“Bahkan dia tak mengejarku...,” lirihnya diiringi lirikan mata ke arah spion. Sementara air matanya perlahan menetes. Kini ia yang bertanya-tanya. Ia atau Wira yang tak pernah bisa mengerti? Sedangkan Wira sibuk menendang-nendang ban mobil yang entah milik siapa. Lelah menendang, nafasnya terengah dan matanya menatap nanar pada jalanan di depan sana. Mobil yang dikendarai gadis itu menghilang sempurna. Kini ia benar-benar pergi. Jika kemarin ia masih anteng saja dengan sikap dinginnya dan ego yang ia pasang tinggi-tinggi, maka kini tidak lagi. Ia tak bisa seperti itu lagi. Karena kini ego itu hancur bersama harapannya. Bahkan cintanya sudah hancur di depan mata. Karena gadis itu benar-benar memutuskan untuk pergi. Sialnya, perasaannya kali ini tak enak sama sekali. Entah kenapa, ia pun