Turun ke lantai 7 yang hanya memakan waktu 5 menit, rasanya seperti 1 jam bagi Nailah, da-danya rasanya sesak melihat kehadiran sosok pria yang masuk ke lift dari lantai 11. Mereka berdua tidak saling menyapa, hanya sempat beradu pandang, lalu sama-sama seperti orang asing, tapi sebenarnya berbeda dengan pria itu, ujung ekor netranya melirik Nailah dengan banyak pertanyaan yang menghinggapi dirinya.
Lantas bagaimana dengan Keenan, ya sudah tentu pria itu diam-diam memperhatikan Nailah yang sejak tadi diam dan membeku dalam berdirinya. Layar kecil yang ada di lift sudah tertuliskan lantai 7, ada rasa lega dihati Nailah, dia pun benar-benar langsung keluar begitu saja tanpa berpamitan pada Keenan.
Dua pria dengan beda jabatan, sama-sama terdiam melihat kepergian Nailah begitu saja, rasanya kenapa terasa aneh diacuhkan oleh wanita cantik tersebut.
“Mungkinkah Nailah kerja di sini juga? Dan kenapa dia makin cantik,” batin Haidar bertanya-tanya saat memperhatikan Nailah keluar dari lift begitu saja.
“Ya Allah, apakah Mas Haidar kerja di sini juga? Bukankah dia bekerja di kantor papanya?" batin Nailah juga bertanya-tanya sembari menggelengkan kepalanya, lalu mengibaskan rambut panjangnya.
Sesampainya di ruang divisi keuangan, sehubungan sudah jam pulang, rekan kerjanya sudah banyak yang bersiap-siap untuk pulang, Nailah jadi canggung yang baru kembali ke ruangan.
“Nailah, sudah selesai bertemu dengan Pak Keenan?” Luis langsung bertanya saat melihat Nailah tiba.
“Sudah Mbak Luis, tadi disuruh mengerjakan input data, kayak test kerja masuk, makanya agak lama.” Nailah langsung menjelaskan, ketimbang nanti di berondong pertanyaan serta kecurigaan.
“Oh tumben ya, biasanya test kerja cukup di bagian HRD saja. Tapi ya suka-suka hati CEO sajalah,” jawab Luis. “Berhubung sudah jam pulang, kamu boleh pulang juga, besok kita sinergi lagi buat tugas kamu,” lanjut kata Luis sembari merapikan meja kerjanya.
“Makasih Mbak Luis.” Nailah bisa bernapas lega karena tidak ada kecurigaan apa pun, dan Luis sepertinya juga tidak engeh dengan baju Nailah yang sudah berganti.
Nailah, Luis bersama Utami berbarengan keluar dari ruangan hingga keluar dari lobby perusahaan, lalu berpisah karena Luis dan Utami membawa kendaraan motor, sementara Nailah naik kendaraan umum.
Wanita itu bergegas keluar dari gerbang perusahaan, namun tiba-tiba saja lengannya terasa ada yang menariknya, Nailah pun tersentak melihat sosok yang menarik lengannya dan mengerek dirinya menuju mobil yang sangat dia kenal.
“Mas, apa-apaan ini!” sentak Nailah saat tubuhnya didorong masuk ke dalam mobil, lalu pria itu memutari mobilnya kemudian duduk di balik kemudi. Nailah sudah tentu bergerak membuka handle pintu mobil, dirinya ingin keluar, tapi sayangnya tangan pria itu langsung mengunci otomatis mobilnya.
“Mas, buka pintunya ... buat apa aku di sini!” teriak Nailah sembari mengguncangkan handle pintu mobil.
“Aku ingin bicara padamu, Nailah!” seru Haidar.
Nailah menolehkan wajahnya sembari memutar malas bola matanya. “Ingin bicara apa Mas Haidar, di antara kita sudah tidak ada pembicaraan lagi. Kita sudah selesai.”
Haidar menyalakan mesin mobilnya, lalu keluar dari parkiran mobil, Nailah mendengkus kesal melihat kelakuan mantan suaminya.
“Mau ke mana kita Mas, aku harus cepat pulang!” sentak Nailah.
Pria yang sedang fokus dengan kemudinya, tampak menyeringai tipis. “Sekarang kamu berubah ya Nai, sudah bisa membentak padalah dulu kamu kalau bicara sama aku itu sangat lembut, lalu penampilan kamu jauh berbeda,” celetuk Haidar.
Nailah berdecak. “Ck ... Bukan urusanmu jika aku berubah, Mas!”
Haidar apakah tidak menyadari, Nailah berubah karena luka yang telah kamu goreskan padanya. Dia harus membangun pondasi yang kuat dalam hatinya agar bisa mengarungi masa depannya, pondasi yang bisa menghadapi hantaman ombak yang pasti akan datang. Kelembutannya masih ada namun sudah diselimuti dengan ketegaran hatinya.
“Turunkan aku di depan Mas,” pinta Nailah, saat melihat dari kejauhan ada halte busway. Haidar tidak menggubrisnya, justru semakin mempercepat laju mobilnya.
“Mas!” seru Nailah saat Haidar tidak mengindahkan permintaannya, sungguh geram batin Nailah. Nailah yang sedang berjuang melupakan kisah rumah tangganya, sekarang harus dipertemukan kembali. Semoga saja Nailah tidak menyerah menghadapinya.
Sekitar 45 menit, mobil yang dikemudikan Haidar berhenti di salah satu restoran kesukaan Nailah, wanita itu sempat terpaku melihatnya. Dan lagi-lagi tangan Haidar memaksa Nailah untuk masuk ke dalam. Dan pria itu pun memilih posisi meja favoritnya, meja dekat dengan kolam air pancuran buatan.
“Apa maksud Mas Haidar mengajak aku ke sini? Jangan bilang ingin mengingatkan aku tentang masa lalu kita. Karena aku telah melupakan semuanya,” ketus Nailah berkata, sembari menjatuhkan bobot tubuhnya di atas kursi. Biarlah Nailah berkata dusta, walau sebenarnya tempat tersebut banyak kenangan manis bersama Haidar, begitu sempurna sosok pria itu mengajak dia ke restoran yang memiliki suasana romantis dikala dia sedang marah dengan Haidar, dan memang berhasil meluluhkan hati Nailah, hingga terjadilah malam syahdu mengarungi samudra, tapi itu dulu bukan sekarang.
“Aku memang sengaja membawa mengajakmu ke sini, biar kamu mengingat masa-masa indah kita dulu,” pungkas Haidar, sembari melambaikan tangannya pada waiters.
Nailah hanya mencibir kesal, “Masa lalu yang tak perlu dikenang lagi!” Jangan berharap dia terhanyut dengan ucapan Haidar. Sudah tak berlaku!
Pria itu tanpa bertanya pada Nailah, langsung memesan makanan yang disukai oleh mantan istrinya. Nailah hanya bisa menekukkan wajah tidak suka hatinya, lalu melayangkan pandangannya ke luar restoran, dan ...
“Hah!” Nailah mencoba memicingkan netranya agar lebih jelas apa yang dia lihat dari kejauhan. Ada mobil mewah yang terparkir di luar restoran, dan kaca jendela penumpangnya terbuka, terlihat sosok Keenan yang memandang ke arah dalam restoran yang memang hanya berdindingkan kaca tebal, jadi bisa saling melihat kondisi di luar dan di dalam restoran.
“Bisa-bisanya dia ada di sini!” gumam Nailah dalam batinnya.
“Bukannya itu Nailah, ck ... bisa-bisanya lihat dia lagi,” gumam Keenan sebal, tapi netranya turut memicing agar terlihat jelas siapa pria yang bersama Nailah, tapi sayangnya yang terlihat hanya punggungnya saja.
“Dasar janda genit!” umpat Keenan sebal sendiri, lalu membuang mukanya saat Nailah sudah terlebih memalingkan wajahnya. Pria itu sedang menunggu sopirnya mengambil pesanan calon mertuanya yang akan dibawanya ke rumah Chintya, sementara Chintya tidak semobil dengannya karena wanita itu membawa mobil.
Kembali ke dalam restoran.
“Apa yang ingin Mas Haidar bicarakan, aku tidak bisa berlama-lama di sini?”
Pria itu menatap lekat wajah sang mantan yang kini sedang menatapnya. “Aku sangat menyesal Nai, aku benar-benar menyesali kita telah bercerai,” ucap Haidar jujur.
Nailah hanya bisa menyunggingkan senyum getirnya, lalu memalingkan wajahnya dan ...
“HAH!”
Belum ada 24 jam, hot daddy itu sudah ada di hadapan Nailah.
“Haduh mau apalagi ini orang!” batin Nailah, sambil menepuk keningnya dengan memelas.