Alasan

1153 Kata
Suasana hampir subuh. Namun semangat Arion memuncak karena ia terseret kembali pada titik kenangan masa lalunya. Tidak ada angin, tidak ada badai, tubuhnya bergetar, seakan terjadi hujan jarum es yang mampu melumpuhkan sistem sarafnya. Nama itu membuatnya lupa akan tujuan utamanya datang ke diskotik yang sudah hampir tutup tersebut. "Alexa, tidak mungkin. Apakah benar?" tuturnya dengan mata yang terus mencari di mana sumber suara dan siapa yang berada diantara panggilan itu. Lehernya memanjang, matanya terus berkeliaran. Tapi sayang, ia tidak menemukannya. "Apakah ini mimpi lagi? Halusinasi lagi? Sepertinya aku harus ke dokter besok siang." Arion menunduk sembari menghela napas panjang dan berjalan ke arah pintu masuk yang merupakan gerbang utama. Pada saat yang bersamaan, motor Mia bergerak perlahan di belakang Arion seraya menggoncang Alexa yang tengah memasang helm putih di atas kepalanya. Pertemuan pertama yang gagal, Arion berusaha melupakan pendengarannya dan melangkahkan kaki ke arah yang berbeda dengan Alexa. Setibanya di dalam ruangan, Arion menyapa pemilik diskotik dan meminta izin untuk membawa kedua orang sepupunya. Saat itu, beberapa orang ikut membantu mengangkat kedua orang tersebut ke dalam mobil mewah milik Arion. Tidak ingin membuang banyak waktu, ia pun melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. *** "Arion," sapa sang mama yang tampak lelah, sepertinya ia memang sengaja menahan matanya untuk menunggu kepulangan putra semata wayangnya yang hingga sampai detik ini masih saja sendiri. "Ma, kenapa tidak tidur? Nanti Mama sakit lagi." Arion memegang tangan mamanya dengan lembut sambil membawanya ke arah kamar. Setibanya di dalam kamar, ternyata beliau hanya sendiri, sedangkan papanya mungkin tengah bersenang-senang di luaran sana dengan apa pun yang dapat membuatnya bahagia. "Mama menunggumu, Arion." "Ada apa, Ma? Seharusnya, sepenting apa pun itu, Mama harus tetap beristirahat dan mengatakannya besok siang." "Mama tahu kamu akan pulang pukul segini dan akan pergi lagi besok, pagi-pagi sekali. Apa Mama salah?" "Maaf soal itu, Ma." Arion menunduk dan menyesal, tapi ia memang melakukan semua itu untuk membahagiakan dirinya. "Kamu dan papamu sepertinya sudah sangat bosan dengan Mama." "Mama ngomong apa sih, Ma?" "Jangan berbohong! Mama tidak bodoh, Arion. Mama ini sangat takut dengan malam dan tidur karena bisa saja Mama mati sendiri, tanpa ada yang mengetahuinya." "Mama jangan ngomong gitu dong! Arion nggak suka, Ma." "Tapi itu memang benar." "Mama." "Arion, kapan kamu akan menikah, Nak? Mama sangat kesepian. Rumah ini terlalu besar untuk Mama yang seorang diri ini, Sayang." "A-Arion tidak tahu, Ma." "Apa yang salah, Sayang? Semuanya sudah cukup, bukan? Pekerjaan, uang, usia, lalu apa yang kurang?" Arion terdiam, ia mengunci mulutnya rapat-rapat. Mamanya sama sekali tidak salah dalam berpikir dan berpendapat. Dia lah yang salah dan mungkin kelainan. Entahlah, bahkan Arion sendiri tidak mengerti. "Jangan diam saja, Arion!" Mama tampak cukup emosional kali ini, bahkan beliau membentak cukup keras. "Begini saja, besok siang kamu harus ngantar dan ikut Mama ke arisan besar ibu-ibu elit. Biasanya, mereka juga membawa putri mereka yang cantik. Jadi kamu bisa memilih wanita mana yang kamu sukai, Arion." Nyonya Milea mulai berpikir untuk menjodohkan putranya sehingga membuatnya terpaksa jujur soal keadaan jiwa dan raganya. "Arion ini seperti terkena kutukan, Ma," jawabnya sambil terduduk lemas di atas tempat tidur mamanya yang sangat empuk. "Kutukan? Apa maksudmu, Sayang?" "Mama ingat Alexa?" "Gadis cantik tiga tahun yang lalu? Dia sangat pandai memasak dan meramu jus untuk Mama. Apa Mama salah?" Mama langsung menyebutkan nama itu karena seumur hidup putranya, hanya Alexa lah satu-satunya wanita yang pernah menginjakkan kaki di rumah megah ini. "Tidak, Ma. Mama benar sekali." "Dia anaknya Pak Dermawan, 'kan?" "Iya, Ma." "Dia gadis yang baik, lalu apa masalahnya? Tapi kalau dingat-ingat, sudah lama sekali Alexa tidak mengunjungi Mama, tepatnya setelah papanya meninggal dunia dalam kecelakaan." "Mama benar, "Jika memang kamu menyukainya, Mama akan segera menemui mamanya untuk meminta Alexa menikah denganmu. Dia tidak akan menolak," kata nyonya Milea penuh percaya diri seakan semua isi dunia ini bisa ia beli dengan harta dan tahta miliknya. "Tapi masalahnya, Ma. Hingga detik ini, Arion sendiri pun tidak pernah bertemu dengan Alexa." "Mama juga pernah dengar kabar itu, katanya mereka seperti lenyap, hilang di telan bumi. Padahal hubungan Mama dan mamanya Alexa cukup bagus, tepatnya semenjak Alexa ikut merawat Mama ketika sakit di Rumah Sakit Kota waktu itu." "Iya, Ma." "Arion, kamu sudah mencarinya, 'kan? Lalu bagaimana?" "Sudah, Ma. Tapi belum ada hasilnya." "Seharusnya, jika kamu tidak bisa mencari Alexa, kamu bisa menyewa jasa detektif atau apa pun untuk menemukannya. Jangan hanya berpangku tangan! Kalau memang dia adalah satu-satunya gadis impianmu." "Terus terang saja, Ma. Arion tidak terpikirkan tentang hal itu. Otak Arion rasanya sudah terkuras habis untuk bisnis ini. Hanya saja ... ." Arion menahan ucapannya karena ia tidak tahu, apakah harus jujur tentang semua keadaannya atau tidak. "Katakan kepada Mama, Arion! Kamu terlalu lama menyimpan segalanya sendirian. Mama akan membantumu, Sayang. Mama juga sudah sangat ingin menjadi oma, seperti teman-teman yang lainnya." "Jika Mama punya menantu dan cucu, Mama pasti tidak lagi kesepian. Mengertilah, Arion! Pokoknya besok kamu harus tetap ikut Mama! Semua akan terus berjalan, termasuk pencarian Alexa." "Percuma Mama menjodohkan Arion dengan wanita mana pun. Arion sudah mencobanya, Ma. Tapi hasilnya, selalu kosong. Makanya Arion bilang, seperti terkena kutukan." Arion terus menjawab pertanyaan dan ucapan dari mamanya karena sebenarnya ia cukup tertekan dengan keadaan beliau. Sedangkan bagi mamanya, ini pertama kalinya Arion banyak bicara dan bersedia berbagi hal pribadi kepada dirinya. "Apa kamu tidak bisa merasakan rona-rona cinta?" "Iya, Ma. Arion tidak bisa." "Lalu bagaimana dengan gairah dan keinginan?" Kemudian Arion menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa yang salah?" "Jika Arion mencoba menyentuh wanita sambil menatap matanya, Arion langsung kehilangan semua energi dan keinginan untuk bercinta. Jika ingin, minimal Arion harus dalam keadaan setengah mabuk." "Bagaimana mungkin seperti itu?" "Arion pernah konsultasi ke dokter dan psikiater. Mereka bilang semua itu karena Arion insomnia dan jiwa Arion trauma pada masa lalu." "Apa yang sudah ia lakukan kepadamu?" tanya nyonya Milea dengan ekspresi wajah yang sangat marah karena merasakan bahwa putra kesayangannya sangat tersiksa. "Bukan Alexa yang salah, Ma. Tapi Arion." Mama menatap Arion dalam-dalam sambil mengunci mulutnya. "Arion sudah mencuri keperawanan Alexa hanya untuk bersenang-senang dan memenangkan sebuah taruhan." "Apa? Itu sangat menyakitkan dan tidak manusiawi, Arion." "Malam itu, tanpa sengaja Alexa mendengarkan ucapan kemenangan Arion atas dirinya, saat Arion dan teman-teman merayakan kemenangan geng kami karena berhasil mendapatkan Alexa," beber Arion yang ingin sekali mamanya memahami situasinya. "Waktu itu, Arion bertaruh dengan gangnya Tara. Lalu Alexa menemui Arion dan mengatakan bahwa dia sangat mencintai Arion dan tidak menyesal dengan semua yang telah terjadi. Hanya saja, saat ini, rasa bencinya juga sangat besar." "Kemudian keesokan harinya, papa Alexa kehilangan nyawanya, Ma. Sejak saat itu, Arion tidak lagi pernah melihat Alexa." "Namun perasaan cinta Arion kepadanya terus tumbuh dan bertambah. Rasa ini tidak lagi antara hewan buas dan mangsa buruannya," jelas Arion yang akhirnya membungkam mulut mamanya. "Jadi hingga sekarang, jika Arion menatap mata seorang wanita, maka wajah Alexa lah yang tertangkap hingga melunturkan segala keinginan Arion, Ma." Arion mengulangi perkataannya. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN