Usaha Mama

1170 Kata
Pukul 07.30 WIB, tidak seperti biasanya. Pagi ini, matahari lebih terasa dari pada hari-hari sebelumnya. Tuan Arion menutup kedua mata dengan tangan kanan yang ia angkat untuk membentengi sinar mentari yang berniat untuk menyilaukan dan membangunkan nya. "Jika saya masih ingin terlelap, maka saat dunia hancur pun saya akan tetap terlelap," ucap Tuan Arion menantang sinar terang dengan hati yang kesal. Tuan Arion masih mengantuk, apalagi ia baru terpejam sekitar 2 jam yang lalu. Sepertinya hari ini akan sangat terang, mengingat waktu masih muda, tapi sinarnya terasa hingga mampu mengeringkan cucian pakaian kurang dari 60 menit. "Menyebalkan," kata Tuan Arion ketika mendengar suara ketukan yang kuat dan cepat dari arah pintu kamarnya. Dengan langkah malas setengah menggerutu, Tuan Arion membuka pintu kamar. Saat itu, ia sangat terkejut karena melihat Mama yang tadi subuh tampak begitu lemas dan tidak bersemangat, pagi ini menjadi seseorang yang berbeda. Make up nya sempurna, rambut telah disisir rapi dan di sanggul modern ke belakang, pakaiannya juga modis, apalagi tas yang beliau pegang. Mama seperti muda kembali, tampak sekali energi di dalam sorot matanya. Sulit dipercaya, bahkan Tuan Arion pun berkali-kali mengucek matanya untuk meyakinkan penglihatannya. "Kenapa, Arion? Apa ada yang salah?" Mama bertanya karena mendapatkan reaksi yang aneh dari putranya. Bahkan Tuan Arion seperti tidak mengenal mamanya. "Mama tampak sangat segar dan muda. Ada apa, Ma? Mama mau kemana?" "Ada yang harus Mama lakukan untuk anak Mama. Tapi sebelumnya, kamu harus bersiap-siap karena kamu akan ikut Mama siang ini ke arisan itu. Tidak pakai menolak!" titah Mama yang masih bingung melanjutkan rencana A. "Tapi, Ma. Arion kan sudah bilang kalau Arion nggak mau perempuan lain, Ma. Percuma," tegas Tuan Arion sambil mesang tampang frustasi. "Begini ya, Arion. Kali ini, kamu harus mengikuti semua perkataan Mama! Yang pertama, siang ini kamu mesti ikut ke tempat arisan dan bertemu sambil berkenalan dengan putri teman-teman Mama. Tapi, jika memang kamu tidak suka, kamu boleh menolak mereka semua karena yang terpenting bagi Mama adalah kebahagiaan kamu, Arion." "Mama." "Jangan menolak Mama ya, Sayang! Kasihanilah wanita tua renta yang tidak punya apa-apa ini, kecuali harapan." "Mama ngomong apa sih, Ma? Arion nggak suka." "Tapi Mama benar, kan?" Arion mengunci mulutnya agar tidak terjadi perdebatan selanjutnya antara dirinya dan Mama. Semua ini karena Mama memang berasal dari golongan masyarakat menengah ke bawah sebelum menikah dengan papanya. "Semua milik Arion adalah punya Mama." "Begitu juga Mama, semua masalah kamu adalah masalah Mama." Tuan Arion menatap Mama dalam-dalam. Tampaknya dari bahasa tersebut, Tuan Arion dapat memahami perasaan mamanya. Sekali lagi kalimat Mama yang apik tersebut mampu menggoyahkan hati Tuan Arion dan kembali terngiang di telinganya, "Begitu juga Mama, semua masalah kamu adalah masalah Mama." "Baiklah, Ma," sahut Tuan Arion dengan nada suara yang terdengar lemas. "Jangan malas! Sekarang, Mama mau pergi dulu. Mama mau mengurus soal Alexa." "Mama." "Jangan lupa untuk bersiap-siap, Anak Manja." "Mama ini," sahut Tuan Arion yang tiba-tiba terbayang saat ia masih kanak-kanak karena panggilan itu sering sekali Mama sematkan untuknya. "Maafkan Mama ya, Sayang! Selama ini, Mama hanya sibuk dengn urusan yang tidak penting demi menjaga nama baik papamu. Mama juga lupa untuk menjadi teman sekaligus lawan bicaramu, Mama seperti orang lain bagimu dan mama hanya meratapi setiap perlakuan buruk papamu di saat Mama punya sedikit waktu." Mama berkata sembari memegang kedua pipi Tuan Arion dan menatapnya penuh kasih sayang serta kelembutan. "Mama." Tuan Arion berkata dengan matanya yang mulai basah. "Iya, Sayang. Tapi mulai sekarang, tidak lagi. Kamu adalah prioritas Mama, sama seperti ketika kamu masih kecil. Mama baru bisa mati dengan tenang setelah melihat kamu bahagia dan mendapatkan gadis mu." Tuan Arion merasa seperti terlahir kembali dan ia percaya pada ucapan mamanya. Ia pun berjanji di dalam hati, untuk lebih sering menghabiskan waktu bersama sang mama yang selama ini sudah terlupakan. Awal yang bagus untuk untuk hubungan yang semula sudah membeku. Siapa sangka, cinta dan kebencian Alexa bisa membawa perdamaian dan ketenangan di hati mama dan anak yang sudah lama menghilang. Pelukan hangat terjalin diantara keduanya. Ucapan sayang dan terimakasih terus mengalir. Di dalam hati Tuan Arion dan Mama, mereka sama-sama berjanji untuk merubah cara dan sikap terhadap satu dengan yang lainnya. "Mama pamit dulu ya, Mama tidak ingin telat. Dia adalah pencari orang terbaik yang Mama kenali." "Iya, Ma. Maaf sudah menyusahkan Mama. Seharusnya, Arion sendirilah yang mengurusnya." "Sudahlah. Lagipula detektif yang stau ini adalah teman Mama. Jadi Mama bisa lebih meminta tolong kepadanya, bukan membayar dan memberikan perintah." "Iya, Ma." Tuan Arion mengantarkan mamanya hingga ke pintu utama, lalu ia kembali memberikan kecupan manis di dahi sang Mama. ***** Pukul 14.00 WIB, Mama pulang ke rumah dengan perasaan yang tidak bahagia. Pasalnya, orang yang beliau anggap mampu menyelesaikan masalahnya hanya dalam waktu tiga hari saja, ternyata sudah tiada. Detektif Wangsa telah tutup usia, dua hari yang lalu. Rasa kecewa merajai hati Nyonya Milea Tamara. Namun ia masih menitipkan harapannya kepada putra sulung Detektif Wangsa yang saat ini menggantikan posisi ayahnya. Flashback. "Saya tidak tahu kabar duka ini," kata Nyonya Milea tampak kecewa dan bersedih hati. "Maaf, Nyonya besar. Kami memang tidak menghubungi anda karena terlalu sibuk." "Wajar saja, kalian hanya tinggal dua beradik tanpa seorang Ibu. Jadi semua kalian urus sendiri, saya mengerti itu. Saya tutut berduka cita ya." "Terimakasih, Nyonya. Jika ada yang bisa saya bantu, katakan saja karena saya memiliki firasat dan cara kerja seperti Ayah. Makanya, saya meneruskan bisnis ini karena saya merasa mampu untuk melanjutkannya," jelas Wandi sambil memperlihatkan pencapaiannya bersama sang Ayah semasa beliau masih hidup. "Iya, saya akan mempercayakan sesuatu kepadamu. Ini sangat penting, seperti jiwa bagi saya," kata Nyonya Milea sembari memperlihatkan foto Alexa tiga tahun yang lalu. "Saya butuh semua tentang gadis ini dan saya yakin, dia berada di kota ini. Tapi, entah di bagian mana?" "Saya akan segera mengerjakannya, Nyonya besar." "Baiklah, kalau begitu saya pamit dulu dan ini nomor handphone saya. Terimakasih." "Terimakasih kembali." Back. "Mama," sapa Tuan Arion saat melihat mama terduduk lemas di sofa mewah di ruang tamu seraya menekan-nekan lembut kedua sisi dahinya. "Arion." "Ada apa, Ma?" "Tidak, mama hanya sedang bersedih." "Apa yang sudah terjadi, Ma?" "Detektif yang Mama katakan kepadamu itu, telah tiada beberapa hari yang lalu. Tapi kamu 'tak perlu khawatir! Karena Mama sudah meminta bantuan kepada putranya. Mama yakin, dalam waktu dekat, kita akan mendapatkan informasi tentang Alexa." "Makasih ya, Ma. Mama memang yang terbaik." "Benarkah?" "Tentu saja, Ma." "Kamu terlihat sangat tampan. Wanita mana yang mampu menolah putra Mama yang sangat berwibawa dan gagah ini?" "Heeemh." "Kalau Alexa, Mama yakin sekali. Dia menolak karena cinta yang besar dan dilapisi dengan rasa marah sehingga menjadi benci. Tapi itu kan dulu, Arion. Sekarang, kamu sudah benar-benar mencintai dirinya dan semua orang berhak untuk sebuah kesempatan." Tuan Arion menunduk dan kembali terbayang air mata Alexa. Hatinya sangat sulit untuk percaya, tapi karena keyakinan Mama yang kuat, Tuan Arion sepertinya juga ingin berjuang lebih keras kali ini. Bersambung. Hai, nggak bosan aku nyapa para pembaca ku buat ninggalin komentar, klik love dan follow aku ya. Biar lebih semangat nulisnya. Makasih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN