Sepuluh

1802 Kata
Renata turun dari mobilnya di lobby kampus, hari ini kampus sangat ramai, mungkin karena acara penyambutan mahasiswa baru sehingga hampir seluruh penghuni kampus keluar. Renata menilik ke sekitarnya, banyak petugas keamanan yang berada disana. Memakai seragam petugas keamanan kampus namun Renata dapat melihat earphone dengan kabel ulir berwarna bening di telinga kanan mereka. Membuat Renata yakin pasti Regan atau ayahnya yang memerintahkan para pengawal berjaga di kampus dan mengenakan seragam petugas keamanan. Terserahlah, yang penting Renata tak mau terlihat mencolok terutama di hari pertama kuliahnya. Dia mengecek chat group di ponselnya, Willi menulis untuk berkumpul di aula khusus mahasiswa fakultas ekonomi. Dia melirik ke kanan dan kiri semua tampak asing, kampus besar yang sangat luas itu seolah terlihat sangat menakutkan, apakah dia bisa membaur dengan teman-temannya nanti? Renata memutuskan melakukan panggilan ke Willi, hanya dia lah satu-satunya yang Renata kenal, itupun sebenarnya mereka belum pernah bertemu namun Renata percaya saat ini hanya Willi yang bisa membantunya, terlebih Willi sangat ramah pada seluruh mahasiswa di grup itu. Tak berapa lama, Willi pun menerima panggilannya. “Will, kamu dimana? Aku sudah di lobby nih,” ucap Renata. “Tunggu disitu sebentar, aku juga baru sampai lobby,” ucap Willi, “kamu pakai baju warna apa?” imbuhnya. “Putih,” ucap Renata. Dari kejauhan dia melihat pria tinggi yang memakai kaos berwarna hitam dan tas punggungnya, rambutnya tampak rapih dengan potongan masa kini, karena kurus, pria tersebut terlihat junkies meskipun Renata bisa memastikan bahwa pria itu lebih pendek dari Regan yang memang menjulang seperti tiang listrik, pikir Renata. Pria yang dilihatnya juga sedang menempelkan ponselnya di telinga, lalu menghampiri Renata. “Renata?” tanyanya, Renata dapat mendengar suara Willi dari dua arah, dari pria di hadapannya dan juga dari ponselnya. Renata tersenyum manis dan memutuskan panggilan itu. “Hai, Willi kan?” tanyanya, mereka pun saling berjabat tangan, senyum Willi sangat manis dan wajahnya yang terlihat muda karena seusia dengan Renata. “Yuk ke aula,” ucap Willi. Yang menjelaskan bahwa tadi dia terlupa sesuatu di resepsionist lobby jadi dia kembali lagi ke lobby padahal sudah berada di aula sebelumnya. “Sudah ambil kartu jurusan?” tanya Renata. “Sudah, nih,” Willi memberitahukan kartu jurusannya yang memuat jadwal mata kuliah beserta ruang belajarnya nanti. “Duh aku belum,” ucap Renata, padahal dia merasa sudah datang lebih awal hari ini namun tetap saja jalanan macet membuatnya sedikit terlambat. “Nggak apa-apa, setelah ospek saja aku antar ke ruang penjurusan untuk ambil kartu,” ucap Willi. “Terima kasih banyak ya, jujur aku nggak kenal siapa-siapa disini,” ucap Renata sambil berjalan disamping Willi. “Oiya? Kalau aku ada beberapa teman sekolah yang masuk sini juga, nanti aku kenalin biar kamu nambah temen,” ujar Willi yang disetujui Renata. Mereka berjalan cukup jauh menuju aula jurusan yang ternyata berada di gedung yang paling pinggir. Willi memperhatikan banyaknya petugas keamanan yang tersebar, membuatnya mengernyitkan kening, terakhir dia ke kampus ini, tak sebanyak ini petugas keamanan dan anehnya para petugas keamanan itu seolah melihat ke arah Willi, membuatnya tak nyaman dan salah tingkah. “Kenapa?” tanya Renata karena melihat Willi yang terus saja menoleh ke lain arah. “Terakhir kesini, nggak sebanyak ini petugas keamanannya?” “Oh, aku kira justru memang sebanyak ini,” ucap Renata sambil mendelik pada Ujo yang juga menyamar jadi petugas keamanan dan berjalan tak jauh dari mereka. Sesampainya di Aula, Willi sudah menyapa beberapa orang lainnya, mereka saling berkenalan termasuk Renata. Lalu mereka memilih kursi di bagian tengah. Entah mengapa Willi meletakkan tasnya di kursi kosong sampingnya? “Untuk siapa?” tanya Renata, ketika ada orang yang ingin mendudukinya dan Willi bilang sudah ada yang menduduki kursi kosong itu. “Ada temen aku, telat sepertinya dia,” ujar Willi sambil memperhatikan jam tangannya. Seorang pembawa acara mulai membacakan urutan acara hari ini, yang merupakan penyambutan dari ketua BEM Fakultas Ekonomi dan juga dari kepala prodi dan rektor yang memang menghadiri acara hari ini. Ospek di kampus ini memang hanya merupakan perkenalan saja, tidak seperti jaman dulu yang bisa dijadikan bahan perpeloncoan oleh kakak tingkat kepada mahasiswa baru. Bahkan acaranya akan diselingi oleh tarian yang memang merupakan kegiatan kampus selain belajar mengajar. Tampak seorang wanita dengan rambut panjang yang dikepang, berjalan menunduk dan menghampiri Willi, kacamata tebalnya merosot sampai ke ujung hidung mungilnya. Tak memakai riasan apapun kecuali lipbalm mungkin agar bibirnya tak kering, celana jeans yang agak besar dan kaos lengan panjang berwarna kuning. “Sini,” bisik Willi, mengambil tas dari kursi kosong dan mempersilakan wanita muda itu duduk disana. “Thanks Wil,” ucap wanita itu tak lepas dari pandangan Renata. “Re, ini Aina, temen sekolahku dulu, Aina, ini Renata,” ucap Willi memperkenalkan mereka berdua, Renata dan Aina saling menjabat tangan dan tersenyum. “Aku lihat foto kamu saat liburan kemarin, bagus ya tempatnya?” tanya Aina ramah. “Iya bagus banget, pantainya jernih,” ucap Renata. “Ssstt ngobrolnya nanti, kita dengerin dulu,” potong Willi yang berada di tengah mereka berdua. Aina dan Renata hanya tersenyum menanggapinya. Sepertinya Renata mulai mempunyai teman baru yaitu Aina, wanita yang terlihat cerdas namun polos. Melihat gaya pakaiannya, sepertinya wanita itu sangat ramah dan cuek juga dekat dengan Willi. *** Setelah berjam-jam duduk di aula untuk mendengarkan penjelasan mengenai peraturan kampus, ekstrakurikuler dan beberapa serba-serbi kampus. Akhirnya Willi dan Aina menemani Renata mengambil kartu jurusan, karena setelah makan siang mereka ada jam perkenalan di ruang kelas masing-masing. Renata memperhatikan kartu jurusannya, sejujurnya dia sangat berharap bisa sekelas dengan Aina atau Willi selama satu semester agar dia tak merasa sendirian di kampus itu. Dan rupanya Tuhan berbaik hati, kelas yang tertera di kartu itu sama persis dengan kelas Willi dan Aina. “So, selama satu semester, kita akan sekelas terus,” ucap Willi sambil tersenyum lebar yang entah mengapa senyumnya semakin terlihat manis. “Syukurlah, aku takut banget kalau sendirian,” ucap Renata. “Nggak apa-apa nanti lama-lama juga kamu kenal yang lainnya,” ujar Aina sambil membetulkan letak kacamatanya. Mereka pun menuju ruang kelas mereka untuk mata kuliah pertama hari ini. Mendengarkan penjelasan Dosen yang memperkenalkan diri dan mengabsen mahasiswanya, tak ada pelajaran hari ini karena hanya diisi perkenalan saja. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore ketika mereka bertiga keluar dari kelas. Aina segera pamit pulang dengan terburu-buru meninggalkan Renata dan Willi. “Kamu naik apa?” tanya Willi, selama mengobrol dengan Willi dan Aina, Renata mengetahui bahwa mereka berasal dari keluarga sederhana, bahkan Aina dari keluarga yang agak kekurangan, dia masuk kampus bagus ini lewat jalur beasiswa, orang tuanya sudah bercerai dan dia tinggal bersama ayahnya, sementara ibunya sudah menikah lagi dengan orang yang katanya kaya, namun ibunya tak diperbolehkan menemuinya kecuali Aina ikut tinggal bersama mereka. Aina tentu tak mau meninggalkan ayahnya hidup sendirian, karena itu dia ikut banting tulang bekerja untuk menghidupi dirinya dan ayahnya yang sudah sakit-sakitan. Mungkin itulah yang membuat Willi simpati padanya dan menolongnya di setiap kesempatan, sejak sekolah menengah atas tiga tahun lalu. “Aku, hmmm naik, bus,” ujar Renata berbohong. “Bareng aku aja bagaimana? Kita searah kan?” ucap Willi yang memang mengetahui daerah tempat tinggal Renata yang berada searah dengan rumahnya, meskipun Renta tak menyebutkan komplek tempat tinggalnya yang terkenal elit itu. “Aku mau mampir ke pet shop dulu, kamu duluan saja,” ujar Renata tak enak, supirnya jelas sudah menunggu di tempatnya sedari tadi. “Kamu punya peliharaan apa?” “Aku baru mau pelihara anak kucing,” jawab Renata, sesekali melirik ponselnya karena Regan sudah mengirim pesan menanyakan apakah kelasnya sudah usai. Dan pesannya hanya dibaca oleh Renata tanpa berniat membalasnya. “Oiya? Aku juga pelihara kucing, sudah setahun umurnya jadi sudah besar,” ucap Willi. “Serius kamu punya peliharaan kucing? Jenis apa?” “Persia flat nose, kamu mau aku temenin beli? Biar nggak salah pilih,” tawar Willi. “Hmm boleh, kalau nggak ngerepotin,” ucap Renata. “Nggak dong, tapi kita naik motor, nggak apa-apa kan?” ucap Willi, Renata pun menyetujuinya, sejak tinggal di Jakarta, dia bahkan tak pernah naik motor, padahal di kampung dulu sesekali dia naik motor dengan temannya saat ke kota. Willi mengambil motornya sementara Renata menunggu di pelataran kampus, dia pun mengirim pesan ke Ujo yang mengatakan bahwa dia akan pulang dengan temannya. Renata naik ke atas motor Ninja merah milik Willi, awalnya dia cukup kesulitan namun dengan sabar Willi membantu Renata naik ke motor tingginya. Membelah jalan dari kampus, menikmati angin sore yang membelai rambut Renata, Renata pun berpegangan pada jaket Willi. “Tapi kalau beli kucing dan barang-barangnya nanti agak susah lho bawanya,” ucap Willi, Renata sampai memajukan tubuhnya agar dapat mendengar suara Willi karena angin mengaburkan suara itu. “Nanti aku minta jemput kakak,” bohong Renata. “Nah lebih baik seperti itu, soalnya kan besar kandangnya,” ucap Willi, mereka pun sampai di sebuah petshop yang cukup besar, Renata sangat senang melihat banyaknya anak kucing yang lucu-lucu dan gemuk-gemuk. “Aku langganan beli makanannya disini, sekaligus untuk mandiin Arjuna juga,” ucap Willi. “Arjuna?” tanya Renata. “Iya nama kucing aku Arjuna,” kekeh Willi membuat Renata tertawa namanya unik seperti tokoh pewayangan. Seroang pegawai toko yang tampak mengenal Willi pun beradu tos dengan Willi dan menanyakan maksud kedatangan mereka. Willi memberitahukan pegawai itu tentang keinginan Renata memelihara kucing persia, yang langsung diarahkan menuju kucing bibit unggul yang sangat bagus, bulunya lebat dan bersih, Renata sedikit galau ketika memilih diantara dua kucing yang berwarna abu dengan garis hitam atau orange dengan garis hitam, kedua kucing itu rupanya lahir dari indukan yang sama. Sehingga pada akhirnya Renata memilih kucing berwarna abu-abu, berjenis kelamin perempuan yang belum dia ketahui akan diberi nama siapa? Tak hanya itu, dia pun membeli kandangnya, pasir untuk pup, makanan dan tempat makan serta minum untuk kucing itu. Tak tanggung-tanggung, dia pun membeli buku panduan pemeliharaan kucing yang memang disediakan di toko itu. Mereka sudah berada di luar toko, menunggu jemputan Renata. Renata meminta Willi meninggalkannya namun Willi tak mau pergi sebelum kakak Renata datang, Renata jadi tak enak hati, namun dia tak mungkin mengatakan bahwa Ujo yang sedang menunggu di sebrang sana adalah kakaknya, pria yang sudah berganti baju yang semula memakai seragam security itu tampak memperhatikan Renata dari kejauhan. “Sepertinya yang jemput aku bukan kakak,” ucap Renata sambil memperhatikan ponselnya. “Lalu siapa?” “Om aku, kebetulan sedang ada di sekitar sini,” ucap Renata, lalu menelepon Ujo dan memanggilnya paman, sengaja mengeraskan suaranya agar Willi tak curiga. Tak sampai sepuluh menit mobil yang dikendarai Ujo tiba di hadapan Renata. Beruntung sebelum itu Renata meminta Ujo memakai masker hidung dengan beralasan bahwa pamannya terkena flu. Karena dia tahu Ujo akan sering berada di kampus dan bisa saja Willi curiga. Ujo membantu memasukkan kandang yang masih dilipat dalam kardus itu ke bagasi mobil, termasuk karung pasir dan juga makanan berukuran besar, sementara Renata meletakkan kucing yang masih di dalam tas khusus itu di kursi belakang, Ujo bahkan membukakan pintu belakang untuk Renata dan mengangguk sopan pada Willi yang masih menatap hal itu dengan bingung. Dia pun memutuskan tak mau ambil pusing atas perlakuan Ujo yang justru seperti anak buah dan majikan itu. Sepeninggal Renata, ada mobil hitam membuntuti mereka, Willi mencoba berpikir positif bahwa mobil itu memang searah dengan mobil yang ditumpangi Renata. Satu yang dia tak tahu bahwa mobil itu adalah mobil iringan pengawal Renata juga. Setidaknya untuk hari ini Renata, aman! ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN