Excel di sambut meriah oleh karyawan di perusahaannya, bos muda dan tampan yang sangat mereka rindukan. Erick telah mempersiapkan sebuah pesta untuk menyambut kembali dirinya di perusahaan itu. Pria itu masuk ke dalam ruangannya dan duduk di kursi kerja.
“Selamat pagi Tuan Excel.” Sekretarisnya yang seksi dan cantik tersenyum menggoda.
“Pagi.” Excel menjawab tanpa melihat ke arah Monica.
“Apakah anda mau saya buatkan kopi?” tanya Monca lembut.
“Ya, dan panggilkan Erick!” Excel menyalakan layar komputernya.
“Baik Tuan.” Monica keluar dari ruangan, ia sangat bangga bisa menjadi sekretaris Excel.
“Ada apa?’ Erick duduk di sofa depan Excel.
“Hey, aku adalah bos kamu.” Excel menatap tajam pada Erick.
“Baiklah Bos, ada perlu apa kamu memangil diriku?” Erick tersenyum.
“Bagaimana pesta nanti malam? Apa sudah siap dengan semua undangnya?” tanya Erick.
“Tentu saja Bos.” Erick mengangkat tangannya dan mengancungkan jempol.
“Bagaimana dengan tamu undangan?” tanya Excel lagi.
“Sempuna.” Erick memberikan simbol cinta dengan jarinya.
“Aku akan menghubungi Diego.” Excel mengambil ponselnya.
“Halo Diego, kamu dimana?” tanya Excel membuka percakapan melalui panggilan.
“Halo teman, aku di kantor, apa kamu sudah masuk kerja?” Diego menjawab panggilan dengan pertanyaan.
“Tentu saja dan kamu tidak datang kerumahku.” Excel menekankan suaranya berpura-pura marah.
“Maafkan aku, aku akan membayar dengan mentraktir dirimu.” Diego tersenyum.
“Datanglah ke pesta ku malam ini,” tegas Excel.
“Dimana dan pukul berapa?” tanya Diego.
“Rumah Papa, jam delapan malam,” jawab Excel.
“Apa aku boleh membawa pasangan?” tanya Diego lagi.
“Tentu saja.” Excel tersenyum.
“Terima kasih, teman, aku pasti datang.” Diego memutuskan panggilan.
“Aku yakin kamu akan membawa Elena.” Excel tersenyum.
“Aku sangat ingin melihat wanita sombong itu.” Excel meletakkan ponselnya di atas meja.
“Kamu tidak usah melihatnya.” Erick membuka computer lipat miliknya.
“Kenapa?” tanya Excel heran.
“Karena Elena sangat cantik dan mempesona.” Erick tersenyum.
“Aku sudah bertemu dengan banyak wanita cantik bahkan model internasional bertekuk lutut dihadapanku.” Excel tersenyum sombong.
“Baiklah.” Erick tersenyum.
“Bagaimana dengan proposal Alena?” tanya Erick.
“Itu Proposal Elena atau Alena?” tanya Excel.
“Elena tidak akan meminta bantuan kamu karena Diego selalu ada untuk dirinya.” Erick tersenyum.
“Nama itu bisa dimanfaatkan dengan mudah.” Excel tersenyum jahat.
“Aku merasa takut dengan senyuman itu.” Erick memicingkan matanya.
“Erick, aku kembali untuk balas dendam pada Elena.” Excel tersenyum.
“Aku yakin kamu akan jatuh cinta pada Elena,” gumam Erick.
“Apa kamu mengatakan sesuatu?” tanya Excel menatap tajam pada Erick.
***
Diego dan Elena selalu makan bersama karena mereka tinggal di Apartement yang berdekatan, setiap hari bisa sarapan, makan siang dan makan malam bersama. Pria itu selalu mencari waktu agar bisa dihabiskan bersama Elena, seperti pagi ini.
“Elen.” Diego memperhatikan wanita cantik di depannya.
“Hmm.” Elena tersenyum melihat kearah Diego.
“Apa kamu mau menemani diriku ke pesta Excel?” tanya Diego pelan.
“Siapa Excel, apa dia teman kamu?” tanya Elena.
“Apa kamu sudah melupakan Excel?” Diego balik bertanya dan menatap Elena yang sedang berpikir.
“Hmm, ah aku ingat, pengusaha paling sukses dan kaya.” Elena tersenyum dan menyuapkan makanannya ke mulut.
“Apa kamu lupa pernah menolak dirinya ketika di kampus?” Diego tidak memakan makanannya, ia terus memperhatikan Elena.
“Untuk apa dipikirkan? Dia tidak benar-benar menyatakan cinta hanya sedang mempermainkan diriku.” Elena tersenyum lebar.
“Kemarilah.” Diego membersihkan mulut Elena dengan tisu.
“Diego, aku bisa melakukan itu.” Elena mengambilkan tisu dari tangan Diego.
“Jika kamu terus memperlakukan aku dengan manis, tidak akan ada gadis yang berani mendekati dirimu.” Elena menghabiskan sarapannya.
“Dan tidak akan ada pria yang akan mendekati dirimu.” Diego terus memperhatikan Elena, ia tidak pernah bisa bosan dengan wanita di depannya.
“Aku tidak masalah dengan itu.” Elena tersenyum dan meneguk air putih dari gelas hingga habis.
“Begitu juga dengan diriku.” Diego tersenyum tampan, meluruhkan hati wanita yang melihatnya.
“Baiklah, habiskan makanan kamu.” Elena menopang dagu dengan kedua tangannya menatap kearah Diego.
“Jika kamu melakukan itu aku merasa sudah kenyang.” Diego menatap Elena.
“Ayolah, kita harus segera berangkat ke kantor.” Elena memanyunkan wajahnya.
“Baiklah, Nona cantik.” Diego menikmati sarapannya dengan di temani Elena. Selesai makan mereka berdua menuju mobil masing-masing.
“Aku akan menjemput kamu pukul setengah delapan.” Diego tersenyum sebelum masuk kedalam mobilnya.
“Baiklah, aku akan membeli gaun pesta yan baru agar tidak mempermalukan dirimu.” Elena tersenyum.
“Aku akan mengirimkan ke perusahaan dirimu, berikan ukuran tubuh kamu padaku.” Diego berjalan mendekati Elena.
“Tidak usah, aku bisa membeli sendiri.” Elena mendorong tubuh Diego agar kembali ke mobilnya.
“Ayolah, Mamaku punya butik.” Diego mengedipkan matanya.
“Baiklah, aku akan mengirimkan pesan.” Elena segera masuk kedalam mobilnya dan membuka kaca.
“Jangan sampai telat!” Diego menekan tangannya di pintu mobil Elena.
“Ya, menyingkirlah.” Elena tersenyum dan menutup kaca mobil dengan perlahan, ia melambaikan tangannya pada Diego.
“Elena, selama kamu masih sendiri aku akan terus berada di samping kamu dan menikmati kebersamaan kita.” Diego tersenyum melihat kepergian Elena dan masuk kedalam mobilnya ketika wanita itu sudah tidak terlihat.
***
Elena berjalan memasuki kantornya, ia memberikan senyuman cantik kepada semua orang yang ia temui, dari tukang parkir, petugas kebersihan hingga karyawan yang ada di dalam perusahaan.
“Selamat pagi, Nona Elena,” sapa resepsionis.
“Pagi.” Elena tersenyum dan menghentikan langkah kakinya.
“Nona, ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda,” ucap seorang wanita.
“Siapa?” tanya Elena.
“Alena Sanjaya,” jawab wanita itu.
“Alena, apa yang ia lakukan disini?” Elena berjalan menuju ruang tunggu.
Tangan Elena membuka pintu dengan perlahan, ia melihat Alena adik satu Ayah berbeda ibu itu duduk dengan elegan menggunakan mini dress sebatas paha berwarna putih dipaduka dengan blazer hitam.
“Selamat pagi kak.” Alena tersenyum dan berdiri.
“Selamat pagi, apa kamu butuh sesuatu?” tanya Elena langsung dan duduk di depan Alena.
“Apa aku tidak boleh mengunjungi kakakku?” Alena tersenyum.
“Aku rasa kita tidak terlalu dekat.” Elena tersenyum cantik.
“Baiklah, aku akan langsung saja pada masalahnya.” Alena menyerahkan berkas pada Elena.
“Apa ini?” tanya Elena.
“Apa kamu tidak tahu empat puluh persen perusahaan papa atas nama dirimu?” Alena menatap tajam pada Elena.
“Aku tidak mengambil sepersenpun perusahaan Papa karena tanpa itu semua, aku mampu bertahan di dunia bisnis.” Elena tersenyum.
“Kamu memang tidak mengambilnya tetapi papa telah memindahkan saham itu kepada dirimu.” Alena meninggikan suaranya.
“Baiklah, aku akan mengucapkan terima kasih kepada Papa, apa ada yang lain?” tanya Elena.
“Apa kamu tahu karena empat puluh persen itu perusahaan Papa hampir bangkrut.” Alena kesal karena kartu kreditnya memiliki batasan.
“Apakah itu salah diriku?” Elena tersenyum.
“Kau….” Alena semakin kesal.
“Jika tidak ada keperluan lagi aku harus bekerja agar perusahaan ini tidak bangkrut.” Elena tersenyum dan beranjak dari Sofa.
“Aku akan membalas kamu Elena.” Alena beranjak dari Sofa.
“Kamu sudah mendapatkan semuanya, apa lagi yang kamu inginkan?” Elena tersenyum sinis.
“Menghancurkan dirimu.” Wanita itu keluar dari ruang tunggu dengan marah.
“Lakukan saja, jika kamu mampu.” Elena tersenyum melihat kepergian Alena.
Elena tidak takut sama sekali dengan ancaman Alena, ia mampu berdiri tegak tanpa bantuan dari perusahaan Sanjaya. Usaha, doa dan keyakinan pada diri serta dukungan dan bantuan dari rekan-rekannya hingga ia bisa mencapai puncak keberhasilan menjadi pengusaha wanita muda pertama di dunia bisnis.