diusir

1002 Kata
Shania menatap ke arah Jean, apakah Jean juga menginginkan agar ia pergi dari sini, sama seperti kekasihnya? Oke, Shania pikir ia memang harus pergi karena tidak seorangpun yang menginginkan keberadaanya di sini. Shania sadar kalau dirinya tidak bisa meladeni Bella jika tidak ada yang mendukungnya. Shania tahu diri, ia tidak ingin membela dirinya di hadapan orang-orang ini karena ia sendiri juga menganggap diri yang telah bersalah. Ia memilih pergi dari sana bukan berarti ia tidak ingin menunjukkan bukti yang ia punya, melainkan Shania rasa bahwa sekarang bukanlah waktu dan tempat yang tepat. Ia tidak ingin salah langkah jika terlalu gegabah dan ngebet. Sejurus dengan Shania yang telah pergi, Fika terlihat menampakkan diri. Gadis itu keheranan karena mendengar adanya keributan di luar saat ia tadi tengah berada di toilet. Gadis itu yakin kalau Shania sudah datang, tapi anehnya gadis itu tidak menemukan sahabatnya itu yang katanya sebentar lagi akan tiba di sini. Malahan yang ia temukan di sini ada Bella, wanita yang selama ini kurang minat untuk ia dekati. Bagi Fika, Jean adalah sosok laki-laki yang sempurna. Mulai dari sikap penyayang dan baik hati yang laki-laki itu miliki, kewibawaannya dalam berkerja, sampai pada tampang rupawan yang selalu menenangkan ketika dipandang. Namun, setelah mengetahui siapa yang laki-laki itu jadikan kekasih membuat Fika berpikir kembali kalau sepertinya kakaknya itu bodoh. Fika tidak habis pikir, apa kelebihan yang Jean lihat dari wanita yang selalu menghabiskan uangnya. Sebenarnya sedari awal pertemuannya dengan Bella, Fika sudah menangkap sinyal negatif dari wanita tersebut. Ia tahu kalau wanita itu pasti hanya mengincar harta kekayaan kakaknya saja dan Fika sendiri ingin sekali membuka mata Kakaknya terhadap perempuan yang dia pacari. Melewati begitu saja Bella, seolah tidak melihatnya. Fika langsung berjalan menghadap Jean. "Laras mana, Kak? Aku denger tadi ada suaranya di sini?" gadis itu langsung melempar pertanyaan kepada Jean. Namun, pertanyaannya itu malah dijawab oleh orang yang sama sekali tidak ia harapkan. "Udah aku usir." "Lahhh ... Kenapa diusir?" tanyanya menatap tidak suka ke arah Bella yang bergaya sok arogan. Dengan tangan yang terlipat di depan d**a, Bella menggunakan bibir merah meronanya pun berkata. "Untuk apa terus nyimpen pengasuh gak guna kayak dia," ucap wanita itu sembari tersenyum smrik. Sebagai respons, Fika hanya memutar bola matanya karena jengah. Fika pikir dirinya tidak perlu meladeni wanita itu karena hanya akan membuang-buang waktu dan lagi prioritas utamanya kan Andi. Gadis itu kemudian merogoh saku celananya, mengambil ponsel lalu menyerahkannya kepada Jean agar laki-laki itu dapat membaca pesan yang Shania kirimkan padanya beberapa menit yang lalu sebelum sahabatnya itu datang ke sini. Jean yang awalnya kurang tertarik untuk melakukan apa yang Fika pintakan padanya, namun setelah melihat sekilas nama teratas yang tersemat dalam layar handphone tersebut, langsung saja Jean membaca pesan itu sampai tuntas. Setelah selesai, ia tanpa pikir panjang keluar bergerak keluar dari sana. Hendak menghentikan Shania yang pergi barusan dan berharap gadis yang ia cari masih berada dalam radius yang dekat dengannya. Melihat apa yang dilakukan oleh Jean membuat Bella keheranan, pasalnya laki-laki itu pergi tanpa berpamitan dulu padanya dan nampak terburu-buru, apakah itu adalah hal yang sangat mendesak? Karena saking penasarannya tadi wanita itu kemudian mendekati Fika, ingin melihat juga apa yang dilihat oleh Jean tadi dari handphone gadis itu. Namun, baru saja ia mendekat Fika terlebih dahulu beranjak dari dan mengabaikannya membuat wanita itu merasa geram. Sedangkan Fika sendiri tidak melihat perubahan raut wajah Bella karena memang ia merasa tidak perduli. Di tempat lain atau di luar kantor polisi, Jean kini terlihat celingak celinguk mencari keberadaan Shania. Ia berharap penuh kalau Shania belum terlalu jauh perginya. Laki-laki itu berjalan, membaur di jalanan yang dilalui oleh banyak orang. Melihat seorang yang berada di hadapannya yang ia rasa adalah Shania, laki-laki itu segera mengejarnya. "Laras." Pada saat gadis yang ia kejar itu menoleh, ternyata bukan Shania yang ia lihat, melainkan orang lain. "Maaf," ucap Jean pada gadis yang tidak ia kenal tersebut karena telah salah mengenali orang. Kemudian laki-laki itu memutar haluan. Ia berjalan setengah berlari, seperti seorang yang sedang dikejar anjing galak. Melihat lagi seorang yang berpakaian kaos putih dan celana legging panjang seperti yang Shania kenakan, Jean langsung saja mengejarnya. "Laras," panggilannya sambil menyentuh bahu orang itu agar mengarahkan pandang padanya. Namun, sayangnya itu bukan Laras. Kejadian pertama terulang lagi. Ia meminta maaf kemudian pergi dari sana. Ia berpindah tempat tanpa henti, ke sana ke mari berharap melihat adanya sosok Shania. Andaikan saja handphonenya tidak ketinggalan tadi, pasti bisa ia gunakan untuk menghubungi gadis itu. Ahhh tidak-tidak, seharusnya memang sudahsedari awal tadi ia membela Shania dan melarangnya untuk pergi. Ketika laki-laki itu berbalik, hendak berpindah tempat lagi. Jean seketika mengembangkan sebuah senyuman. "Tuan Jean?" Ya dia adalah Shania yang kini mendongkak menatap Jean dengan kebingungan. Tidak tahan lagi, Jean berjalan mendekat dan langsung saja menghamburkan pelukan kepada Shania dan itu membuat mata gadis itu melotot sempurna. Shania hampir tidak bisa berkata-kata lagi. Lebih dari sepuluh detik lamanya Shania mencerna ini semua, setelah ia sadar ia langsung saja melepaskan dirinya dari Jean. "T-tuan J-jean?" Shania gugup menatap Jean sedangkan laki-laki itu sendiri terlihat sedikit gelagapan karena menyadari tindakannya pada Shania barusan. Sebenarnya alasan Jean melakukan itu karena ia takut kalau Shania yang ia sangka Laras juga ikut menghilang seperti anaknya, Andi. Jean tidak ingin hal itu sampai terjadi. Seketika keduanya dilanda oleh situasi yang canggung, keduanya saling membuang muka mereka yang merah merona. Sampai pada akhirnya Shania memberanikan diri untuk membuka suara. "Tuan mencari saya?" tanya gadis itu. "Kamu mengatakan kepada Fika kalau kamu memiliki bukti tentang siapa yang menculik Andi. Tapi, kenapa kamu malah pergi tadi?" tanya laki-laki itu. Shania mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya, Tuan. Tapi lebih baik kita membicarakannya di tempat yang sepi saja. Ayo ikut saya, Tuan." Shania langsung saja menggenggam tangan laki-laki di hadapannya itu untuk dibawanya pergi dari sana. Akan tetapi, Saat hendak berjalan ia menoleh kembali ke belakang, menatap Jean yang bukannya berjalan seperti yang ia lakukan tapi laki-laki itu malah terdiam di tempat. "Tuan, ayo," ajaknya lagi. "Ahh ... Iya," kata laki-laki itu yang diam diam tersenyum tipis melihat tangannya yang bertaut dengan tangan Shania.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN