Hanya Butuh Satu Bulan

1576 Kata
"Wan! Apa maksudmu? Kenapa kau malah mengatakan dia hebat? Dia sudah bikin ricuh di sini, Wan!" Nona Wen sangat tidak bahagia, sepupunya malah memuji Ye Xuan.   Tuan Muda Wan terkekeh. "He he... maaf, Kakak Sepupu Wen. Bukan maksudku buruk atau apa, aku hanya tidak menyangka gadis remaja seperti Nona Fei sanggup mengalahkan satpam dan para penjaga kita. Bukankah itu benar-benar sesuatu yang hebat?"   Nona Wen mendengus kesal.   Kemudian, Tuan Muda Wan menoleh ke para penjaga yang masih bergulingan tak jelas di tanah. "Mau sampai kapan kalian bersikap memalukan begitu? Bukankah kalian ini pemegang sabuk hitam?" sindir dia terang-terangan.   Kelima orang penjaga itu pun berusaha bangun meski susah payah. Itu karena selain memukul, Ye Xuan juga menindas titik penting akupunktur mereka sehingga sakitnya berkali-kali lipat. Bahkan ada yang sampai wajahnya merah padam saking sakitnya.   "Ma-maafkan kami, Tuan Muda!" lirih salah satu penjaga sambil berjuang berdiri dengan benar. Perutnya sangat kesakitan bagai ditusuk ribuan jarum.   Ye Xuan tersenyum dan mendekati kelima orang penjaga tersebut, lalu dia segera menotok titik-titik akupunktur kelima orang itu. Para penjaga itu tidak bisa mengelak meski mereka ingin, karena mereka khawatir Ye Xuan akan melakukan sesuatu kembali pada mereka.   Namun, setelah Ye Xuan menyentuh mereka, mereka pun segera bernapas lega. Rasa sakit yang menhujam sel dan saraf mereka berangsur menghilang.   Tuan Muda Wan yang menyaksikan itu makin terkagum-kagum pada Ye Xuan. "Nona Fei, jadi... kau juga bisa seni akupunktur?!" Ia mengenali itu.   Ye Xuan mengangguk mantap. Tatapan kagum Tuan Muda Wan makin bertambah.   "Sepupu Wan!" Nona Wen jadi kesal.   Tuan Muda Wan menoleh ke sepupunya. "Kakak Sepupu Wen, jangan marah dulu. Dia ini Nona Fei, yang kemarin menolong Papa di taman kompleks dekat Restoran Bambu Emas. Kondisi Papa sekarang membaik berkat dia. Dan Nona Fei berjanji akan menyembuhkan penyakit Papa, makanya aku memberikan kartu nama aku padanya."   "Hah? Dia... menolong Paman Yan?" Nona Wen membelalakkan mata tidak percaya. Yang dia tau, pamannya sakit jantung lemah dan masalah pada ginjal. Bagaimana gadis remaja seperti Fei bisa menolong sang paman yang sering keluar masuk rumah sakit?   "Benar, Kakak Wen. Dia menolong Papa waktu Papa pingsan di taman dan memberi Papa minuman ajaib yang melegakan pernapasan Papa." Tuan Muda Wan bersemangat menceritakan secara singkat mengenai perbuatan Ye Xuan pada ayahnya kemarin.   Nona Wen melirik sinis ke Ye Xuan. Ada rasa tidak percaya dan tak terima di mata dia.   "Oh ya, Nona Fei," lanjut Tuan Muda Wan. "kenapa kau tidak menelpon aku? Aku bisa menjemputmu. Kenapa kau malah kemari? Apa kau naik taksi? Aku akan mengganti biaya taksimu nanti."   Ye Xuan menggeleng. "Aku tidak ingin merepotkan Tuan Wan. Aku ke sini berjalan kaki. Sekalian berjalan-jalan ingin menikmati suasana kota."   Tuan Muda Wan menegang. "Ber...berjalan kaki?!" Ia naikkan kedua alisnya tak percaya. "Tapi ini kan... sekitar 7 kilometer dari rumahmu, ya kan?"   "Oh, seperti yang kukatakan tadi, aku sedang ingin berjalan-jalan sambil menikmati suasana. Jadi, tidak masalah untukku." Ye Xuan tersenyum kecil.   "Huh, bilang saja kau tak punya pulsa untuk menelpon dan tak punya uang untuk bayar taksi," dengus Nona Wen sengit.   "Kakak Wen, jangan berucap begitu. Bagaimana pun, dia sudah membantu Papa." Tuan Muda Wan paham watak arogan kakak sepupunya, makanya dia tidak terlalu kaget dengan ucapan nyinyir Nona Wen. "Nona Fei, ayo masuk. Papa ada di dalam. Dia pasti senang sekali bertemu denganmu."   Ye Xuan membiarkan Tuan Muda Wan membimbing langkahnya menuju ke mansion diiringi tatapan sinis Nona Wen dan tatapan tak berdaya para satpam dan penjaga. Kedua satpam yang kini sudah 'disembuhkan' Ye Xuan sebelum dia masuk ke mansion, bertanya-tanya apakah Ye Xuan akan melaporkan pada Tuan Besar Yan mengenai sikap kasar mereka ke Ye Xuan? Entah apa nasib mereka jika Tuan Besar Yan mengetahui perlakuan mereka ke Ye Xuan.   Di mansion, di sebuah ruang luas yang sepertinya ruang keluarga, duduk lelaki paruh baya sedang menonton film dari televisi OLED ukuran 88 inci. Suara film-nya menggelegar karena itu merupakan film action.   "Papa, lihat siapa yang kubawa." Tuan Muda Wan membawa Ye Xuan mendekat ke sofa tempat Tuan Yan duduk.   Tuan Besar Yan segera menoleh dan melihat Ye Xuan di sana. Ia buru-buru mematikan televisi dan tersenyum senang menyambut Ye Xuan, berdiri dan melangkah ke Ye Xuan. "Nona Fei! Kau datang!" Wajahnya sumringah mendapati Ye Xuan muncul di mansionnya.   "Apa kabar, Tuan Yan." Ye Xuan balas tersenyum ke Tuan Besar Yan. "Bagaimana kondisi Anda?"   Tuan Besar Yan karuan saja terbahak senang. "Sangat nyaman. Ha ha ha... kondisiku sangat nyaman sejak minum air ajaib darimu, Nona Fei. Apa namanya kemarin itu?"   "Embun Dewi Pelangi." Ye Xuan menyahut sopan. Ia memiliki prinsip: jika orang lain sopan padanya, maka dia membalas berkali lipat sopan pada orang itu. Dan jika orang lain kejam padanya, maka dia akan membalas berkali lipat kejam pada orang tersebut.   "Ah, ya... ya... Embun Dewi Pelangi." Tuan Besar Yan mengulang nama minuman yang diberikan Ye Xuan kemarin yang sangat membantu melegakan pernapasannya. "Dari namanya saja sudah tercium khasiatnya, ha ha ha... sungguh air ajaib."   "Embun Dewi Pelangi memang bagus untuk melancarkan pernapasan dan peredaran darah. Tapi itu tidak bisa terus menjamin kesehatan Anda, Tuan Yan." Ye Xuan menambahkan. "Oleh karena itu, saya sudah membuat beberapa pil untuk penyakit Anda. Saya harap, dengan pil ini, Anda tidak perlu menderita lagi."   Ye Xuan segera mengeluarkan botol-botol pil dari cincin ruangnya yang dia samarkan di saku jaketnya. Ia tidak ingin orang-orang dunia modern ini mengetahui mengenai cincin ruang dia. Benda seperti cincin ruang pastilah benda yang tidak lazim bagi jaman modern ini.   Tuan Besar Yan dan Tuan Muda Wan menerima sepuluh botol giok kecil dari Ye Xuan yang mengeluarkannya dari jaketnya.   "Sebanyak ini?" tanya Tuan Besar Yan dengan penuh keheranan.   "Tidak banyak. Hanya total berisi seratus Pil Mutiara Hitam saja." Ye Xuan menjawab santai seolah seratus pil itu bukan apa-apa baginya. Tentu saja, dia sudah terbiasa membuat ribuan pil dengan sekali jalan. Namun dengan kondisi tubuh Fei saat ini, kekuatan Ye Xuan sedikit menurun.   "Seratus?" Tuan Muda Wan dan ayahnya kaget. Menurut mereka, itu jumlah yang banyak.   "Ya. Tuan Yan cukup memakan sehari sepuluh pil, terserah kapan saja waktunya, yang penting, dari pagi hingga malam, harus mengonsumsi sepuluh pil itu. Nanti, hari kesebelas, aku akan datang kemari lagi untuk memberikan pil yang sama. Dan aku yakin setelah sebulan mengonsumsi Pil Mutiara Hitam, penyakit Tuan Yan akan sembuh."   "Se-sebulan?" Tuan Besar Yan terperangah tak percaya.   "Bahkan Papa sudah berobat di rumah sakit selama bertahun-tahun dan belum juga sembuh!" timpal Tuan Muda Wan.   "Dia pasti penipu, Paman!" Nona Wen ikut berbicara setelah dari tadi dia diam mengamati. Dengan ini, dia melihat celah untuk menuding Ye Xuan. Bagaimana pun, dia sudah membenci Ye Xuan dari hati paling dalam. Selain dia sudah dipermalukan Ye Xuan, dia juga sebal melihat kecantikan Fei.   Namanya juga perempuan, selalu tak ingin tersaingi kecantikannya. Tak rela ada yang lebih cantik darinya.   "Aku percaya padanya," tandas Tuan Besar Yan sambil tersenyum lembut ke Ye Xuan. "Wen, kalau kau memiliki keluhan kesehatan, minta tolong pada Nona Fei untuk memeriksamu."   "Ceh! Tidak mau! Lebih baik aku mati daripada ditolong dia!" Nona Wen melipat dua lengannya di depan d**a sambil membuang pandangan.   Ye Xuan tidak menggubris sikap sengit Nona Wen dan berkata ke Tuan Besar Yan, "Tuan Yan, karena sudah akan sore, maka aku mohon diri dulu. Tuan bisa memulai meminum pil mulai besok pagi."   "Oh, baiklah. Aku mengucapkan banyak terima kasih. Aku akan menuliskan cek padamu dulu sebelum kau pulang. Wan, ambilkan buku cek Papa." Tuan Besar Yan menyuruh sang anak.   "Cek?" Ye Xuan kernyitkan keningnya. Ia lekas bertanya ke Fei di ruang jiwa. Fei menjelaskan padanya apa itu cek. Setelah tau, ia segera menyahut ke Tuan Besar Yan. "Ah, Tuan Yan, saya tidak butuh cek."   Tuan Besar Yan termangu sejenak dan kemudian ia sadar dan terkekeh. "Oh, ha ha... mungkin kau tidak ingin direpotkan dengan cek. Baiklah, aku akan memberi uang cash saja kalau begitu." Lalu dia menoleh ke Wan yang sudah membawa buku cek sesuai yang diminta sebelumnya. "Wan, ambilkan seratus juta di brankas Papa. Kau tau kodenya, kan?"   Di dalam ruang jiwa, Fei nyaris terbatuk karena tersedak begitu mendengar nominal yang disebutkan Tuan Besar Yan. Ia lekas memberikan penjelasan mengenai nilai mata uang itu pada Ye Xuan.   Sedangkan Nona Wen, dia sudah melolong tidak terima pamannya gampang saja memberikan seratus juta pada orang asing seperti Ye Xuan. Meski pamannya adalah salah satu konglomerat di negeri ini, tetap saja tidak masuk akal membayar Ye Xuan sebanyak seratus juta.   "Wen, jika dibandingkan biaya rumah sakitku selama bertahun-tahun ini, seratus juta tidak ada apa-apanya, bukan?" jawab Tuan Besar Yan ke keponakannya. Nona Wen seketika bungkam.   Fei meminta agar Ye Xuan tidak perlu menerima uang yang sangat banyak tersebut, namun Ye Xuan berpikir lain. Ia mengangguk ke Tuan Besar Yan yang menyerahkan seratus juta rupiah tanpa berkedip ke Ye Xuan bagai itu hal remeh saja bagi sang konglomerat.   "Ini adalah rasa terima kasihku atas minuman ajaib Embun Dewi Pelangi dan juga pil-pil hebatmu." Tuan Besar Yan menyerahkan amplop kertas coklat besar ke Ye Xuan yang berisi seratus juta rupiah.   "Tapi... Tuan Yan belum melihat hasilnya sebulan nanti." Ye Xuan berkilah seolah keberatan, namun sebenarnya dia sangat menerima uang itu.   Tuan Besar Yan menggeleng pelan. "Aku percaya padamu, Nona Fei. Ah, Wan, antarkan Nona Fei pulang."   "Tidak perlu, Tuan Yan. Aku bisa pulang sendiri." Ye Xuan menolak.   "Nona Fei, kau membawa banyak uang di situ." Tuan Muda Wan menuding ke amplop coklat besar di dekapan Ye Xuan. "Sungguh tidak aman jika kau pulang sendiri."   Tuan Besar Yan membenarkan ucapan anaknya dan memaksa Ye Xuan untuk diantar pulang sang anak. Ye Xuan tertawa geli dalam hati. Memangnya siapa yang akan berani berbuat macam-macam padanya nanti seandainya dia pulang sendiri? Namun dia akhirnya mengangguk setuju saja daripada menimbulkan kecurigaan mereka.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN