Jian memakan sarapannya hingga tandas, lalu membawa baki perkakas makan ke pantry yang berada di lantai bawah. Saat Jian selesai mencuci peralatan makannya, Skylar turun dari lantai atas, nampak segar dengan sisa air yang membasahi wajah tampannya, dan terlihat dandy. Kemeja biru pucatnya nampak pas membungkus tubuh tinggi atletisnya, dan Jian berani bertaruh bahwa, banyak perempuan akan menatap suaminya itu dengan terpesona. Jian bersyukur, dirinyalah yang berhasil menjadi nyonya Skylar Wistara, sutradara yang telah melahirkan banyak film sukses di pasaran.
"Kamu sedang apa?" Skylar menghampiri Jian saat netranya menemukan istrinya berada di pantry.
"Aku sedang mencuci piring, aku akan mandi sebentar lagi," ucap Jian saat Skylar memeluknya dari belakang.
"Kamu mau kopi?" tawar Jian, saat wajah Skylar mengendus leher jenjangnya dan membuat tubuhnya meremang.
"No." Jemari Skylar mengusap pelan perut rata Jian.
"Sky...aku mau mandi." Jian melepaskan tangan Skylar yang ada di pinggang rampingnya dan menjauhi Skylar sebelum lelaki itu semakin jauh menggodanya dan membuatnya terlambat datang ke butik.
"Aku akan menelpon Sonya dan mengatakan kalau kamu terlambat."
"Jangan sekarang, ini bukan hanya karena Sonya. Hari ini, aku ada janji bertemu dengan putri walikota, ia ingin memesan gaun pengantin, aku tidak bisa terlambat hari ini."
Skylar mengerang kecewa mendengar alasan Jian.
"Aku akan membuatkanmu kopi, dan aku janji, malam nanti, aku milikmu. Seutuhnya," ucap Jian sambil mengecup pipi Skylar singkat, lalu mengambil cangkir favorit Skylar dan dengan cekatan membuat kopi untuk suaminya itu.
Aroma pekat kopi mengepul memenuhi pantry saat Jian mennyajikan cangkir kopi pada Skylar.
"Aku akan bersiap dan kita bisa segera berangkat," ucap Jian sambil meletakkan kopi di hadapan Skylar, lalu berlari kecil ke lantai atas di mana kamarnya berada dan segera masuk ke kamar mandi, untuk membasuh tubuhnya.
Jian duduk di depan meja rias dengan bathrobe menyelubungi tubuhnya. Perempuan itu menatap bayangan dirinya di kaca, pantulan wajahnya yang tersenyum karena rasa bahagia berada dalam pantulan kaca, dan membuat hatinya mengucapkan syukur karena mendapatkan kebahagiaan bersama Skylar.
Dahulu, Jian tidak pernah berani membayangkan sebuah pernikahan yang indah, karena ia menyaksikan bagaimana orangtuanya seringkali bertengkar dan akhirnya memutuskan berpisah, meninggalkan Jian kecil yang kebingungan karena mendadak kehilangan sosok ayah dan ibu di rumah neneknya. Jian tumbuh dewasa bersama nenek dari pihak ibunya, dan sangat jarang bertemu kedua orangtuanya karena ayah dan ibunya membina keluarga baru. Mereka seolah melupakan bahwa mereka memiliki Jian, putri yang mereka tinggalkan sendirian di perahu pernikahan yang karam.
Sejak saat itu, Jian merasa pesimis terhadap hubungan cinta dengan lawan jenis. Jian beberapa kali dekat dengan lelaki tapi tidak pernah memikirkan sebuah hubungan serius hingga jenjang pernikahan seperti orang lain. Jian bahkan berpikir tidak akan pernah menikah karena rasa takut dan khawatir bahwa pernikahan yang dijalaninya akan berakhir dengan perasaan sakit yang tidak saja berimbas bagi dirinya tapi juga bagi anak-anak yang ditinggalkan.
Jian tidak ingin apa yang dialaminya juga dialami oleh orang lain, terutama darah dagingnya, seseorang yang dilahirkannya tidak layak mengalami kejadian buruk seperti yang dialaminya. Karena hal itu, Jian memutuskan untuk tidak menikah, awalnya. Namun, semuanya berubah ketika Skylar Wistara, sepupu Sonya, sahabatnya, masuk ke dalam hidupnya.
Pertemuannya dengan Skylar membuat Jian berubah pikiran tentang pernikahan dan menerima uluran tangan Skylar untuk membangun sebuah mahligai pernikahan. Skylar adalah seseorang yang memperhatikan segala sesuatu tentangnya dan secara perlahan membuat Jian merasa dirinya begitu istimewa saat Skylar memujanya dengan segala perhatian. Skylar adalah seseorang yang membuat Jian merasakan bahagia, sejak awal perjumpaan mereka hingga saat ini, memasuki tahun ke lima pernikahan mereka.
Jian menatap meja riasnya, di mana parfum yang diberikan Skylar berada, ia mengambil parfum itu, mencium aromanya. Harum mawar yang lembut dan elegan tercium, begitu terasa feminin dan membuai, meski mawar bukanlah jenis bunga yang disukai Jian, namun kali ini Jian menyukai wangi parfum mawar yang diberikan Skylar. Perlahan, ia menyemprotkan parfum itu ke tubuhnya, membuat tubuhnya kini berselubung aroma mawar yang harum dan feminin.
***
"Kamu cantik sekali," puji Skylar saat Jian menghampirinya. Pria itu merangkul pinggang Jian dan mengecup lembut bibir Jian.
"Hentikan, kau merusak lipstikku," protes Jian sambil mendorong tubuh Skylar menjauh.
"Aku lebih memilih mengacaukan lipstikmu dengan kecupanku daripada mengacaukan eyelinermu dengan air mata kesedihan."
"Wah, kamu benar-benar pandai memilih kata-kata rayuan, Sky."
"Aku ingin tahu, apa kamu juga segampang ini memberikan pujian pada para artis cantik yang bekerja bersamamu?"
"Tentu saja tidak, sayang. Aku bersumpah bahwa aku bersikap profesional."
"Apa kamu yakin?"
"Apa lagi yang harus aku lakukan untuk meyakinkan kamu?"
"Sky...kadang aku takut kamu meninggalkan aku."
"Kita sudah membahas itu sayang. Kamu berpikir terlalu jauh, berhentilah berandai-andai, memikirkan sesuatu yang tidak nyata. Kita ada di sini, berdua bersama, dan bahagia itu kenyataannya, dan akan terus seperti itu hingga nanti kita berakhir."
"Aku mencintaimu, lebih dari apapun Jian...."
"Rayuanmu selalu semanis madu, Sky."
"Asal kamu tahu saja, aku tidak sedang merayumu, aku sedang mengatakan hal yang sesungguhnya."
"Tentu saja aku tahu, kamu akan selalu mencintaiku hingga akhir, dan kamu pada akhirnya tidak hanya mengacaukan lipstikku tapi juga hal lainnya...."
"Hal lainnya seperti apa? Pakaian dalam, bra dan panty? Atau lingerie?" Skylar mengerling.
"Oh ya, ampun, ini masih pagi, kamu seharusnya tidak bicara sevulgar itu."
Skylar tertawa.
"Aku sangat tidak sabar untuk mengacau nanti malam," bisik Skylar di telinga Jian, lalu menggandeng tangan Jian, mengecupnya lembut.
"Tapi sekarang aku akan mengantarkanmu ke butik, sebelum kamu jadi milikku nanti malam."
"Mendengar kata-katamu, membuatku agak ketakutan."
"Kamu tidak akan ketakutan sayang, tapi kamu akan ketagihan." Skylar meremas bagian belakang tubuh Jian hingga Jian memekik.
"Skylar!"
"Ah, aku benar-benar tidak sabar, sayang." Skylar mengendus leher Jian.
"Hentikan sekarang, aku bisa terlambat!" sergah Jian sambil berjalan mendahului Skylar. Jika mereka tidak segera pergi, maka Jian yakin mereka akan berakhir dengan terlibat gelora asmara yang panas karena jujur saja, Jian selalu terpengaruh rayuan Skylar. Pria itu benar-benar lihai dan maut saat merayu dengan mulut manis dan tubuh atletisnya, dan bila itu terjadi maka akan membuat semua rencana kerjanya hari ini berantakan.
"Apa kamu sudah menghubungi klinik dokter Leo?" tanya Jian saat mereka berdua berada di dalam mobil SUV hitam yang dikemudikan Skylar.
"Kita dijadwalkan akan bertemu dokter Leo lusa." Skylar memberitahu Jian sebelum pria itu menginjak kopling dan rem lalu menggeser tuas persneling ke angka nol, membuat kendaraan itu berhenti tepat di depan bangunan bercat pastel dan papan nama 'Feè Marraine'.
"Baiklah. Aku tidak sabar dan sangat bersemangat mengikuti program kehamilan kali ini, aku berharap program ini akan berhasil."
"Semoga Tuhan mendengar permohonanmu, sayang."
"Aku penasaran bagaimana anak kita nantinya? Dia pasti sangat tampan sepertimu."
"Atau cantik sepertimu." Skylar menambahkan.
Jian tersenyum.
"Mereka adalah anak-anak yang akan membuat kita semakin bahagia. Mereka malaikat kecil yang akan melengkapi pernikahan kita."
"Tentu saja. Mereka akan membuat kebahagiaan kita sempurna." Skylar mengusap punggung tangan Jian.
"Cepatlah masuk, aku yakin Sonya sudah menekuk wajahnya karena kesal karena kamu tidak kunjung datang."
"Baiklah. Sampai jumpa nanti sore." Jian memajukan wajahnya mengecup Skylar kilat, lalu keluar mobil, melambai pada Skylar sampai mobil Skylar bergerak perlahan dan meninggalkan Jian.
"Kau terlambat sepuluh menit," ucap Sonya sambil melihat jam di pergelangan tangannya, saat Jian masuk ke dalam butik.
"Aku minta maaf, nyonya," ucap Jian menanggapi kata-kata Sonya.
"Ck! Kau selalu saja bercanda!" Sonya menepuk pundak Jian.
"Ada seseorang yang menunggumu, dia mengatakan ingin menjahit gaun untuk sebuah acara spesial."
"Siapa? Apa dia sudah membuat janji? Aku harus pergi menemui Rachel, putri walikota, dia akan memesan gaun pengantin, dan kamu tahu kan, dia adalah pelanggan VIP jadi aku tidak boleh terlambat datang menemuinya."
"Soal Rachel, ada kabar buruk. Dia membatalkan pesanan gaun pengantin, tapi dia akan tetap memesan gaun untuk acara bridal shower. Total ada sepuluh gaun yang akan dipesannya, sembilan untuk sahabat-sahabatnya dan satu untuk Rachel, yang paling glamor dan elegan. Dia hari ini sibuk meeting dengan wedding organizer dan memintamu menemuinya besok." Sonya menjelaskan panjang lebar soal jadwal pertemuan Jian dengan salah satu customer butiknya yang merupakan putri orang nomor satu di kota tempat tinggal mereka.
"Sayang sekali, kita tidak akan mendapatkan spot light dari gaun pengantin Rachel," keluh Jian sedikit kecewa. Jian berharap saat ia mengerjakan gaun pengantin putri walikota, butiknya akan semakin dikenal, dan tentu saja akan membuat pesanan butiknya meningkat.
"Tidak apa-apa, setidaknya kita masih mengerjakan gaun yang dikenakan saat bridal shower, dan jika gaun-gaun itu sukses, aku yakin sahabat-sahabat Rachel yang notabene adalah kalangan high class kota akan kembali memesan pada kita, dan juga, memberikan testimoni positif."
"Aku rasa kau benar. Aku penasaran, siapa yang akhirnya membuat gaun pengantin untuk Rachel."
"Kabarnya, calon mertua Rachel membawakannya gaun Vera Wang."
"Ah, pantas saja, Rachel membatalkan gaun dari butik kita."
Sonya tertawa kecil.
"Karenanya, kita tidak perlu kecewa, saingan kita Vera Wang, kita bisa apa?"
"Jadi, sekarang, lebih baik, kau menemui pelanggan baru kita."
"Mengapa bukan kau saja?"
"Sejak awal dia datang, dia mencarimu dan ingin mendapatkan gaun istimewa hasil designmu."
Jian mengernyitkan kening.
"Mengapa dia ingin pakaian dari designku?"
Sonya mengedikkan bahu.
"Anggap saja dia adalah pelanggan loyal yang menjadikanmu perancang favoritnya, itu artinya hasil karyamu benar-benar bagus dan nyaman dikenakan."
"Jadi, kau harus membuatnya terkesan, dan menjadikannya pelanggan sekarang."
"Baik, nyonya, saya akan melakukannya," balas Jian.
"Aku akan menepuk pantatmu jika kau bercanda lagi!" seru Sonya.
"Sorry, tidak perlu, Skylar sudah melakukannya untukku."
"Ew...apa kau perlu memamerkan hal itu padaku? Setidaknya biarkan aku hidup tenang dengan kesendirianku tanpa perlu mendengar cerita erotis suami istri," protes Sonya.
Jian terkekeh.
"Sorry, aku tidak bermaksud begitu, So."
"Bagaimana kalau aku minta pada Skylar untuk mengenalkanmu pada artis tampan yang bekerja bersamanya?"
"Heh! Aku tidak semenderita itu sampai harus dicarikan jodoh!"
"Lagipula, Skylar pasti hanya akan menertawakanku kalau begitu. Kau tahu kan, suamimu itu adalah seorang pembully! Jangan membelanya!"
"Sebenarnya sejak kapan kau dan Skylar bermusuhan?"
"Sejak aku dan dia belum dilahirkan mungkin. Aku yakin, di masa lalu, jika reinkarnasi ada, aku dan Skylar sudah pasti adalah musuh bebuyutan."
"Kenapa kau malah membicarakan tentang aku? Sudah, pergilah, pelanggan setiamu menunggu!" usir Sonya pada Jian yang akhirnya keluar dari ruangan Sonya.
"Dia menunggumu di ruang tamu." Sonya memberitahu.
"Oke," balas Jian seraya mengangguk.
Jian masuk ke ruangannya untuk menyimpan tas yang dibawanya, setelah merapikan pakaian dan makeup, ia lalu melangkah menuju ruang tamu di mana seorang wanita menunggunya untuk membuat design gaun yang istimewa karya Praya Jianina.