Enam

1583 Kata
Hari demi hari telah berlalu, tak terasa Renata telah menjadi istri dari Regan Wijaya kemarin. Acara resepsi pernikahan yang digelar dengan sangat meriah dan selama satu hari full itu membuat tubuh Renata terasa remuk redam. Mereka pun menunda bulan madu selama satu hari karena Regan yang menikahi Safiza di hari kedua setelah pernikahan meriahnya dengan Renata. Hanya acara sederhana yang dihadiri anggota keluarga saja. Di hari istimewa bagi Safiza dan Regan itu, kedua orang tua Regan tak menghadirinya, hanya Renata yang menyempatkan diri hadir karena merasa kasihan pada Regan yang sangat kecewa akan orang tuanya yang seolah tak menganggap Safiza. Regan tahu, sejak dulu sang ibu tak menyukai Safiza karena memang dia telah menjodohkan Regan dengan Renata, namun Regan tak menyangka respon sang ayah sangat diluar dugaannya, ayahnya bahkan memutuskan tak keluar kamar sama sekali ketika Regan ingin meminta restu sebelum menemui Safiza. Hingga, hanya dirinya dan berdua Renata yang notabenenya adalah sang istri yang menghadiri pernikahan sederhana itu. Setelah menikah, Regan langsung mengajak Safiza dan Renata untuk berlibur. Ke sebuah pulau privat yang sangat indah di pinggiran pantai. Menyewa dua cottage, yang satu untuknya dan Safiza sementara yang satu lagi untuk Renata. Selama beberapa hari belakangan, Renata memang tampak akrab dengan Safiza yang membicarakan banyak hal bersama sebagai sesama wanita, Renata pun menganggap Safiza seperti kakaknya sendiri yang banyak mengajarinya banyak hal tentang kehidupan di perkotaan. Seperti saat ini, ketika turun dari pesawat, dua wanita itu sudah berjalan lebih dahulu sambil bergandengan tangan keluar dari bandara, tanpa mengindahkan Regan yang membawa satu koper berisi barang pentingnya, sementara koper lain dibawakan oleh pelayan pribadinya di belakang. Regan meminta pengawalnya untuk berpakaian bebas, tak memakai seragam hitam-hitamnya karena tak ingin mencolok. “Aku capek banget, mau langsung tidur ah setelah sampai,” ucap Renata ketika memasuki mobil khusus yang akan mengantar mereka menuju tempat liburan mereka. “Seharian kemarin berdiri terus ya?” tanya Safiza sambil tersenyum lembut pada Renata. “Kok kamu tahu? Kamu datang?” tanya Regan yang duduk di kursi depan. Safiza hanya tersenyum lebar dan mengangkat bahunya. Regan menggeleng dengan wajah datar, sementara Renata mengernyitkan kening ke arah Safiza. Dia merasa tak melihat Safiza kemarin, atau mungkin memang ada namun dia tak menyadarinya karena terlalu banyak tamu yang hadir. Satu jam perjalanan darat, mereka pun sampai ke tempat yang dituju, melewati jalanan pegunungan yang pemandangannya sangat indah, terlebih mentari yang hampir tenggelam, membuat semburat senja berwarna jingga yang terasa hangat dan lembut. Renata agak menyeret kakinya menuju penginapan yang disewanya, sebuah ruangan dengan satu kamar besar yang sudah ada beberapa fasilitas penunjang di dalamnya. Ada sofa, kamar mandi dalam, televisi, kulkas, dengan ranjang di tengah-tengah, berseprai putih dan berkelambu yang diikat di setiap tiangnya. Renata segera merebahkan diri di ranjang itu sambil telungkup, aneh padahal semalaman sudah tidur namun matanya terus terasa berat, Safiza bilang karena tubuhnya yang terlalu lelah sehingga Renata terus mengantuk. Regan membawakan koper milik Renata ke kamarnya, melihat Renata yang bahkan tertidur tanpa membuka sepatunya membuat dia menggeleng, bagaimana bisa anak ini tidur terus dari semalam, di pesawat tadi saja dia langsung tertidur. Safiza yang ingin melihat kamar Renata pun ikut masuk ke dalamnya, tersenyum ketika melihat Regan yang sudah mendengus ke arah Renata yang tertidur, belum sampai lima menit gadis itu masuk kamar, namun dia sudah tertidur pulas dengan mulut terbuka lebar. Pengawal dan pelayan yang dibawa serta oleh Regan memang ditempatkan agak jauh dari tempat mereka menginap karena tak ingin privasi mereka terganggu. Semilir angin pantai memasuki celah jendela kamar itu, terlebih tempat penginapan itu berada di atas air yang menimbulkan suara gemuruh kecil di bawah mereka. “Kamu tutup jendela saja, biar aku yang buka sepatu Renata,” ucap Safiza, Regan hanya menuruti perkataan sang istri dan mulai menutup jendela satu persatu, terlebih mentari sudah benar-benar terbenam dan hari mulai malam. Dengan lembut, Safiza melepas sepatu milik Renata, termasuk kaos kakinya. Lalu menyelimuti Renata dan memindahkan sepatu gadis itu ke bawah meja rias yang tersedia disana. “Sudah?” tanya Regan. “Aku tata baju dia ke lemari dulu,” jawab Safiza yang dicegah oleh Regan. “Nggak perlu, dia sudah besar, kamu nih dari kemarin memanjakan dia terus, jadinya dia bergantung sama kamu lama-lama,” rungut Regan. Safiza hanya terkekeh dan memindahkan koper milik Renata ke depan lemarinya. “Iya-iya, yuk kita ke kamar,” ajak Safiza, Regan mendekap pinggang Safiza dan keluar dari kamar itu, setelah menutup pintu kamar Renata mereka pun menuju kamar mereka yang berjarak beberapa meter dari kamar Renata. Berjalan melewati jalanan yang terbuat dari kayu-kayu, menikmati semilir angin pantai yang membelai rambut mereka. *** Regan dan Safiza sudah selesai mandi dan menikmati minuman hangat mereka dengan memakai kimono handuk di sofa. Ketika Regan mengambil gelas di tangan Safiza dan memindahkan gelas itu ke atas meja, lalu tangannya membelai tubuh Safiza dengan mata berkilat penuh gairah. Safiza mendongak, merasakan setiap sentuhan tangan Regan yang memanjakannya, Regan mencumbui bibir sang istri yang membalas setiap cumbuannya dengan sama panasnya. Regan menarik tubuh Safiza untuk duduk diatasnya, membiarkan tangannya mengusap punggung sang istri yang kian berhasrat, Safiza melenguh ketika jemari besar Regan meraba setiap titik sensitif tubuhnya. Ciuman Regan turun menuju leher Safiza dan terus turun menuju puncak d**a wanita itu dan menghisapnya layaknya bayi. Mereka sudah sama-sama bernafsu hingga Regan menggendong Safiza dan memindahkannya ke ranjang, melanjutkan apa yang mereka inginkan, melampiaskan hasrat yang selama ini mereka tahan, membiarkan hasrat itu menggebu seolah membakar malam ini. Menyatukan tubuh dan juga perasaan, bersama-sama mereguk kenikmatan dalam bercinta karena rasa cinta yang membara yang membuat mereka kian merasakan indahnya malam pertama. *** Safiza meletakkan kepalanya di d**a Regan setelah pergulatan panas mereka barusan. Masih terasa perih di bagian bawah tubuhnya karena mereka berdua yang terlalu bersemangat memacu gairah tadi. Regan menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. Safiza memutar jarinya di d**a Regan. Yang mengecup kepalanya sembari memainkan rambut Safiza seperti kebiasaannya. “Apa kamu juga akan melakukan kewajiban mu seperti ini ke Renata?” tanya Safiza dengan suara tercekat. “Nggak lah, lagi pula dia masih dibawah umur dan aku hanya ingin melakukannya dengan kamu.” “Tapi dia istri kamu juga Re, suatu saat kalian akan dituntut untuk mempunyai anak,” ucap Safiza, menahan sedikit sesak di dadanya. “Nggak akan ada yang nuntut aku dan dia untuk punya anak, aku pun sudah berjanji padanya untuk tak melakukan hal itu, nggak mungkin untukku melakukannya kepadanya, ketika aku punya istri bertubuh seksi seperti kamu,” goda Regan membuat Safiza bersemu. “Yuk tidur, aku capek,” ajak Regan sembari menutup matanya. Sementara itu di kamar Renata, setelah beberapa jam tertidur dia merasa sangat lapar sehingga memutuskan membuka matanya, mendapati dirinya yang sendirian di kamar ini. Dia pun turun dari ranjang dan mencari sepatunya yang ternyata telah terlepas dari kakinya, terakhir dia ingat dia tidur dengan mengenakan alas kaki itu. Mungkinkah pelayan mereka yang membukanya? Renata mengambil sandal khusus penginapan itu dan berjalan menuju kulkas, di wajahnya terlihat beberapa garis karena tidurnya yang tak karuan. Melihat cemilan di kulkas yang memang tersedia, dia pun mengambil cemilan itu dan melihat ke meja pantry yang mana sudah tersedia kopi sachetan, dia pun menyeduhnya dengan air dari dispenser. Lalu membawanya keluar kamar. Duduk di pinggiran jalanan yang terbuat dari kayu itu, membiarkan kakinya mengayun di atas air laut tanpa menyentuh air itu. Renata menggelengkan lehernya ke kiri dan kanan untuk meredakan kaku di lehernya, malam ini sangat sepi, dia mendongak menatap bintang yang bertaburan di langit sana. Lalu menyesap kopi hangatnya dan memilih berbaring dengan berbantalkan tangannya. Aroma air laut yang membaui hidung membuatnya sangat tenang, teringat kampung halamannya dimana dia biasa bermain di bibir pantai setiap minggu pagi, bersama teman-temannya. Ah apa kabar mereka? Seandainya mereka punya ponsel dan sosial media seperti dirinya? Saat menikmati pemandangan bintang di atas sana, seorang pria menghampiri Renata sambil membungkukkan badannya. “Astaga!!” jerit Renata, “Kak Regan! Bisa nggak sih, nggak usah ngagetin gitu?” cebik Renta sambil memegang dadanya yang jantungnya tiba-tiba saja menjadi berdegup kencang karena kaget. Regan hanya terkekeh dan duduk disamping Renata, ikut menurunkan kakinya juga ke bawah. “Kamu, ngapain tengah malam tiduran di luar?” “Kebangun, terus lapar, jadi makan cemilan aja deh disini,” ucap Renata. “Kamu nggak liat ponsel kamu memangnya? Aku kan sudah kirim pesan nomor pelayan yang bisa menyediakan makanan kalau kamu lapar,” ucap Regan. Renata mengambil ponselnya yang diletakkan disamping gelasnya lalu membuka pesan itu, sudah banyak nomor dari penjaga penginapan, pelayan dan pengawal pribadi mereka yang dikirim dari nomor ponsel Regan. “Sudah malam, kasian mereka juga harus istirahat,” ucap Renata, lalu membuka kamera di ponselnya dan memotret bintang malam, iseng mengarahkan kameranya membidik Regan yang sedang mendongak menatap langit berbintang. Dia pun mengambil gambar itu hingga Regan menoleh ke arahnya dan Renata menyadari gambar bidikannya sangat bagus. “Kak, coba fotoin aku kayak ini,” pinta Renata menunjukkan hasil jepretannya. “Aku harus berbaring juga dong?” rutuk Regan, sejujurnya lututnya terasa lemas setelah dua kali pergulatan dengan Safiza tadi. “Ayo lah, bagus banget ini pemandangannya,” ucap Renata. “Iya, iya,” decih Regan lalu dia pun berbaring dan membiarkan Renata duduk, bergaya mendongak menatap bintang dengan wajah sedih. Hasilnya memang cukup bagus dilihat dari angle seperti itu, “senyum dong,” perintah Regan. Renata pun tersenyum sambil menunduk lalu kembali mendongak dan tersenyum pada langit. “Kenapa sedih?” tanya Regan ketika Renata ikut berbaring di sampingnya sambil melihat hasil gambar bidikan Regan yang ternyata jauh lebih baik dari bidikannya tadi. “Inget nenek, sama teman-teman di kampung,” ucap Renata. Regan mengacak rambutnya dan tertawa. “Jangan sedih lagi, kamu sudah punya keluarga disini, ada aku, Safiza, mama dan papa kan?” hibur Regan. Renata mengangguk dan tersenyum. Ya dia sudah punya keluarga baru disini, tak sepatutnya dia bersedih seperti ini. Hari barunya akan dimulai kan? ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN