Saat ibu itu sudah menaiki dan menghidupkan mesin mobilnya, Shania aktif melambai-lambaikan tangannya untuk ibu itu. Namun, kening Shania tiba-tiba mengernyit, ia merasakan ada yang aneh dari mobil tersebut.
"Mobil itu...?" katanya sembari berpikir.
"Kenapa?" Ternyata laki-laki yang umurnya sepantaran dengan Shania tadi, masih berada di samping gadis itu.
"Mobil itu seperti ... Platnya! Gua ingat, itu adalah salah satu mobil yang tertangkap kamera cctv tadi!" ucap Shania kelewat antusias. Ketikan ia hendak menghampiri ibu itu untuk memintanya turun, sayangnya mobil itu langsung melaju. Shania terlambat.
"Sepedanya, gua pake bentar sepedanya," kata Shania terburu-buru pada laki-laki yang masih setia memperhatikannya.
Laki-laki itu tidak langsung menyerahkan apa yang Shania mintai, melainkan ia langsung menjatuhkan bobot tubuhnya di atas sepeda. "Lo naik aja, biar gua yang bawa sepedanya."
"Kelamaan," kata Shania yang khawatir jika mereka berboncengan berdua menggunakan sepedanya itu pasti akan membuat laju sepeda itu sangat lambat sedangkan Shania sendiri tidak ingin kehilangan jejak mobil tadi.
"Lo cukup percaya aja sama gua," ungkap laki-laki itu dengan begitu menjanjikan. Karena sudah tidak punya waktu lagi, Shania tidak bisa untuk menolaknya.
Meskipun laki-laki itu tidak mengerti tentang situasi yang sedang dihadapi oleh Shania, tapi laki-laki itu tetap bersedia menolong Shania.
******
Usaha yang dilakukan oleh Shania juga laki-laki yang sudah ia ketahui bernama Alfin itu ternyata membuahkan hasil. Meskipun sebenarnya mereka hampir saja menabrak pagar pembatas trotoar, tapi berkat keahlian bersepeda yang Alfin miliki, keduanya pun berhasil terhindar dari bahaya. Sedangkan ibu itu sendiri yang telah menyadari kalau Shania sedang mengejar dirinya pun menghentikan laju mobilnya.
Setelah melalui berbagai perbincangan dengan si ibu pemilik mobil tadi, Shania berhasil mendapatkan kamera dashboard mobil milik ibu itu. Ibu itu masih masih menyimpan rasa terima kasih pada Shania, jadi tidak mungkin ia bisa menolak untuk memberikan apa yang Shania mintakan padanya. Apalagi itu menyangkut nyawa anak kecil, ia sendiri pun memiliki seorang anak juga. Tentunya ia memiliki banyak belas kasihan.
Shania juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Alfin, karena berkat bantuannya lah ia berhasil menemui ibu itu kembali. Walaupun laki-laki itu hampir saja membawanya ke dunia lain, tapi semuanya sudah terbayar lunas oleh apa yang telah Shania dapatkan.
"Lo sekarang
mau ke kantor polisi, 'kan? Gua anterin ya," tawar Alfin.
"Makasih banyak sebelumnya, tapi gua rencananya mau pake taksi aja biar cepetan sampainya," tolak Shania dengan sopan agar Alfin tidak merasa tersinggung.
"Tapi Lo bi—"
Belum juga Alfin berhasil menuntaskan kalimatnya, tapi sudah dipotong duluan oleh Shania. "Nahh ... Itu taksinya, gua duluan ya. Sekali lagi, makasih buat semua bantuan Lo." Shania berjalan mendekati taksi yang sudah dipesannya sembari melambaikan tangan kepada Alfin yang berdiri menatap kepergian dengan cengo.
"Padahal gua belum dapetin nomor handphonenya," ucap Alfin lirih ketika Shania sudah benar-benar menghilang dari pandangannya.
Alfin terlihat menghela napas, ia berbalik menaiki sepedanya. Dalam hati, ia berharap banyak semoga saja ia bisa bertemu dengan Shania lagi dan apabila itu terjadi ia mengingatkan dirinya sendiri untuk berusaha lebih keras lagi agar bisa mendekati seorang gadis baik hati seperti Shania. Jujur saja, ia langsung jatuh hati kepada gadis itu saat di detik pertama mereka berpandangan muka tadi.
Di dalam mobil, menggunakan handphonenya Shania sedang mengabari Fika tentang apa yang telah ia dapatkan. Tidak lupa Shania juga berpesan agar Fika menunggunya sampai ia tiba di sana dan Fika pun mengiyakan pesan Shania itu.
Sebenarnya saat Shania memeriksa kembali video dasboard mobil milik ibu yang tadi, tanpa diduga ia menemukan plot twist yang benar-benar membuat gadis itu tidak bisa menutup mulutnya. Ia hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat, tapi pada akhirnya pun gadis itu meyakini kalau apa yang video itu tunjukkan padanya adalah kebenaran yang sesungguhnya. Video itu menjawab sepenuhnya siapa yang telah menculik Andi.
*****
Di kantor polisi sendiri, semua orang terlihat tegang. Jean sendiri masih sibuk berbicara dengan polisi dan itu perbincangan yang sangat serius sekali.
Wajah Jean benar-benar kacau, ia menyalahkan semuanya pada dirinya sendiri. Ia merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Andi dengan baik, ia gagal menjadi seorang pelindung untuk Andi.
Laki-laki itu berharap tidak ada mata jahat di sekeliling anaknya saat ini. Meski hatinya sedang kacau, tapi Jean tetap berusaha untuk berpikiran positif tentang Andi. Ia tidak ingin salah dalam mengambil langkah jika ia terus berpikiran negatif. Bersikap tenang, itulah yang Jean coba lakukan sekarang.
"Sayang, maafkan aku karena datang terlambat. Bagaimana tentang kabar Andi sekarang, apa dia sudah ditemukan?" Bella yang baru saja datang langsung membuat seisi kantor itu heboh karena suaranya.
Jean hanya menggelengkan kepalanya tanpa sedikitpun mengeluarkan suara, ia membiarkan begitu saja ketika Bella memeluk tubuhnya.
"Kamu yang sabar ya, aku yakin Andi pasti bakalan ketemu," ucap wanita itu, mencoba menenangkan Jean dengan mengelus punggung belakang laki-laki yang mendapatkan pelukan darinya itu.
"Kamu tahu, siapa yang harus disalahkan atas penculikan Andi? Laras, kamu harus salahkan Laras. Kalau bukan karena dia yang terlalu melalaikan tugasnya, Andi gak bakal bisa diculik. Jadi, kamu harus memecat dia." Wanita itu memanas-manasi Jean.
Sejurus dengan perkataan yang Bella lontarkan, seorang gadis baru saja tiba di sana dengan tergesa-gesa dan napas ngos-ngosan. Semua orang, termasuk Jean dan Bella langsung saja mengalihkan atensi mereka kepada gadis itu.
"Nahh ... Kebetulan si tersangka udah datang." Bella berjalan cepat menghampiri Shania yang kelihatan masih mengambil napas.
Plakk ...
Sebuah tamparan mendarat sempurna pada pipi mulus Shania, menyisakan warna merah yang terasa nyeri untuk Shania. Gadis itu menatap Bella dengan keterkejutan. Bagaimana tidak? baru saja tiba dirinya sudah disambut sebuah tamparan oleh wanita itu.
"Ini semua ulah kamu, gara-gara ketidakbecusan kamu Andi diculik. Kenapa kamu ke sini, apakah kamu cuma mau nyari simpati dari orang-orang ini agar gak ada satupun yang nyalahin kamu atas penculikan Andi. Mendingan kamu pergi saja dari sini." Ucapan yang Bella lontarkan itu berhasil menarik perhatian orang-orang yang berada di lorong kantor polisi itu.
Shania menaikan tatapannya pada wanita tersebut. Dengan memberanikan dirinya, Shania membalas tatapan wanita itu.
"Berani kamu natap saya kayak gitu, dasar pengasuh gak tahu malu."
Saat Bella hendak melayangkan tamparan lagi, Shania langsung saja menahan tangan wanita itu.
"Kenapa saya harus malu, bukankah yang harusnya malu itu ada dirimu," ucap Shania menantang. "Dan juga yang pantas pergi itu bukan saya, melainkan ANDA!" Ucap Shania menantang dengan menekan kata terakhir. Ia juga melepaskan tangan Bella yang hendak menamparnya tadi dengan kasar.
Kesabaran Bella sudah habis, ia berbalik menatap Jean yang menyaksikan perdebatannya barusan.
"Kamu liat kan, Mas. Gimana gak tahu malunya pembantu kamu ini, pokoknya aku mau kamu pecat dia!" Ucapnya sembari menunjuk Shania.
Jean terlihat menghela napas, ia pun hanya merespons ucapan Bella barusan dengan menganggukkan kepalanya.