“Kak Wira....,” Airin datang dengan payung dan handuk di tangan. Ia mengulurkan handuk itu pada Wira namun lelaki itu menggeleng. Walau tubuhnya sudah gemetar bahkan bibirnya telah membiru, ia tak mau menyerah. Ia harus mendapatkan Aisha kembali. Dengan apapun caranya. Bahkan jika harus mati pun, ia sudah tak peduli. “Kakak pulanglah. Biar Airin yang bicara dengan Kak Aisha. Ia tak kan mendengar apapun omongan kakak.” Dan hanya gelengan lemah yang diterima Airin. Lelaki itu masih betah berdiri di depan pintu gerbang rumah Adhiyaksa. Sejak sore tadi, ia memang memasang badan di sana. Tanpa peduli ucapan-ucapan satpam yang menyuruhnya masuk atau Mami yang masih ramah mempersilahkannya untuk menunggu Aisha di dalam rumah. Namun ia tak mau dan dengan sikap keras kepala, ia memilih berdiri hi