Secangkir_Kopi

1015 Kata
Laura Charlotte adalah gadis keturunan Indonesia dan Jerman diusianya yang masih tergolong sangat muda harus bekerja keras untuk hidup seperti sekarang. Laura bahkan tidak pernah menikmati masa muda seperti layaknya pemuda di kota itu. Semenjak sepeninggalan ayahnya karena dibunuh oleh komplotan mafia, ia kakak, dan juga ibunya tinggal bersama disebuah rumah kecil itu pun hanya menyewa. Hingga Viona kakaknya setelah menikah membawa Laura ke rumah suaminya sampai saat ini. Meskipun begitu Laura harus membantu kakak iparnya untuk terus bekerja mencari uang. Kini gadis berambut hitam dan ikal panjang itu berjalan tergesa-gesa memasuki kantor BERLION yang merupakan perusahaan kimia. Dengan sesekali melirik arloji yang melingkar di tangan kanannya, Laura terus saja berlari kecil menuju ruangan kepala staf. "Kalian harus mematuhi semua peraturan di kantor ini, kerana itu sangat penting untuk karier ke depannya." Seorang wanita berambut cokelat memberi instruksi pada enam karyawan perempuan dan laki-laki di hadapannya. Laura membuka pintu ruangan itu dengan panik kemudian berdiri di posisi paling ujung di antara enam orang yang memiliki tinggi menjulang itu. Tatapan kepala staf seketika menyorot tajam ke arahnya mengintimidasi. Hari ini adalah hari paling penting, karena bos pemilik perusahaan ini akan datang. Oleh sebab itu mereka semua diperintahkan untuk datang lebih awal. Dengan tatapan sengit kepala staf bernama Michelle tu mendekat sedangkan Laura menunduk, tahu pasti akan kena marah berikutnya. Sedangkan dari enam anggota karyawan tiga di antaranya menyeringai senang karena mereka tidak menyukai gadis itu. Michelle mendekati Laura yang menunduk takut, kemudian meraih kalung Id card. "Laura Charlotte," ucapnya. Kemudian menatap wajah Laura, gadis itu memang berbeda dari yang lain. Tidak hanya usianya yang masih muda akan tetapi ia juga memiliki tubuh kecil dan ramping karena ia mewarisi gen ibunya. Laura semakin menunduk. Bagaimana jika hari ini ia dipecat? Bagaimana kalau gajinya dipotong? Ia gugup memikirkan ini semua, andai saja dia tidak ceroboh dan tidak bangun kesiangan pasti tidak akan dihadapkan dengan seperti ini. "Aku harap kau tidak melakukan kesalahan seperti ini lagi. Dan tentang peraturan kau harus bertanya pada mereka semua." Dagu Michelle menunjuk ke arah karyawan yang menunduk detik berikutnya berlalu pergi. Seketika Laura membuang napas lega seperti setelah melepas batu besar yang mengganjal dadanya. Saat melirik ke sampingnya ada tiga pasang mata menatap tidak suka ke arahnya. Akan tetapi dengan kepolosannya justru membalas dengan tersenyum. *** "Maafkan saya, Bos, karena saya terlambat menjemput, Anda harus menaiki sebuah bus," ucap Maikel yang merupakan sekertaris Alaric. Terus saja mengimbangi jalan bosnya begitu cepat menuju ruangannya. Sedangkan para karyawan diperintahkan untuk menyambut dengan cara berdiri di samping pintu masuk. Ada banyak karyawan yang berjejer di sana mengucapkan selamat datang karena ini adalah hari pertama Alaric akan mengurus perusahaan ini setelah kedatangannya dari Amerika. Alaric terus saja berjalan tanpa ingin membalas sapaan mereka. Hingga matanya sampai pada seorang karyawan yang menunduk dengan hormat berdiri di paling ujung. "Kau?" Laura menaikkan pandangannya menatap sumber suara. Dadanya seketika berdentum ternyata lelaki di hadapannya adalah orang yang baru saja ia tabrak. Sungguh memalukan. . Hingga sebuah senggolan dari temannya dari samping mengagetkannya. "Beri ucapan selamat datang, dia bos kita," bisiknya di dekat telinga Laura. Bos? Jadi--pria yang baru saja berada di dalam satu bus dengannya adalah bosnya. Laura menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum terpaksa menunjukkan deretan giginya yang putih dan bersih. "Selamat pagi, Tuan," ucapanaya. "Kau memiliki urusan denganku." Setelah berucap Alaric berlalu pergi ke ruangannya diikuti sekertaris Maikel. Seketika wajah Laura tegang bahkan butuh beberapa menit untuk mencerna perkataan Alaric. Bahkan pada saat di kursi kerjanya ia tidak berkonsentrasi hanya menatap komputer dengan tatapan kosong. Ia memikirkan pasti akan tamat riwayatnya setelah ini. "Lau, Tuan Alaric meminta kau membuatkan secangkir kopi," ucap Aline--teman seprofesinya sebagai seorang Admin gudang. "Kenapa harus aku? Memang ke mana semua office boy di kantor ini?" Laura merasa ada yang tidak beres di sini. "Sudahlah ... tidak perlu banyak protes, lagi pula nyonya Michelle yang memerintahmu," ucap Aline kemudian ia duduk di kursinya yang bersebelahan dengan Laura. Akhirnya dengan berat hati Laura pergi ke pantry, sesekali menghela napas tidak suka jika harus diperintahkan untuk membuat kopi. Ini sama sekali bukan tugasnya. Bahkan Laura tampak menggaruk kepalanya sendiri karena bingung saat dia lupa bertanya jenis kopi yang diinginkannya bosnya itu. Hingga suara ketukan sepasang sepatu wanita membuatnya menoleh. Bianca masuk dengan langkah elegan. Perempuan yang memiliki status sama dengan Laura itu memang tidak menyukainya karena menganggap Laura adalah saingan terberat karena usianya yang masih tergolong muda gadis itu sangat berbakat multitalent. Perempuan itu berjalan menuju dispenser mengisi gelas kosong di tangannya tanpa menoleh ke arah Laura. Setelah gelasnya penuh ia menyeruput sambil berdiri sedangkan matanya menatap ke arah Laura yang tampak bingung. "Apa yang sedang kau lakukan, Laura? Bukankah seharusnya kau bekerja di meja kerjamu?" Laura menoleh memegangi sebuah toples berisikan bubuk kopi. "Aku sedang diperintahkan membuat kopi untuk bos kita." Setelah mendengarkan penjelasan Laura, Ini merupakan sebuah kesempatan bagus. Dari desas-desus kabar ada satu kopi yang sangat tidak disukai oleh Alaric, ini kesempatan untuk menjatuhkan Laura. "Aku tahu kopi yang menjadi favorit Tuan Alaric. Mata Laura berbinar. "Benarkah?" Alice mengangguk. Setelah kemudian berjalan mendekati Laura. "Bos sangat menyukai kopi hitam dengan takaran yang diracik sendiri. Dia tidak suka kopi instan atau kopi yang banyak mengandung bahan-bahan campuran lainnya." Laura mengangguk-angguk mengerti apa yang dikatakan oleh Alice teman satu profesi-nya itu. "Baiklah, terima kasih sudah membantuku." Setelah membungkukkan sedikit kepala Laura meracik kopi. Alice menyeringai setelah kemudian pergi meninggalkan pantry. Laura memasukkan bubuk berwarna hitam kemudian memberinya satu sendok gula. Ia mengikuti cara ibunya dulu membuatkan kopi untuk sang ayah. Hingga kelebatan-kelebatan kejadian 6 tahun yang lalu kembali melintas di kepalanya. Gadis berusia 21 tahun itu segera menggeleng menghilangkan pikiran yang mencoba mengusik ketenangannya. Melanjutkan menuang air panas ke dalam cangkir berwarna putih kemudian membawanya ke ruangan Alaric. Sebelum mengetuk pintu Laura menghela napas dalam-dalam memejamkan mata untuk sesaat kemudian mengetuk pintu. Secara kebetulan sekertaris Alaric bernama Maikel keluar dan secara spontan seketika bertatapan wajah. Maikel langsung mengalihkan pandangannya ketika ponselnya berdering. Sambil menempelkan ponsel ke telinga ia menoleh ke arah Laura. "Bos sudah menunggumu, masuklah," ujarnya kemudian ia pergi menghilang dari pandangan Laura sambil bicara pada seseorang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN