Back to your side
Praya Janina menatap layar ponselnya dan tersenyum saat melihat panggilan video call di layar ponselnya. Perempuan itu segera menerima panggilan video call dengan wajah sumringah dan rindu yang membuncah.
"Halo sayang! Aku kangen kamu!" seru Jian riang saat sosok pria berwajah tampan dengan kemeja Hawai biru muncul di layar ponselnya.
"Apa di Bali seru banget sampe kamu nggak pulang-pulang?" tanya Jian, pura-pura merajuk.
"Bali? Yah di sini hot sepertimu," balas pria yang ada dalam sambungan video call. Pria itu lalu tertawa renyah, terdengar begitu membuai telinga Jian. Jian begitu jatuh pada raut wajah itu, alis tebal hitam yang kontras dengan kulit putih yang kini terlihat kemerahan-- Jian pikir karena suaminya itu terlalu lama berada di bawah sinar matahari, juga senyumnya yang selalu menawan, dan juga suara tawa renyahnya. Pria itu, Skylar Wistara, pria yang mengikat janji sehidup semati dengan Jian. Skylar Wistara, adalah suami paling sempurna menurut Jian.
"Aku merindukanmu, sayang." Wajah Skylar terlihat berubah serius. "Aku sangat ingin pekerjaanku di sini segera selesai, tapi selalu saja ada masalah hingga proses syutingnya harus memakan waktu lebih lama," keluh Skylar.
"Aku lebih merindukanmu. Kamu masih bisa terhibur dengan suasana Bali yang hot itu, sementara aku hanya di sini terkurung dinding sepi." Jian tidak mau kalah dan mengeluh.
"Kapan kamu pulang? Aku punya sesuatu yang hot buat kamu," goda Jian dengan wajah sensual.
Skylar tertawa renyah, menatap Jian dengan tatapan intens.
"Aku ngerti kok, kalau kamu kangen banget sama aku, aku kan cintamu, dan demi Tuhan, kamu selalu menggairahkan sayang."
"Jian, kamu harus tanggung jawab."
"Untuk?"
"Aku ngeliat kamu dan mikirin kamu, aku ngerasa pengen ngelakuin itu sama kamu."
"Omes ah...." Tawa Jian berderai.
"Aku bakalan ngaku kalau aku cinta banget sama kamu. Sangat mencintai kamu, Skylar Wistara suamiku. Apa kamu sekarang puas?"
"Nggak sepuas waktu kita di ranjang."
Jian tertawa lagi. "Bisa enggak, jangan ngomong hal-hal kayak gitu."
"Enggak. Memangnya kenapa nggak boleh bahas masalah itu?"
"Masalahnya aku jadi kepengen." Jian terkikik sendiri. Saat bersama Skylar percakapan nakal kadang terjadi di antara mereka dan menjadi bumbu gelora asmara di antara mereka.
"Sky...," panggil Jian.
"Hem?"
"Kamu bawain oleh-oleh apa buat aku dari Bali?"
"Kamu mau apa?"
"Aku nungguin oleh-oleh yang panas dan menggairahkan."
Skylar tertawa mendengar permintaan Jianina istrinya yang selalu penuh dengan kata-kata romantis, penuh cinta dan juga percakapan nakal yang menggairahkan.
"Kamu siap-siap aja, aku bakalan bikin kamu nggak bisa berhenti neriakin nama aku," bisik Skylar penuh penekanan.
"Oh ya?" remeh Jian meski ia tahu bahwa stamina Skylar memang membuatnya mencandu dan membuatnya dilemparkan dalam sebuah kenikmatan.
"Aku bakalan nungguin kamu pulang, apa kamu beneran bawain aku oleh-oleh yang aku minta." Jian membalas dengan nada menantang.
"Jangan nyesel ya!" balas Skylar. "Kamu mungkin bakalan susah jalan nanti." Skylar terkekeh.
"Kan kamu bisa gendong aku, buat apa aku jalan kalau kamu bisa gendong aku."
"Kamu selalu aja punya jawaban yang sulit ditentang."
Jian tertawa. Selama ini jika mereka berbeda pendapat, Skylar akan mengalah.
"Tapi Sky, Bali bukannya tempat yang kayak surga? Pemandangannya indah, cewek-cewek cantik bertebaran. Kamu yakin cuma aku di hati kamu?" tanya Jian, nada suaranya terdengar mengeluh, cemburu.
"Apa kamu sedang cemburu?" Skylar terkekeh mendengar pertanyaan Jian. Usia pernikahan mereka berjalan lima tahun dan kadang Jian seperti gadis ABG yang cemburu pada kekasihnya.
"Beautiful girl, all over the world, i would be chasing but my time would be wasted, they're nothing on you, baby. Nothing on you." Skylar menyenandungkan lagu milik Bruno Mars dengan suara deepnya yang seksi dan membuat Jian tidak bisa tidak tersenyum.
Skylar Wistara adalah segalanya bagi Jian, dan suami paling sempurna di dunia. Wajahnya adalah ketampanan sempurna, bagai pahatan wajah dewa Yunani, postur tubuhnya atletis, kemampuannya di ranjang tak terbantahkan, Skylar mampu membawa Jian dalam kenikmatan terdalam yang menciptakan euphoria dan kedamaian. Skylar memiliki karir yang sangat baik. Lelaki itu adalah sutradara berbakat yang berulangkali menyabet penghargaan industri perfilman. Bahkan film terakhir yang dibesutnya, Sacred Heart, berhasil membawa Skylar menyabet penghargaan sebagai sutradara terbaik Asia dalam ajang penghargaan Asian Film Awards.
Jianina benar-benar bangga pada pria yang menjadi suaminya itu. Skylar adalah pria yang penyayang, setia dan bertanggung jawab. Jian bahkan yakin, mungkin saja dirinya di masa lalu telah menyelamatkan negara, hingga ia mendapatkan seorang suami yang begitu sempurna seperti Skylar.
"Kapan kamu pulang?aku kangen banget," ucap Jian.
"Aku belum tahu, saat ini ada beberapa kendala. Penulis naskah sedang mencoba untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat." Skylar menjawab. Pria itu sedang berada di Bali untuk melakukan syuting film terbarunya.
Jian mendesah.
"Aku sudah bosan di rumah sendiri."
"Sabar sebentar sayang, cahaya hidupku, aku juga ingin segera pulang, peluk dan mencium dirimu."
Kata-kata Skylar selalu manis, seperti gula-gula dan Jian tidak pernah bosan.
"Hentikan bicara gombal seperti itu."
"Ini bukan gombalan, ini kenyataan."
Jian tertawa lagi. Bersama Skylar, Jian selalu tertawa, selalu bahagia, seolah tidak akan ada kesedihan yang mampu menghampiri mereka.
"Jangan tidur terlalu malam."
"Oke, aku akan langsung pulang ke rumah dan tidur, meski Sonya mengajak nongkrong di kafe atau shopping. Aku akan memimpikan kamu."
"Kalau Sonya ngajak kamu, abaikan saja dia."
"Kamu jahat sekali!"
Skylar terkekeh.
"Aku bercanda. Bisa tidak kau carikan Sonya jodoh? Daripada dia terus menerus mengikuti kemana kita pergi, akan lebih baik jika Sonya mendapatkan seorang pria yang menemaninya kemanapun dia pergi."
"Kamu kira semudah itu? Sonya gadis yang independen, takkan mudah membuatnya pergi kencan."
"Yah, setidaknya kamu sudah mencoba, aku pusing jika Om Tirta bertanya padaku. Paman masih berpikir aku ini semacam baby sitternya Sonya." Skylar mengeluh.
"Om Tirta percaya kamu, sayang. Kamu kan satu-satunya sepupu Sonya, nggak heran kalau om Tirta minta bantuan kamu."
"Yah, mungkin aku akan mengenalkan Sonya pada seseorang nanti. Kebetulan ada aktor pendatang baru yang tampan, kurasa boleh juga jika Sonya berkenalan dengannya."
"Sonya takkan tergoda ketampanan, Sonya akan lebih menghargai kompetensi." Jian tertawa kecil.
"Kalau begitu, bantulah aku, kamu bahkan lebih mengenal Sonya ketimbang aku," ucap Skylar dengan wajah yang tampak putus asa yang lucu.
"Aku akan memikirkannya nanti, kamu istirahat ya, jangan kecapean, makan cukup, jangan jelalatan ngeliatin cewek-cewek di sana!"
"Siap bos!" balas Skylar.
"Aku juga mau siap-siap pulang, terus tidur biar ketemu kamu dalam mimpi."
"Okey. Aku rindu kamu sayang. Sangat rindu." Skylar menatap Jian lewat layar ponsel.
"Aku juga. Sangat, sangat merindukanmu."
"Travelling places, I ain't seen you in ages, but I hope you come back to me
My mind's running wild with you far away, I still think of you a hundred times a day."
"I still think of you too, if only you knew
When I'm feeling a bit down and I wanna pull through
I look over your photograph
And I think how much I miss you, I miss you
I wish I knew where I was
'Cause I don't have a clue
I just need to work out some way of getting me to you
'Cause I will never find a love like ours out here
In a million years, a million years." Skylar meneruskan senandung lagu Location Uknown milik Honne.
"Aku mencintaimu, Ji."
"Aku juga, sangat, sangat mencintaimu."
Skylar tersenyum mendengar kata-kata Jian.
"I love you, Jian."
"My location unknown
Tryna find a way back home to you again
I gotta get back to you
Gotta, gotta, get back to you."
"I love you, Skylar."
"I just need to know that you're safe
Given that I'm miles away
On the first flight, back to your side."
"On the first flight, back to your side," bisik Skylar.
Jian dan Skylar selalu memiliki komitmen, saling melengkapi dan berpasangan, tiada yang bisa menggoyahkan ikatan mereka.
Keduanya memberikan kecupan di layar ponsel dan mematikan sambungan video call. Jian masih bisa tersenyum bahkan setelah wajah Skylar menghilang dari layar ponselnya.
***
Jarum jam dinding berdetak halus saat malam mulai menua, lalu beranjak menuju pagi. Pukul dua pagi, Jian masih terlelap pulas di ranjang, berselimutkan kain yang hangat di tubuh dan memberikan rasa nyaman yang membuainya.
Seorang pria masuk perlahan ke dalam rumah yang tertata apik, setelah membuka pintu dengan kunci cadangan yang dibawanya. Pria itu berjalan pelan dan perlahan, agar tidak membuat suara gaduh yang bisa membangunkan penghuni rumah yang terlelap.
Pria itu naik ke lantai atas, di mana kamar Jian berada, membuka pintu kamar perlahan dan menemukan bahwa Jian sedang terlelap dalam pelukan selimut hangatnya. Pria itu tersenyum melihat Jian tertidur nyenyak seperti bayi. Pria itu masuk ke kamar, meletakkan kopernya di sudut, dan masuk ke kamar mandi, membasuh wajahnya yang terasa kering setelah melewati perjalanan selama berjam-jam.
Setelah usai dengan kegiatannya membersihkan diri di kamar mandi, pria itu mendekati ranjang dan berbaring di sisi Jian. Melingkarkan lengan kekarnya di perut Jian dan menyusupkan wajahnya di perpotongan leher Jian yang terbuka karena Jian mengenakan gaun tidur satin yang terbuka di area d**a.
Jian terusik dan membuka matanya pelan. Dilihatnya, Skylar, suaminya sedang menatapnya intens, dan tersenyum saat tahu bahwa Jian terbangun dari tidurnya dan balas menatapnya.