kabur dari rumah
Di tengah malam yang remang-remang, seorang gadis memakai hoodie ungu kebesaran beserta koper birunya terlihat tengah berjalan kaki menyusuri jalanan.
Disela-sela langkahan kakinya, matanya tidak luput untuk memantau sekitar. Seretan pada koper yang ia lakukan tampak tertatih dan kepayahan, mungkin itu karena kopernya yang berat atau dirinya yang tidak terlalu disertai tenaga.
Shania Laras Puji Prasetyo, nama lengkap yang dimiliki oleh gadis itu dan nama panggilannya bisa dilihat pada hoodie sablonan yang dikenakan oleh gadis tersebut, Shania, kata itu terbaca jelas di bagian kiri d**a depan hoodienya.
Sudah hampir satu jam dia melakukan aktivitas yang sama, berjalan tanpa beristirahat sekalipun. Malam yang hanya di sertai oleh bulan yang tertutup awan dan lampu jalanan yang minim penerangan tidak menjadikan gadis itu takut akan adanya kehadiran makhluk mistis.
Gadis itu hanya mewanti-wanti jika ada orang jahat yang tiba-tiba saja mendatanginya lebih-lebih jika orang itu membawa serta s*****a tajam. Shania sangat tahu kalau malam hari itu merupakan waktu yang selalu digunakan oleh pelaku kejahatan mana pun, membayangkannya membuat Shania merasa takut. Namun Shania berusaha melawan ketakutannya itu demi untuk menghindari sesuatu hal yang tidak ia inginkan. Sesuatu hal yang tidak ia inginkan itu juga menjadi dasar mengapa ia bisa berada di situasi seperti sekarang ini.
Kabur. Itu kata sederhana yang pas untuk mendefinisikan aktivitas yang sedang Shania lakukan. Gadis yang sekarang sudah menginjaki usia 20 tahun itu terpaksa kabur karena hendak menghindari perjodohannya yang terhitung 2 hari lagi akan dilangsungkan.
Diusianya yang masih bisa dibilang muda ini akan dijodohkan oleh ayahnya dengan seorang pengusaha yang sudah punya anak satu, siapa yang mau coba. Shania lebih memilih menjadi anak durhaka dengan cara tidak menuruti mau orang tuanya daripada harus dijodohkan dengan seseorang yang bahkan dirinya sendiri tidak pernah melihat bentuk rupa orang tersebut bagaimana. Shania berpikir bahwa masa mudanya itu haruslah dipenuhi dengan warna-warni kebahagiaan dengan teman-teman sebayanya dan orang yang ia cintai bukannya mengurusi anak seseorang yang bukan berasal darah dagingnya, merugi sekali kalau sampai hal itu terjadi.
Shania juga bingung, padahal ayahnya itu selalu menyayanginya dan memanjakannya karena dirinya itu satu-satunya perempuan yang ada di dalam keluarganya, tapi kenapa dengan rela ayah mempercayakan dirinya pada seorang duda yang pastinya sudah tua karena sudah memiliki anak. Juga pada kakak laki-lakinya, kenapa dia tidak membantu dirinya untuk membujuk ayahnya agar mau membatalkan perjodohan itu. Padahal sebelum-sebelumnya kakaknya itu adalah kakak yang sangat baik, selalu menuruti apa maunya dan tidak suka apabila melihat adik tersayangnya ini menangis. Shania bingung, sangat bingung. Sampai-sampai kebingungannya itu membuat dirinya berani mengambil keputusan sendiri yaitu kabur dari rumah tanpa sepengetahuan siapa pun.
Bulir-bulir keringat turun dari pelipis matanya, langkah kaki Shania juga semakin lambat. Ia lelah, oleh sebab itu Shania memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya sebentar. Shania sekarang berjalan menepi menuju bangku yang berada sedikit lebih dalam di trotoar.
Setelah menyandarkan kopernya di sampingnya, Shania berlanjut menduduki bangku itu. Sembari mengelap keringat yang turun menggunakan tisu yang ia ambil dari tas selempangnya, Shania berkata.
"Huh ... Capek banget sih. Tau gini gua usahain tadi ngambil diam-diam kunci mobil gua yang papa sita,” keluh Shania.
Pada dasarnya, Shania itu adalah gadis yang manja. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya untuk membuat tubuhnya merasa sangat lelah. Pekerjaan rumah apa pun selalu diselesaikan oleh para pelayan-pelayannya yang bertebaran di rumah bahkan dalam hal mengenakan pakaian sering juga dibantu oleh para pelayan-pelayannya. Jadi, wajar-wajar saja kalau Shania tidak terbiasa dengan rasa lelah yang hinggap di tubuhnya.
Tubuh Shania turun menunduk untuk memijit kaki-kakinya yang terasa pegal. Untung saja dia tadi tidak memakai celana Jeans ketat melainkan hanya memakai celana tidur yang panjang dan tebal jadi kakinya itu tidak akan tersiksa parah oleh rasa sakit.
Di pertengahan melakukan kegiatan memijitnya dan masih dalam posisi yang menunduk, tiba-tiba saja ada sepasang kaki yang berhenti tepat di hadapannya. Shania perlahan memperbaiki posisi duduknya, hendak melihat siapakah pemilik sepasang kaki yang dibalut oleh sepatu kulit yang sedikit dekil itu.
Mata Shania seketika membola lebar, bahkan tanpa sadar mulutnya ikutan mangap. Shania tidak menduga kalau apa yang ia khawatirkan sedari tadi benaran akan muncul.
Di hadapannya sekarang ini, berdiri seorang pria yang berbadan besar, berpakaian yang sengaja dibuat robek di setiap sudutnya dan juga orang tersebut memiliki wajah yang lumayan menyeramkan. Melihat wajah ketakutan Shania, pria yang ternyata juga bertindik di telinganya itu langsung mengeluarkan smrik jahat yang semakin menambah rasa ketakutan pada Shania.
"Ma-mau a-pa?" Mulut Shania yang bergetar menghasilkan suara yang terbata-bata.
Pria itu tidak menjawab, matanya melirik Shania dari atas sampai bawah, berakhir dengan senyuman yang sangat Shania ketahui apa maksudnya.
Shania bangkit dari duduknya. "Pergi gak Lo?!" Kata Shania yang memberanikan diri untuk membentak, ia tidak terima kalau tubuhnya dijadikan khayalan liar oleh pria tersebut. Shania tidak habis pikir, bisa-bisanya pria itu tergoda dengannya padahal sekarang lekuk tubuhnya benar-benar tertutup oleh kain tebal.
Saat pria itu hendak menangkap tubuhnya, Shania berancang-ancang untuk lari. Namun amat disayangkan, gerakannya kalah gesit dari pria itu.
"Mau kabur ke mana kamu manis," ucap pria itu dengan tangan yang sudah mengunci tubuh Shania.
"Lepasin, lepasin gak. Gua bilang lepasin!"
"Tidak semudah itu, Lo punya tugas yang perlu diselesaikan dulu dengan gua. Setelah itu baru gua mau lepasin Lo. Asalkan mau menurut, tidak akan ada cedera di tubuh Lo, kata pria itu yang membuat bulu kuduk Shania seketika berdiri.
"Tolong! Tolong!" teriak Shania.
"Percuma saja, gak akan ada yang dengerin teriakkan Lo. Lebih baik pergunain teriakkan Lo itu untuk pada saat kita berdua bersenang-senang nanti,” katanya dengan senyum kemenangan.
Shania lupa kalau sekarang ini sudah lewat tengah malam, jarang ada yang berlalu lintas di sekitarnya. Tubuh Shania mulai diseret oleh pria itu. Shania masih mencoba melepaskan diri, ia lalu menginjak kaki pria itu kuat-kuat. Alhasil, ia pun bisa bebas. Berlanjut Shania lari tunggang-langgang. Tidak terlalu peduli dengan arah yang ia tuju, terpenting ia bisa menjauh.
Ia lari ke tengah-tengah jalan raya, berharap akan ada kendaraan yang lewat dan membantunya. Salah satu tali sepatu yang ia gunakan ternyata terlepas, mengakibatkan dirinya terjerembap di atas aspal jalanan. Tidak punya waktu, Shania langsung membuka sepatu yang talinya terlepas itu kemudian berusaha untuk bangkit berdiri walaupun ada rasa sakit di telapak tangan juga lututnya.
Dari kejauhan Shania melihat ada sebuah mobil. Shania menghentikan langkahnya, bersiap-siap untuk menghentikan mobil tersebut meski tahu kalau pria tadi masih mengejarnya. Ia melambai-lambaikan satu tangannya untuk memberi kode agar mobil tersebut mau berhenti sedangkan tangannya yang satu memegang sepatu yang dilepasnya tadi.
"Tolong! Berhenti!" teriak Shania.
Tenaga Shania seketika terasa meluruh ketika mobil itu langsung melewati dirinya. Karena sedikit merasa kesal, Shania langsung melemparkan sepatunya tadi ke arah mobil tersebut. Kena. Sepatu Shania mengenai kaca bagian belakang mobil tersebut dan berakhir menyangkut di kabin bagian belakangnya.
Shania tidak peduli lagi. Ia sekarang mencoba untuk berlari kembali, namun sialnya ternyata pria tadi sudah berhasil mengejarnya. Tangan Shania tercekal, ia sudah tidak bisa menghindari lagi.
"Mau lari ke mana lagi, hah!"
"Gak. Lepasin gua, lepas ...."
"Jangan harap!" Pria itu langsung mengangkat tubuh Shania. Ia membawa Shania seperti tengah membawa sekarung beras.
Shania kini tidak bisa lagi menahan air matanya, mereka semua turun tanpa bisa dikendalikan. Shania takut, tidak tahu lagi harus berbuat apa. Bayang-bayangan buruk tentang apa yang akan pria jahat itu lakukan padanya nanti sudah bisa di terka oleh pikiran Shania. Ia tidak ingin hal itu sampai terjadi.
"Tolong! Tolong!" Gadis itu masih mencoba berteriak sembari kedua tangannya memukul-mukul punggung besar milik pria itu.