebegitukah, jadi CEO perusahaan ini galak banget dong Mbak Luis?” “Sangat galak, tapi royal kalau kasih gaji dan bonus kalau kinerja kita bagus, makanya banyak karyawan yang senang dan betah kerja di sini." Nah masalah gaji sepakat sama Luis, tadi di saat menghadap bagian HRD untuk menandatangani surat kontrak kerja, netra dia membulat melihat gajinya yang ada di atas UMR Jakarta, padahal dia baru masuk dan hanya sebagai staf. Maka dari itu dia bertekad akan bekerja totalitas. “Gak pa-pa deh CEO nya galak atau gimana-gimananya, lagian tidak akan sering berinteraksi secara langsung, wong aku hanya staf biasa aja, jadi amanlah,” batin Nailah. Luis melirik jam tangannya, kemudian beranjak dari duduknya. “Yuk, udah mau jam 10, kita ke ruang meeting,” ajak Luis. “Baik, Mbak Luis.” Nailah mengambil notebook dan pulpen, kemudian menyusul Luis yang sudah terlebih dahulu jalan. Meeting di adakan di ruang meeting yang berada di lantai 12 tempat ruangan CEO serta jajaran petinggi perusahaan berada. Netra Nailah sempat terpukau saat menginjak lantai 12, suasananya layak berada di lobby hotel bintang 5 sangat mewah. Dengan tatapan terpesona, langkahnya masih mengikuti Luis dan sama-sama masuk ke dalam ruangan meeting yang cukup luas dan dari ruangan tersebut bisa menikmati gedung-gedung pencakar langit melalui kaca berukuran besar, ini hal baru yang sangat disukai oleh Nailah, bisa lihat pemandangan dari ketinggian. Nailah sengaja mengambil posisi duduk agak jauh dari kursi kebesaran yang dia duga sebagai tempat duduk sang Pemilik Perusahaan, lagi pula dia hanya karyawan baru yang tugas sementara hanya menyimak saja. Seluruh team divisi keuangan sudah duduk, dan saat ini mereka sama-sama menunggu kedatangan CEO sambil mengobrol. Dan tak lama, suara hentakkan sepatu pantofel yang tegas terdengar jelas dari ambang pintu yang terbuka. Suasana ruang meeting langsung hening seketika, dan semua mata tertuju pada pintu ruangan, termasuk Nailah yang ingin tahu seperti apa wajah CEOnya. “Selamat pagi semuanya,” sapa pria berjas hitam dengan mengulas senyum tipis saat masuk ke dalam ruangan. “Pagi juga Pak Thomas,” sapa Martin, lalu disusul oleh semua staf keuangannya. “Oh Pak Thomas namanya, ganteng juga,” batin Naliah, rasa ingin tahunya sudah terbayarkan. Tapi dia menatap heran saat melihat pria yang bernama Thomas itu masih berdiri setelah menaruh bawaannya di atas meja meeting, lalu bergerak menarik kursi pimpinan, tapi tetap tidak duduk. Tak lama, masuklah sosok pria tampan dengan raut wajah datar dan dinginnya, terlihat pria itu membuka kancing jas berwarna abu gelapnya, kemudian disibaknya. “Pagi.” Suara bariton yang terdengar berat menyapa singkat karyawannya, sembari dia menjatuhkan bobot tubuhnya ke atas kursi pimpinan. Nailah membeliak, mulutnya menganga seketika, mau mengedipkan matanya agak susah saat melihat sosok pria ... ah Nailah gak bisa berkata-kata lagi. “Di-Dia ... haduh!” batin Nailah mulai ketar ketir, dan berharap pria itu tidak menatap dirinya, sungguh kali ini Nailah ingin bersembunyi dibalik meja kalau bisa. Seperti biasa sebelum rapat dimulai, netra Keenan akan mengedarkan pandangannya ke semua sudut, namun ... “Di-Dia ngapain ada di sini!” seru Keenan sendiri. Sontak saja semua mata langsung memandang Keenan saat berkata, lalu mencari orang yang kini ditatap oleh Keenan dari singgasananya. Nailah memalingkan wajahnya, lalu langsung menutup wajahnya dengan notebook, pura-pura tidak tahu. “Haduh ... mati aku! Jadi Bapak itu CEO di sini? Astaga mimpi apa aku bisa kerja di perusahaannya ... haduh ibu, aku harus ngimana ini,” batin Nailah mulai cemas. Thomas yang duduk di samping bosnya agak mencondongkan dirinya. “Maaf Pak Keenan, ada hal yang mengganggukah?” Tatapan Keenan yang tertuju pada Nailah yang ada di paling ujung meja panjang tersebut langsung berhamburan. “Mmm, tidak ada. Buka rapatnya!” “Kenapa dia bisa ada sini?” masih bertanya-tanya batin Keenan setelah membuang pandangannya, dan mulai fokus dengan memulai meeting bulanannya. Sebelum rapat dimulai, pertama-tama Pak Martin selaku manajer keuangan mengenalkan staf baru kepada Keenan, dengan rasa yang sangat khawatir Nailah beranjak dari duduknya. “Perkenalkan nama saya Nailah Kanissa sebagai staf keuangan, terima kasih sebelumnya saya diberikan kesempatan untuk bergabung di perusahaan, Bapak,” ucap Nailah begitu pelan saat diminta memperkenalkan diri, tatapan Nailah juga meragu saat melihat sorot tajam Keenan, ingin sekali rasanya ambil karung beras lalu menutup wajah pria itu agar jantungnya tidak berdegup cepat, bukan karena terpesona dengan ketampanan Keenan, tapi lebih ke rasa takutnya. “Ya Allah, semoga aku tidak cepat dipecat di sini, maapin Baim Ya Allah," batin Nailah pengen menangis rasanya, baru saja ngerasain senang. “Mmm ...,” gumam Keenan datar, tidak ada kata-kata lain, atau paling tidak ada kata selamat bergabung. Wah, Nailah semakin memelas, sepertinya dugaan Nailah akan segera terwujud. Pias sudah wajah Nailah melihat sambutan Keenan terhadap dirinya yang terasa dingin sedingin sikapnya Keenan, alhasil dia hanya bisa menarik napas panjang dalam tunduknya, mood kerja dia langsung nyungsep seketika. Diam-diam ujung ekor netra Keenan melirik kembali wanita yang dianggap sial baginya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN