Jalanan yang ramai sudah menjadi hal yang lumrah, Shania sekarang sedang berdiri di tepian jalan. Lampu pengatur lalu lintas sudah berganti warna merah, Shania bukannya ingin menyeberangi jalan, melainkan menunggu adanya taksi yang lewat.
Gadis itu memilih ke kantor polisi menggunakan taksi daripada menggunakan bis, lantaran dengan begitu ia bisa lebih cepat sampai ke tempat tujuannya karena kalau menggunakan bis setidaknya ia harus mengganti pemberhentian sebanyak 3 kali. Merepotkan bukan?
"Copet! Tolong copet!" Teriakan menggelegar sarat akan ketakutan terdengar semakin mendekat ke arah Shania, gadis itu kemudian menoleh ke belakang. Ia melihat seorang wanita setengah baya sedang mengejar seorang preman yang membawa lari tasnya. Wanita itu mengejar sembari berteriak dan menangis. Tidak hanya itu saja, ada beberapa warga lain juga yang membantu wanita itu mengejar si pencuri tasnya. Kening Shania menggerenyit dan alisnya naik sebelah.
Tepat pada saat preman itu melintasinya, hati Shania tahu tahunya tergerak sendiri untuk ikut mengejar pencopet itu juga. Gadis itu berlari dengan mengerahkan seluruh tenaga yang ia punya dan hal itu membuatnya unggul dari para pengejar yang lain.
Mengingat kejadian di waktu itu, di mana ia dan Jean pernah melawan seorang preman yang mencoba bertindak tidak senonoh dengannya dan yang telah berhasil membuat preman itu benar-benar lumpuh adalah dirinya sendiri, membuat Shania semakin bernyali. Ia tidak takut akan bahaya yang mengancamnya.
"Berhenti?! Hei, Berhenti?!" teriak gadis itu saat dirinya sudah berada di jarak yang sangat-sangat dekat dengan si preman. Tidak hanya kedua kakinya saja, tangan Shania juga tidak ingin tinggal diam, tangan itu terulur untuk meraih kerah baju belakang sang preman. Sayangnya, tangan itu ternyata tidak mampu mencapai karena preman tersebut menambah lagi kecepatan larinya.
Karena terlalu lelah, Shania jadi menghentikan larinya. Gadis itu ingin beristirahat sebentar, ia ingin menarik napas dengan normal. Tanpa ia duga, ternyata apa yang ia lakukan malah membuat sang preman semakin berada di jarak yang jauh. Dan para pengejar lainnya pun berhasil mendahului Shania. Gadis itu menyadari kalau ia salah lagi dalam mengambil langkah.
Kemudian, ia menoleh ke kiri dan kanan. Seperti Dewi Fortuna sedang memihak padanya, Shania melihat sebuah sepeda yang sedang terparkir di sebuah pagar pembatas antara jalanan dan trotoar ditambah lagi sepeda tersebut terlihat sedang bebas. Tanpa berpikir lagi, Shania langsung menaiki sepeda tersebut. Dengan menggunakan sepeda ini, Shania yakin dirinya bisa mencapai si pencopet tidak tahu malu itu.
Beruntung sekali karena ia dulu pernah diajari oleh kakaknya menggunakan sepeda, jadi mohon jangan ragukan kemampuan Shania dalam memutar pedal sepeda tersebut. Gadis itu berbelok ke kiri, masuk ke dalam g**g-g**g kecil, ia menggunakan jalan pintas yang sangat ia yakini akan dilewati oleh si preman. Gadis itu melajukan sepeda tersebut sekuat tenaga dengan titik fokus tujuannya adalah pencopet, dan tanpa ia sadari jauh di belakangnya ada yang berteriak copet juga. Itu adalah seorang pemilik sepeda yang sepedanya dipakai oleh Shania tanpa meminta ijin padanya terlebih dahulu.
Seperti yang diduga Shania, pencopet tersebut benar-benar melewati jalan ini.
Bruk ...
Shania sukses besar! Dengan usaha yang dikerahkannya, pencuri tersebut pun berhasil terjerembab ke tanah lantaran terkejut dengan Shania yang mendadak muncul di hadapannya dan menerjang tubuhnya. Saat dia mencoba bangkit berdiri, Shania dengan gesit menimpa tangan preman itu dengan ban sepedanya. Alhasil bukannya terbangun, preman tersebut malah kembali meringis kesakitan di bawah kaki gadis itu. Tepat saat itu, para pengejar lainnya sudah sampai di hadapan mereka.
Saat para pengejar yang notabenenya adalah warga daerah sini hendak melakukan hakim sendiri terhadap si preman itu. Shania dengan cepat mencegahnya, ia berkata hal itu hanya akan merugikan pihak mereka bukannya si pencopet dan gadis itu kemudian menyarankan agar mereka langsung membawanya ke kantor polisi saja. Biar polisi yang menentukan hukuman apa yang pantas untuk diberikan kepada orang yang berani mengambil paksa hak orang lain. Untung para warga itu mau mendengar saran yang Shania berikan. Satu per satu dari mereka pun beranjak dari sana setelah mengatakan terimakasih pada Shania.
Pencuri itu sempat menatap nyalang ke arah Shania, tapi gadis itu malah membalasnya dengan senyuman saja. Senyuman yang dirasa oleh pencuri itu adalah senyuman yang mengejek.
Sekarang ini tinggal lah Shania seorang diri dengan tangan yang memegang tas coklat milik ibu-ibu yang dicuri tadi. Para warga ternyata mempercayai Shania untuk mengembalikan tas itu kepada sang pemilik.
Tanpa menunggu lagi, gadis itu kemudian beranjak dari sana. Melaksanakan apa yang para warga warga itu percayakan padanya. Seingat Shania wanita pemilik tas itu juga ikutan mengejar pencuri tadi, tapi kenapa wanita itu tidak muncul. Apakah wanita itu kembali ke tempat awal di mana pencurian itu dilangsungkan tadi? Dengan sepeda yang masih ada di tangannya, Shania pergi ke tempat ibu itu.
"Ini tas Ibu bukan?" tanya Shania ketika ia sudah menghadap pada wanita yang mengejar sembari menangis tadi.
Wanita itu terlihat bersyukur karena tasnya sudah kembali, segeralah ia menerima tas itu dari tangan Shania dan langsung memeluknya. "Terima kasih banyaknya, Nak. Saya tidak tahu apa jadinya kalau tas ini tidak kembali," katanya dengan tersenyum cerah. Shania jadi ikutan tersenyum karenanya.
"Sama-sama, Bu," ucap Shania.
"Cuma ini yang bisa Ibu berikan. Walau cuma sedikit, terimalah," kata ibu itu sembari menyerahkan kepada Shania beberapa lembaran berwarna merah yang ia ambil dari dalam dompet tasnya.
Shania sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan oleh ibu itu. "Tidak, Bu. Tidak usah, saya tidak bisa menerimanya," ungkap gadis itu, menolak dengan cara yang sopan. Saat mengejar pencopet tadi, tidak barang sekalipun Shania pernah kepikiran tentang imbalan yang akan ia dapatkan dari apa yang ia lakukan. Semua itu murni karena ia ingin menolong saja, tidak lebih.
"Tidak apa-apa, terimalah," ucap ibu itu, memaksa Shania.
Shania tetap teguh untuk menggelangkan kepalanya. "Tidak, Bu. Saya tidak bisa menerima ucapan terimakasih ibu dalam bentuk uang. Gimana kalau ibu doakan saya saja, seorang anak dari majikan saya siang hari tadi menghilang karena diculik. Saya sekarang juga sedang berusaha untuk menemukannya. Jadi, apa Ibu bisa membantu saya dengan doa Ibu. Saya yakin, berkat dari doa ibu pasti dapat mempermudahkan langkah saya untuk semakin menemukannya."
Shania percaya jika banyak orang yang menyertai Andi menggunakan doanya, anak itu pasti akan semakin terlindungi dari marabahaya. Shania juga yakin, sebuah doa dari seorang ibu pasti memiliki kekuatan yang kuat.
"Tidak hanya cantik saja, kamu adalah anak yang benar-benar berhati mulia. Zaman sekarang orang seperti kamu ini banyak yang udah punah. Jadi, saya gak punya alasan untuk menolak permintaan kamu. Sebenarnya kalau bisa saya ingin sekali membantu kamu untuk mencari anak itu, tapi sayangnya saya harus mengurusi suami saya yang sedang menunggu saya di rumah sakit. Maafkan saya," ungkap wanita itu sembari tersenyum tulus ke arah Shania.
"Terima kasih banyak, Bu. Terima kasih. Tidak apa-apa, berkat adanya doa dari ibu saja saya merasa sangat-sangat bersyukur." Shania berkali-kali membungkuk.
"Heii pencuri?!"
Suara berat yang dihasilkan oleh seorang laki-laki itu berhasil menginterupsi interaksi antara Shania dan ibu itu. Seketika Shania pun menoleh ke belakang, ibu itu juga.
Pyussss ...
Serasa ada angin surga yang mendadak menerjang tubuhnya, laki-laki yang memanggil Shania tadi seketika mematung di tempat akibat terhipnotis oleh aura yang Shania pancaran. Laki-laki itu terpesona akan kecantikan yang Shania milik.
"Pencuri? Siapa?" tanya Shania yang merasa kebingungan karena ia merasa kalau seruan laki-laki itu ditujukan padanya. Tidak hanya Shania saja, Ibu itu juga kelihatan kebingungan.
Dan pertanyaan yang Shania lontarkan itu berhasil menyadarkan si laki-laki berkacamata bulat itu.
"S-sepeda, i-itu sepeda gua," ucap laki-laki itu sembari menunjuk sebuah sepeda yang sedang Shania tuntun untuk berdiri.
Mata Shania mengikuti ke mana arah telunjuk laki-laki itu menuju, seketika itu ia pun menepuk jidatnya. Ia lupa mengembalikan sepeda yang ia gunakan untuk mengejar pencopet tadi.
"Maaf, gua beneran gak maksud buat make sepeda Lo tanpa ijin. Gua tadi lagi berusaha ngejar pencopetan yang nyuri tas ibu ini, pas gua liat sepeda Lo lagu free jadi gua pake aja. Tapi, percaya sama gua, abis ini gua memang berniat buat balikinnya ke tempat semula dan minta maaf sama pemiliknya. Please maafin gua, ya," ucap Shania dengan harapan besar permintaan maafnya akan diterima. Gadis itu juga langsung menyerahkan kembali sepeda itu kepada sang pemilik.
Laki-laki itu sedikit salah tingkah ketika ditatap seperti itu oleh Shania. "Oh, gitu ya. Ahhh ... Lo gak perlu minta maaf sama gua, gua yang harus minta maaf sama Lo karena udah nuduh Lo pencuri. Sekarang kalau Lo mau pake sepeda itu untuk selamanya juga gak papa, gua gak masalah asalkan Lo sebutin nomor handphone Lo dulu," ucapnya sembari menggeleng-gelengkan tangannya di depan Shania.
"Maksudnya?" Salah satu alis Shania terangkat.
"Ahh ... Maksud gua ... Maksud gua kalau Lo kasih no handphone Lo ke gua, gua jadi bisa nanya kabar sepeda gua pas dipake sama Lo," ujarnya sedikit gelagapan.
Mendengarnya Shania semakin bertambah bingung, ia terdiam sejenak. Saat ia sudah mengerti perkataan laki-laki itu, Shania menarik garis bibirnya.
"Untuk sekarang ini, gua gak berencana buat make sepeda Lo lagi kok. Ini gua balikin, makasih banyak ya," ucap Shania.
"Ahh .. iya." Laki-laki itu mau tidak mau harus menerima kembali sepedanya tanpa mendapatkan terlebih dahulu nomor handphone Shania. Laki-laki itu berpikir apakah taktik yang ia gunakan barusan itu salah?
Seorang wanita yang berada di antara mereka berdua tersenyum-senyum melihat interaksi Shania dan laki-laki berkacamata bulat itu. Karena tidak ingin mengganggu, ia pun berkata "Kalau gitu, ibu permisi dulu ya. Terima kasih banyak atas pertolongan kalian berdua," ucap wanita itu seketika mengalihkan atensi Shania dari laki-laki itu. Shania merespons ucapan permisi wanita itu dengan tersenyum manis.