“Kak, apa mama dan papa tahu rencana kakak menikahi kak Safiza?” tanya Renata, mereka berdua sudah kembali berada di mobil milik Regan sepulang dari restoran.
Safiza pulang sendiri dengan diantar oleh salah seorang pengawal Regan yang juga membawa mobil sesuai instruksinya.
“Tahu,” jawab Regan tenang.
“Syukurlah kalau tahu, setidaknya aku kan nggak perlu pura-pura depan mereka.” Renata membuka ponselnya dan melihat salah satu media sosial yang dia punya, menampilkan video-video tarian yang kabarnya aplikasi itu sangat viral dan hampir seluruh anak muda memasangnya di ponsel mereka.
Regan sesekali melirik ponsel Renata, wanita itu tampak asik menikmati tontonan di ponselnya. Yang sepertinya sangat seru dengan musik yang volumenya cukup besar.
“Besok kita fitting baju pengantin lho,” ucap Regan.
“Hmm ya,” jawab Renata tak mengalihkan perhatian dari ponselnya.
“Serius banget?” tanya Regan.
“Hiburan, videonya lucu-lucu, kadang ada horror nya juga sih, banyak ramalan bintang juga.”
“Sudah lancar pakai ponselnya, padahal baru diajarin semalam.”
“Tadi seharian main handphone jadi lama-lama lancar, di minta buat IG juga sama mama, dari sana deh baru download aplikasi ini,” ucap Renata, sesekali melirik ke jalanan yang terbentang di hadapan mereka.
“Jangan terlalu lama lihat layar ponsel, bahaya, bisa radiasi ke mata kamu,” tutur Regan.
“Oke, nanti sampai rumah aku mau langsung tidur jadi nggak pegang handphone lagi,” ucap Renata.
“Kan belum isi formulir kampus?”
“Besok aja, aku ngantuk. Kenyang jadi ngantuk,” ucap Renata, sambil menyandarkan tubuhnya ke bangku mobil, matanya terasa pedih memang. Dia pun mengunci layar ponselnya dan memandang pemandangan kota dari balik jendela mobil.
“Besok kan fitting baju apa sempat isi formulir?”
“Ya sebelum fitting, atau minta tolong salah satu dari mereka aja isi formulirnya,” ucap Renata sambil menguap menunjuk dengan matanya pada mobil yang mengikuti mobil Regan.
“Males banget sih kamu,” cebik Regan, Renata tak mempedulikan omongan Regan, matanya sangat berat sekali hingga dia memutuskan memejamkan mata dan memasuki dunia mimpinya.
Regan membiarkan Renata tidur di mobil sampai mereka sampai di halaman rumah mewah milik keluarga Regan. Regan tak sampai hati membangunkan Renata yang tampak tertidur pulas.
Karenanya dia berjalan memutar mobil dan membuka pintu penumpang, lalu menggendong Renata. Seorang pengawalnya berniat mengambil Renata namun Regan melarangnya. Dan membiarkan dirinya yang menggendong gadis mungil itu, lagipula tubuh Renata sangat ringan, malah lebih berat beban yang dia pakai untuk olahraga rutinnya.
Sesampainya di dalam, beberapa pelayan menunduk hormat pada Regan yang menuju lantai atas ke kamar Renata, salah seorang pelayan wanita membuka kan pintu kamar Renata dan menata bantalnya, lalu Regan membaringkan Renata di kasur empuknya, memerintahkan pelayan itu untuk membuka sepatu Renata. Sementara dia menuju kamarnya untuk beristirahat.
***
Pagi sekali, Renata masuk ke kamar Regan, setelah mengetuk pintu dan terdengar sahutan dari Regan, dia pun melangkah masuk, membawa berkas formulir kuliahnya. Regan yang baru bangun tidur hanya bisa menatap dengan pandangan datar ke Renata yang langsung duduk di lantai sambil meletakkan formulir di ranjang Regan bersiap mengisinya.
Rambut Regan masih berantakan, kesadarannya pun belum pulih sepenuhnya, masih terlalu pagi Renata membangunkannya.
“Kenapa?”
“Aku nggak ngerti cara isinya,” ucap Renata, “kenapa harus pakai bahasa inggris sih?” gerutunya.
“Ya sudah kamu sebutin pertanyaannya, nanti aku bantu artiin,” ucap Regan sambil menutup mata dengan lengannya.
Renata mulai menyebutkan kolom yang perlu dia isi dan Regan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Setengah jam waktu yang dihabiskan untuk mengisi formulir pendaftaran kuliah itu, dari Regan yang baru membuka mata sampai lelaki itu bangun untuk meraih kesadarannya penuh dan Regan mengusir Renata untuk keluar dari kamarnya karena dia perlu mandi dan berangkat kerja. Siang nanti mereka akan berjanjian untuk fitting baju pengantin.
***
Renata tak pernah menyangka ternyata mencoba baju pengantin bisa se-melelahkan ini, rupanya dia tak hanya mencoba satu atau dua baju, karena beberapa belas baju dicobanya dan sampai menemukan yang cocok bagi ibu Regan barulah mereka menghentikan mencoba gaun pengantin.
Bahkan Regan tak menemani sampai akhir, karena sang designer telah mempunyai catatan ukuran tubuhnya dan Regan akan menuruti pakaian apapun yang dipilihkan oleh ibunya, membuat Renata mendengus kesal. Enak sekali jadi Regan, tak perlu buka pasang baju pengantin yang sangat merepotkan ini.
Yang entah mengapa membuat Renata berpikir, apakah Safiza juga sudah fitting baju pengantin? Karena yang dia tahu, mereka akan menikah satu hari setelah pernikahan Renata.
“Kenapa bengong? Nggak cocok baju yang mama pilihkan?” tanya ibu Regan saat Renata yang berada di mobil yang sama dengannya itu memilih melamun.
Renata hanya menggeleng sebagai jawaban, hari sudah beranjak petang saat dia keluar dari butik khusus baju pengantin itu. Mereka pun memutuskan langsung pulang kerumah, karena besok Renata dan Regan akan ikut meeting dengan pihak wedding organizer untuk konsep pernikahan mereka. Hari-hari sibuk Renata segera dimulai. Bahkan jadwal perkuliahan Renata juga akan dimulai setelah dia menikah.
***
Esok harinya, Renata sudah berada di gedung yang akan mereka pakai untuk melangsungkan pernikahan, bersama Regan dan tim dari wedding organizer.
Renata hanya diam saja saat pihak wedding organizer dan Regan membicarakan konsep tentang resepsi pernikahan yang akan mereka laksanakan.
Melihat betapa seriusnya Regan merencanakan hal itu dan sampai memberikan gambaran mendetail, membuat Renata tak habis pikir, apakah Regan bersungguh-sungguh dalam acara ini? Bukankah pernikahan ini bukan sesuatu yang diinginkannya?
“Minum?” tanya Regan pada Renata, mengedikkan dagunya ke arah air minum dalam kemasan botol yang belum dibukanya. Renata mengangguk dan Regan mengambil botol air mineral itu lalu membuka tutupnya dan memberikan ke Renata, yang menerimanya dan langsung menenggaknya.
“Makasih, Kak,” cicit Renata pelan. Regan hanya mengangguk dan meletakkan botol itu kembali di meja setelah menutupnya.
Petugas wedding organizer ikut tersenyum melihat apa yang dilakukan Regan pada Renata yang terlihat melindunginya dan sangat manis. Terlebih Renata adalah pengantin termuda yang pernah memakai jasa mereka. Membuat mereka tak sabar menantikan pernikahan mewah ini dan melihat betapa cantiknya Renata nanti setelah di rias.
“Saya mau petugas keamanannya lebih banyak dari biasanya, dan mereka harus melakukan meeting dengan tim keamanan saya untuk hal ini,” ucap Regan. Yang disanggupi oleh tim wedding organizer. Mereka pun mencatat setiap hal yang diinginkan Regan, sehingga meeting terasa lebih efisien dan cepat selesai.
Setelahnya, Regan mengajak Renata untuk pulang ke rumah mereka, sebelumnya Regan megnajak Renata untuk makan di restoran lain, melihat betapa lahapnya Renata makan, membuat Regan tak tega, barangkali sejak tadi Renata diam karena menahan laparnya.
“Lain kali kalau lapar bilang ya, jangan ditahan,” ucap Regan.
“Tadi meetingnya kayak penting banget, nggak enak mau bilang,” ucap Renata sambil menikmati makanannya.
“Memangnya kamu nggak sarapan?”
“Nggak, bangunnya kesiangan, kemarin capek banget, mana sempat luka di punggung pas narik resleting, tiba-tiba kejepit,” rutuk Renata. Imbuhnya, “kamu enak, Kak. Bisa langsung pergi setelah coba tiga jas, lha aku belasan baju.”
“Nggak apa-apa kan sesekali,” ucap Regan sambil terkekeh.
“Oiya untuk kak Safiza bagaimana? Sudah disiapkan bajunya? Apa ada resepsi juga?” tanya Renata beruntun.
“Tanyanya satu-satu,” gumam Regan. Lanjutnya, “pernikahan kami hanya sederhana, tak ada perayaan, yang penting sah secara hukum dan agama saja, dan itu adalah keinginan Safiza.”
“Oh.”
“Ya.”
“Oke.”
Regan dan Renata pun tertawa, seolah tak ada pembicaraan lagi, mereka justru hanya berucap seperti itu, hingga Renata pun meminta dijelaskan tentang kampus tempatnya menempuh perkuliahan nanti kepada Regan, karena Regan yang merekomendasikan kampus itu yang bahkan belum pernah Renata lihat sebelumnya.
Karenanya, setelah makan, Regan mengajak Renata melewati kampus itu sebelum pulang kerumah.
Renata sangat terpukau melihat betapa luasnya kampus tersebut, bahkan ada tamannya, serta lapangan terbuka juga. Kampusnya cukup ramai di sore ini, banyak mahasiswa yang tampak mengobrol akrab, atau bermain bola, ada juga yang memainkan skater atau memetik gitar.
“Sepertinya seru kampusnya,” ucap Renata sambil sesekali tersenyum pada mahasiswa – mahasiswi yang tak sengaja lewat di depan mereka berdua.
“Ya kehidupan perkuliahan memang seru dan menarik. Tapi, ingat ya, jaga pergaulan kamu. Karena kalau salah pergaulan, bisa fatal akibatnya. Cari sahabat satu atau dua saja, tak perlu banyak-banyak yang penting dekat.”
“Siap bos! Pulang yuk,” ucap Renata. Yang disetujui Regan, dia pun ingin cepat pulang karena ada beberapa urusan lain yang perlu dilakukannya mengenai pernikahan dirinya nanti.
***