Sembilan

1146 Kata
Sepulang dari Honeymoon, Regan langsung mengajak Renata dan Safiza ke rumah mereka untuk mereka tempati bertiga yang tentu terpisah dari rumah utama orang tua Regan. Tak mungkin Regan membawa Safiza tinggal dirumah utama itu karena orang tuanya yang tampak tak menyukainya. Dan dia juga sudah cukup lama membeli serta merenovasi rumah ini. Rumah mewah berlantai tiga itu berada di sebuah kompleks perumahan elit yang berada di pusat kota Jakarta. Gerbang hitam berdiri kokoh menyambut mereka di bagian paling depan rumah tersebut. Dengan halaman yang juga cukup luas, bahkan ada kolam renang pribadi berbentuk persegi panjang yang berada di sisi kanan rumah. Lahan kosong yang ditumbuhi rumput hias dan beberapa pohon rindang yang membuat rumah itu terasa sejuk. Beberapa pelayan yang memakai baju hitam putih tampak berbaris di pintu depan rumah tersebut membuka kan pintu untuk ketiga orang yang akan menempati rumah itu. Satu pelayan membawakan koper Renata, yang satu membawa koper Safiza dan satu lagi membawa koper  Regan. Mempersilakan para penghuni rumah itu masuk terlebih dahulu. “Kamar aku di atas kan?” tanya Renata sambil memandang kagum rumah yang baru pertama dilihatnya, memang tak semewah dan sebesar rumah orang tua Regan namun rumah ini tampak nyaman karena konsep rumah ini modern tak seperti gaya rumah orang tua Regan yang mengusung tema klasik. “Ya. Lantai tiga,” jawab Regan. Renata berlari menuju lantai tiga. “Jangan lari-lari, nanti jatuh Re!” ujar Safiza sambil menggelengkan kepalanya, sementara Regan hanya tersenyum dan merangkul bahu Renata. “Sudah biarin aja, yuk lihat kamar kita, viewnya tepat menghadap kolam renang,” ucap Regan. Mengajak Safiza menuju kamar mereka yang berada di lantai satu. Renata menaiki undakan tangga hingga pelayan yang membantu membawa barangnya tampak tergopoh mengikuti gadis itu berlarian dengan riangnya. Renata menunjuk pintu kamarnya yang diangguki oleh pelayan itu. Dan dia benar-benar terpukau dengan kamar bernuansa putih dan abu-abu itu. Ranjang berukuran besar, juga ada lemari selebar dinding kamar dengan banyak pintu. Dan yang paling membuat Renata senang adalah kamar mandinya yang sangat luas, ada bathtub berbentuk lingkaran yang tepat berada di sisi jendela hingga ketika Renata berendam, dia bisa menikmati pemandangan senja yang pasti indah dari lantai tiga. Ruang kaca khusus shower dan juga toilet, walk in closet berwarna putih yang cerminnya sangat besar. Rak-rak khusus yang sudah diisi oleh perlengkapan mandi Renata. Renata kembali berlarian menuju kasurnya yang berada di tengah kamar, ada televisi berukuran sangat besar di kamar itu, dia pun menyalakan televisi b**********n tersebut sambil berbaring di ranjang. “Ahhh senangnya,” ucap Renata, pelayan Renata hanya tersenyum simpul sambil membereskan baju Renata. “Mbak namanya siapa?” tanya Renata sambil mengambil posisi tengkurap. Pelayan yang tampak lebih tua darinya lima tahun itu pun menunduk sambil meletakkan tangan di dadanya. “Saya Laila, saya pelayan yang khusus melayani nona Renata, saya bisa merias dan melakukan perawatan juga karena saya punya sertifikat pengalaman bekerja di salon. Saya juga yang akan menata busana nona Renata, saya siap kapan pun nona memanggil saya,” kenalnya sambil tersenyum. “Wah bener-bener keren, aku bahkan punya penata rias seperti punya mama,” ujar Renata, Laila hanya tersenyum dan mengangguk lalu kembali melanjutkan membereskan baju-baju Renata. “Oiya di lemari itu baju yang dari rumah mama? Sepertinya lebih banyak?” tanya Renata. “Sebagian dari rumah Nyonya Wijaya, sebagian lagi dipesan khusus oleh nyonya untuk nona,” ucapnya dengan suara lembut. Renata hanya mengangguk sambil tersenyum senang. Lalu dia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan melakukan panggilan video dengan ibu mertuanya. Setelah dering ke tiga, panggilan itu pun diterima oleh ibu Regan yang tampak sedang berada di luar entah dimana? Seperti di restoran atau di mall? “Ma?” panggil Renata. “Ya sayang, kamu sudah pulang?” tanya ibu Regan. “Mama dimana?” tanya Renata. “Mama lagi arisan, bagaimana kamar kamu? Suka?” tanya ibu Regan. “Suka banget, mama kapan kesini?” tanyanya yang membuat mulut ibu Regan terkunci. “Kamu sering-sering main kerumah mama ya,” ujarnya mengalihkan pembicaraan. “Mama nggak kesini?” tanya Renata dengan wajah sedih membuat ibu Regan tak tega melihatnya. “Ya nanti mama kapan-kapan kesana, kamu lihat baju-baju kamu dulu ya, mama sudah belikan yang sesuai trend sekarang, untuk kamu kuliah besok, pelayan kamu yang akan membantu menata kamu,” ucap ibu Regan sambil tersenyum ramah pada Renata. “Iya Ma,” jawab Renata, lalu mereka pun mengakhiri panggilan itu. Renata merasa sangat mengantuk, dia pun memutuskan tidur di kamarnya. Laila melihat Renata yang bahkan belum mencuci muka, lantas diambil s**u pembersih dan toner lalu membersihkan wajah Renata dari debu, pikirnya Renata bisa berjerawat jika tak membersihkan wajahnya sebelum tidur. Dengan perlahan dan telaten dibersihkan wajah Renata hingga wanita itu tak merasa terganggu dalam tidurnya. *** Di ruang makan, telah berkumpul, Renata, Regan dan Safiza. Regan berada di kursi utama sebagai kepala keluarga diapit oleh Renata dan Safiza di sisi kanan dan kirinya. Makanan telah tertata di meja, dan sebagai istri yang baik, Safiza menyendokkan nasi ke piring regan serta lauk pauk untuknya, dan dengan tak tahu malunya Renata juga menyodorkan piringnya ke Safiza membuat Regan mendengus, apa-apaan dia minta dilayani seperti itu. Dan seperti biasa Renata hanya menjulurkan lidah pada Regan sementara Safiza tampak tak keberatan melakukan itu untuk Renata yang sudah dianggap seperti adik sendiri. “Aku mau pelihara kucing, besok aku mau beli kucing pulang dari kampus,” ujar Renata. “Nggak!” ujar Regan tegas. “Kenapa?” protes Renata. “Safiza alergi bulu kucing,” ujar Regan. “Nggak apa-apa kok, sudah tak separah dulu, kamu pelihara saja,” ucap Safiza sambil tersenyum pada Renata. “Tuh kan kak Fizanya saja nggak kenapa-kenapa,” cebik Renata. “Tapi, Za-“ “Nggak apa-apa Ga, kamu kan sudah janji mau memperbolehkan Renata melakukan apapun yang dia suka,” ujar Safiza. “Oke tapi kucingnya hanya boleh berada di lantai atas ya,” ucap Regan. “Kalau dia jalan kebawah sendiri bagaimana?” tanya Renata. “Ya kamu jagain.” “Ish, klo nggak mau ngizinin bilang aja, nggak usah kayak gitu!” sungut Renata. “Kamu nih kalau dibilangin, jangan ngeyel dong.” “Ga,” ucap Safiza sambil memegang tangan Regan karena dia melihat ekspresi Renata yang tampak sedih. Renata memang tadi sempat melihat video kucing yang lucu-lucu dan timbul rasa ingin memelihara kucing tersebut dirumah, untuk menemaninya dikala bosan melanda. Namun dia tak menyangka bahwa Safiza alergi kucing, tak mungkin dia pelihara anjing karena dia takut digigit. “Aku ke atas dulu, makasih makan malamnya,” ucap Renata yang baru memakan setengah nasinya. “Duduk dulu Re,” ujar Regan. Renata yang semula bangkit itu menoleh ke Regan yang sudah menatapnya lalu dia pun duduk kembali. “Habiskan makanannya!” perintah Regan. “Kenyang, kak.” “Kalau nggak habis, nggak boleh pelihara kucing!” ujar Regan membuat Renata mendongak dan melihat mata Regan yang tampak tak berbohong. “Kalau makan malamnya habis, aku boleh pelihara kucing?” “Ya.” “Kucingnya boleh jalan-jalan ke seluruh rumah?” “Ya! Kecuali ke kamar aku!” “Asik, oke aku habiskan!” ucap Renata yang langsung ceria dan melanjutkan makannya membuat Regan tak habis pikir. Sampai kapan Renata akan bersikap kekanakan seperti ini? Sementara Safiza hanya tersenyum geli melihat tingkah Renata. Memang dia sempat alergi bulu kucing, namun belakangan sudah tak terlalu parah, dia tak selalu bersin saat ada kucing di dekatnya, tak seperti dulu. ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN