Kelopak mata Jianina terbuka perlahan saat rasa hangat terasa di punggungnya yang setengah ditutupi selimut. Jian memicingkan mata, menyesuaikan pupil matanya dengan sinar matahari yang menembus tirai jendela kamarnya yang lebar.
"Good morning sayang." Sapaan halus menyapa Jian dan Jian menemukan pria tinggi dengan kemeja putih digulung hingga siku dan celana kain hitam ada di hadapannya, tersenyum membawa baki berisi sandwich, buah dan s**u, cahaya matahari yang menyinari kamar membuat pria di hadapannya nampak berkilau dan Jian membayangkan bahwa seorang dewa tengah menyapanya.
Jianina balas tersenyum dan bangkit dari posisi tidurnya, duduk bersandar di kepala ranjang, mengenyahkan fantasi random dalam kepalanya saat menatap Skylar.
"Good morning."
"Kamu bangun duluan? Maaf, aku terlalu lelap."
"Tidak apa-apa. Kamu kelelahan karena aku." Skylar meletakkan baki di hadapan Jian dan menyisir rambut Jian dengan jemarinya, lalu mengikat rambut Jian dengan tali rambut yang ditemukannya di nakas.
"Lihat, aku juga bisa membuat kuncir rambut," pamer Skylar.
"Sekarang kamu bisa makan dengan nyaman karena rambutmu sudah rapi," ucap Skylar lagi dengan senyum di wajah tampannya.
Jian menatap Skylar, hatinya tak berhenti bersyukur mendapatkan suami yang tampan dan perhatian seperti Skylar, tapi lalu, Jian teringat soal aroma mawar yang sempat tercium dari tubuh Skylar.
Mawar biasanya adalah aroma parfum perempuan, dan bagaimana bisa Skylar beraroma mawar? Itu bukan aroma Skylar yang biasanya, Jian bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, mungkinkah Skylar mengkhianatinya? Ataukah pemikiran ini terlalu berlebihan? Mungkin saja Skylar duduk di pesawat berdekatan dengan perempuan yang mengenakan parfum beraroma mawar secara berlebihan hingga aroma itu menempel pada tubuh Skylar. Skylar adalah suami paling sempurna dan ia tidak mungkin berkhianat, bukan?
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Skylar saat mendapati Jian melamun, pria itu mengecup pundak terbuka Jian.
"Tidak ada. Hanya saja, aku berpikir betapa beruntungnya aku mendapatkan suami sepertimu." Jian mengulurkan tangannya, mengusap wajah Skylar yang duduk di hadapannya.
Skylar tersenyum.
"Aku juga bersyukur mendapatkan istri sepertimu, Ji," balas Skylar, meraih jemari Jian di wajahnya dan mengecup jemari Jian mesra.
"Makanlah, maaf aku hanya bisa memasak ini. Kamu tahu kan, masakanku payah." Skylar mengeluh.
Skylar memang tidak pandai memasak tapi pria itu cukup ringan tangan membantu pekerjaan rumah jika dibutuhkan dan Jian sangat bersyukur karena hal itu. Kadang, seorang pria enggan melakukan pekerjaan rumah tangga, tapi Skylar tidak begitu, meski di luar ia adalah seorang sutradara film yang terkenal.
"Ini pasti makanan paling enak, aku yakin itu. Kamu tahu kenapa?"
"Kenapa?"
"Karena kamu menambahkan banyak cinta."
"Tentu saja, aku menambahkan cinta, sangat banyak." Skylar memeluk Jian dan mengecup kening Jian.
Aroma sagewood kembali tercium saat Skylar memeluk Jian, membuat wajah Jian tenggelam dalam d**a bidang Skylar. Jian menghirup aroma Skylar dalam-dalam, tapi ia tidak menemukan aroma mawar yang sempat diciumnya semalam. Aroma mawar itu sama sekali tidak ada. Jian berpikir mungkin ia salah membaui, mungkin ia terlalu curiga.
Kadang, manusia memang memiliki perasaan yang disebut cherophobia, suatu kondisi merasa khawatir saat berada dalam kebahagiaan. Khawatir jika kebahagiaan ini akan berakhir. Khawatir jika ternyata semua kebahagiaan ini adalah kebahagiaan semu dan Jian merasa dirinya terkadang berada dalam kondisi itu. Pernikahannya dengan Skylar sangat bahagia, hampir tanpa gejolak dan Jian berulangkali berpikir apakah hal ini wajar? Apakah dirinya dan Skylar benar-benar bahagia dan sempurna? Ataukah sesungguhnya menyembunyikan sesuatu yang bisa menghancurkan segalanya dan mengakhiri pernikahan bahagia mereka? Jian tidak ingin memikirkan hal buruk tentang dirinya, Skylar ataupun tentang pernikahan mereka, tetapi entah mengapa selalu saja pemikiran tentang hal itu hadir dalam otaknya dan terkadang membuat perasaannya gundah.
"Sky...." Jian memanggil Skylar pelan.
"Hm....?"
"Aku takut."
"Takut apa?"
"Takut kita berpisah...," ucap Jian pelan, seolah kata-katanya tersangkut di tenggorokan. Jian tidak bisa menahan lagi pemikiran buruk yang terus berkelebat dalam otaknya.
"Aku takut kamu berpaling dari aku," serak Jian, seraya menatap Skylar. Jian tidak bisa membayangkan kehidupannya tanpa Skylar. Ia tidak akan bisa bertahan tanpa Skylar Wistara, lelaki yang memberinya begitu banyak cinta dan meyakinkan Jian kembali bahwa ia layak dicintai.
Usapan lembut terasa di kepala Jian.
"Kamu berpikir terlalu jauh."
"Ya, aku tahu," balas Jian, menghela nafas, berusaha mengenyahkan rasa berat dalam hatinya saat memikirkan Skylar menghilang dari hidupnya. "Aku memang merasa begitu, aku terlalu jauh berpikir, dan aku terlalu berandai-andai."
"Jangan memikirkan hal seperti itu, kita akan selalu bersama."
"Sky...."
"Hem?"
"Bagaimana jika kita mengikuti progran kehamilan? Aku merasa sudah waktunya kita memiliki anak. Bagaimana menurutmu?"
"Kita pernah melakukannya dan gagal, aku tahu, aku egois selama ini karena aku tenggelam dalam kekecewaanku karena kegagalan itu dan sama sekali tidak ingin mengikuti program kehamilan apapun, sekarang, aku ingin mencoba kembali. Seorang anak akan membuat kebahagiaan kita bertambah dan aku akan sibuk mengurusnya hingga aku tidak lagi memikirkan hal yang tidak-tidak."
"...."
Hening sesaat. Skylar tidak segera menjawab.
"Sky, kau mendengarku?" tanya Jian saat Skylar hanya diam dan tidak menanggapi perkataannya.
"Aku senang mendengarnya, Jian." Skylar tersenyum, menjawab Jian.
"Aku tidak masalah kapanpun kamu menginginkan bayi. Tubuhmu, rahimmu, kamu berhak menentukan kapan kamu ingin mengandung. Jika kamu menginginkan bayi, maka kita akan mengusahakannya, tapi jika tidak, itu tidak akan mengurangi kebahagiaan kita, sayang." Skylar memeluk Jian dan mengusap helai rambut kecoklatannya.
"Kita akan mengunjungi dokter kandungan nanti."
"Kamu tidak keberatan jika kita punya bayi?"
"Tentu saja aku tidak keberatan. Aku dan kamu adalah soulmate yang saling melengkapi, kita sempurna, tapi, kita akan semakin sempurna dengan anak-anak yang lahir, mereka seperti malaikat kecil yang lucu dan mengagumkan. Aku membayangkan rumah ini mungkin akan lebih ramai dengan teriakan, ocehan dan juga coretan-coretan seniman kecil." Skylar menanggapi Jian, dan Jian bisa melihat binar antusias di mata Skylar yang membuat Jian merasakan hatinya hangat. Ia menyukai saat di mana Skylar begitu bersemangat, energi pria itu bisa dirasakannya, begitu b*******h dan ceria, seperti matahari yang menyinarkan sinar terang dan hangat.
"Lagipula, ini sudah lima tahun, aku sudah rindu seorang bayi, tapi tetap saja, semuanya ada dalam tanganmu, aku tidak ingin memaksa, aku ingin kamu mendapatkan waktu yang tepat untuk kehadiran anggota baru keluarga kita."
"Mungkin, kamu akan mengalami masa sulit saat aku hamil nanti, Sky. Aku akan cerewet karena mengidam, selalu marah karena perubahan hormon, enggan merapikan rumah dan memasak karena tidak enak badan, apa kau siap menghadapi itu? dan juga, mungkin badanku akan melebar dan gendut, jauh dari kata seksi apalagi jika dibandingkan dengan artis-artis yang sering bertemu denganmu."
Skylar meraih tubuh Jian, merangkul perempuan itu hingga kepala Jian bersandar di pundaknya.
"Aku tidak akan berbohong, artis-artis yang sering kutemui memang cantik dan seksi, tapi, mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan kamu. Kamu, adalah istri terbaik bagiku dan aku bersyukur aku menemukanmu."
"Lagipula, saat hamil, kamu pasti juga akan mengalami masa yang lebih sulit ketimbang aku. Tubuhmu akan merasakan mual, sakit, dan juga tidak nyaman, karenanya hal yang wajar jika kamu sedikit mengeluh dan memintaku membantumu meringankan rasa sakitmu."
"Apapun yang terjadi, percayalah, kamu akan selalu menjadi wanita tercantik dan terseksi bagiku."
"Menunggu kelahiran buah hati bukanlah suatu proses yang mudah, tapi kita pasti bisa menjalaninya dengan baik berdua."
Mendengar kata-kata Skylar, Jian memeluk Skylar erat. Demi apapun, Jian tidak akan pernah melepaskan Skylar, pria terbaik yang hadir dalam hidupnya. Skylar adalah sosok yang memperhatikannya, bahkan hal terkecil yang kadang terlewat olehnya, perhatian Skylar membuat Jian merasa istimewa.
"Sky, terima kasih memilihku menjadi istrimu," ucap Jian pelan.
"Seharusnya aku yang mengatakan hal itu. Terima kasih kamu menerimaku sebagai suamimu."
"Makanlah, kamu akan terlambat ke butik nanti. Aku akan mengantarmu ke butik."
Jian mengangguk patuh. Skylar melepaskan pelukannya dan pria itu beranjak dari hadapan Jian, tak lama kemudian Skylar datang kembali ke hadapan Jian meletakkan sebuah tas kertas bergambar bunga yang indah.
"Apa ini?" tanya Jian sambil meminum susunya.
"Oleh-oleh. Aku bingung membawakanmu apa, dan aku menemukan ini, semoga kamu menyukainya."
Jian meraih kantong kertas itu dan membukanya. Sebuah kotak putih dengan gambar bunga-bunga emas terdapat di dalamnya. Jian membuka kotak itu dan menemukan sebotol parfum. Jian mencoba menyemprotkan sedikit aroma parfum, dan indra penciuman Jian segera menyergap aroma mawar yang semerbak dan lembut.
"Kamu suka?" tanya Skylar sambil menatap Jian penuh perhatian.
"Aku bingung memilih aroma yang sesuai denganmu, semua parfum yang ada di toko itu memiliki aroma yang menyenangkan, tapi pemilik toko parfum mengatakan bahwa parfum ini memiliki aroma mawar yang mewakili feminin, dan pernyataan cinta, dan aku merasa itu mewakili semua hal yang ingin aku sampaikan padamu."
Alih-alih menjawab, Jian beranjak dari ranjang dan memeluk Skylar. Mengecup wajah Skylar dengan perasaan bersalah, dan membuat Skylar merasa kaget karena Jian mendadak menciumnya.
Jian merasa bersalah pada Skylar karena ia sempat berpikir bahwa Skylar beraroma mawar wanita lain, tapi ternyata aroma mawar itu berasal dari parfum yang dibawakan Skylar untuknya.
"Hei, jangan begini, kamu bisa membuat kita berdua berakhir di ranjang seharian." Skylar terkekeh, membalas kecupan Jian sekilas.
"Apa kamu menyukai parfumnya?"
Jian mengangguk.
"Terima kasih, aku menyukainya."
"Kamu selalu menyukai mawar bukan?"
"...."
"Habiskan sarapanmu dan aku akan mengantarmu ke butik," ucap Skylar sambil berjalan ke kamar mandi.
"Apa kamu hari ini tidak ada kegiatan? Syutingnya sudah selesai?" tanya Jian.
"Masih ada beberapa bagian yang harus diselesaikan, aku harus meeting dengan produser siang nanti. Tapi aku yakin saat kamu pulang dari butik meeting sudah selesai, dan aku akan menjemputmu."
"Kalau kamu sibuk tidak usah mengantar dan menjemput aku. Aku bisa pergi ke butik sendiri dan aku bisa pulang bersama Sonya."
"Aku meninggalkanmu satu bulan sendirian, dan aku banyak kehilangan momen bersamamu, jadi, aku ingin menebus waktu ketika kita tidak bersama."
Jian tersenyum menatap Skylar.
"Skylar, bisa tidak kamu tidak bersikap begini manis?aku benar-benar tidak bisa berpaling."
Skylar tertawa.
"Jian, aku mencintaimu. Kamu tahu kan? Aku mengatakannya sungguh-sungguh dan aku juga tidak bisa berpaling darimu."
"Ya, aku tahu, kamu hanya mencintai aku."
"Hanya kamu." Skylar menatap Jian dengan tatapan mendalam.
"Sekarang bersiaplah, aku akan mandi sebentar, lalu aku akan menunggumu di bawah sambil mengerjakan sedikit pekerjaan yang belum selesai. Oh ya, aku juga akan membuat janji dengan dokter kandungan. Bagaimana dengan dokter dari klinik infertilitas?"
"Aku rasa dokter Leo cukup baik dan kompeten. Banyak pasiennya yang berhasil mendapatkan buah hati."
"Baiklah aku akan membuat janji bertemu dengan dokter Leo nanti, agar kita bisa segera memulai program kehamilan," ucap Skylar sambil berjalan menuju kamar mandi. Sebelum ia mencapai kamar mandi, Skylar berhenti dan berbalik, menatap Jian.
"Aku menunggu di kamar mandi, kalau kamu mau bergabung," ucap Skylar dengan kerlingan mata yang menggoda dan membuat Jian tertawa geli.
"Ah, tidak, kamu mandi saja sendiri, kita akan terlambat jika aku bersamamu di dalam sana, dan Sonya akan marah besar jika aku terlambat," balas Jian.
Skylar mengedik.
"Kamu melewatkan pagi istimewa bersamaku karena takut Sonya marah, kamu benar-benar rugi besar," kata Skylar, lalu menghilang di kamar mandi.
Jian tersenyum mendengar tanggapan Skylar, duduk di ranjangnya dan kembali menyesap s**u dan memakan sarapan yang disiapkan Skylar. Sesekali, Jian mencium aroma mawar yang berasal dari parfum yang dibawakan Skylar. Mawar itu memiliki aroma khas yang lembut dan begitu feminin, namun bukanlah jenis bunga yang Jian sukai, meski Skylar beranggapan bahwa Jian menyukai mawar dan sering membawakan bunga itu sebagai hadiah.