Jeje tidak tahu bahwa Chandra sudah membuat surat perjanjian dengan Lily yang isinya mengharuskan Lily hidup bersamanya dan mengikuti apapun kemauannya, termasuk dalam urusan ranjang. Chandra memutuskan hal itu dengan mempertimbangkan jika Lily tinggal bersamanya, dia bisa mengawasi Lily dan mencegah gadis itu melaporkan segala sesuatu kepada orang yang memerintahkannya, sekaligus, Chandra berencana menghukum Lily dengan caranya sendiri selama gadis itu 'dipenjara' di rumahnya.
Akan tetapi, Chandra memutuskan untuk tidak memberitahu Jeje mengenai masalah ini. Jeje sering tidak terkontrol, dia bisa saja tidak sengaja membocorkan masalah ini kemana-mana, dan Chandra tidak ingin hal itu terjadi dan membuat segalanya semakin rumit.
"Gimana? Ide gue cemerlang kan?"
Chandra hanya mencebik.
"Daripada lo sama selebgram atau artis yang kemungkinan ember, mendingan lo sama tuh cewek. Siapa namanya? Lily ya? Dia nggak bakalan koar-koar kemana-mana."
"Belum tentu juga dia nggak koar-koar. Lo sendiri bilang dia kayak sasaeng."
"Tapi kayaknya, dia nggak bakalan senekat sasaeng deh, dia cuma pengen deket sama lo aja. Lo sama dia kan dulu deket."
"Hah? Deket? Deket darimana?"
"Nih, anak buah gue bawain foto ini. Ini foto lo jaman dulu kan? Meski agak buram tapi gue bisa liat ini foto lo dan yang di sebelahnya foto Lily."
Chandra mengambil foto yang cetakannya sudah terlihat buram, dan memang di dalam foto itu dirinya dan...Lily? Chandra tidak ingat kalau dia pernah dekat dengan Lily.
"Lo nggak inget dia?"
Chandra menggeleng. "Lagian itu bukan foto gue." Dia mengelak.
"Bukan foto lo gimana? Mukanya aja mirip gini! Gue rasa, Lily masih ingat sama lo. Dia masih menyimpan perasaan masa kecilnya. Cinta monyet yang nggak pernah pudar. Lagian sih lo, kecil-kecil udah diajakin pacaran, PHP lagi, parah!"
"Ck! Gue nggak pacaran sama Lily ya!"
"Sekarang sih nggak ya, nggak tahu entar!"
"Ampas!" Chandra mengumpat pelan.
"Ya emang kenapa sih kalau pacaran sama Lily? Kan nggak apa-apa juga. Dia cukup manis kok, dan kayaknya orangnya nggak macem-macem."
Chandra menghela napas. "Gue nggak bakalan pacaran sama siapa-siapa."
"Oit...kok jadi pesimis gitu."
"Lo tahu sendiri, pernikahan gue itu berdasarkan perhitungan untung rugi nenek gue, jadi, buat apa gue pacaran kalau akhirnya tetep aja gue nikah sama orang yang dipilih nenek gue?"
"Jadi, kalau lo nggak dijodohin, lo bakalan pacaran sama Lily dan bisa aja jadiin dia istri lo?"
"Gue nggak bilang gitu!" Chandra menjawab kesal. "Ya udahlah, susah ngomong sama mahluk berintelejensi rendah kayak lo."
"Biar berintelejensi rendah, tapi cinta gue nggak berkalang tanah."
"Dih apaan tuh...."
"Lo belum tahu ya, ada kemajuan signifikan antara gue sama dedek Ital." Wajah Jeje berubah sumringah.
"Apaan emang?"
"Gue tinggal selangkah lagi ngedapetin Dedek Ital." Jeje berkata dengan kebanggaan maksimal, layaknya atlet yang menang pertandingan Olimpiade dan ada backsound, We Are the Champions-nya Queen.
"Halah, halu."
"Kali ini, gue bakalan jadi suami dari Thalita Adhisty."
"Gimana caranya? Dia kan sebel banget sama lo dan segala kejametan lo?"
Jeje tersenyum penuh arti. "Thanks to the Gouw Family, and GOUW Corp karena udah ngadain pesta ulang tahun perusahaan. Di momen itu, gue berhasil mendapatkan Thalita."
"Lo...ngelakuin hal b***t ke Thalita ya? Dia masih karyawan gue ya, kalau sampai dia kenapa-kenapa, gue laporin lo ke bokap lo biar sekalian dideportasi ke Korea Utara."
"Tolong jaga ya ucapan Anda!"
"Nah terus apa maksudnya ngedapetin Thalita?"
"Ya intinya, gue sama Thalita bakalan nikah."
"Emang dia mau?"
"Buktinya mau!"
"Mencurigakan!"
"Kenapa sih lo nggak percaya bahwa yang namanya cinta sejati itu pasti akan menang. Love win."
"Halah, omong kosong! Paling juga lo make cara laknat buat dapatin Thalita. Antara lo pelet dia, atau, lo hamilin dia sampai dia kepaksa mau nikah sama lo!"
"Eh, kalau ngomong disaring dikit dong, meski ya bener begitu!"
"Jadi bener lo pakai cara laknat?"
"Bukan cara laknat, tapi ini tuh namanya ikhtiar!"
"Ngeles aja lo kayak bemo! Cape gue lama-lama ngadepin lo!" Chandra beranjak dari sofa. "Udahlah, gue cabut aja dulu."
"Cie, mau nemuin Lily ya?" Jeje kembali mengolok Chandra.
"Sekali lagi bahas Lily gue gaplok ya!"
"Haha, salting dia!" Bukannya mereda, Jeje malah semakin semangat meledek.
"Udahlah, Chan, ikuti aja saran gue, Lily cukup lumayan kok dijadiin partner, sampai lo nikah beneran, meski ya, nggak sebohay cewek-cewek yang selama ini gaul sama lo, tapi dia cukup manis di ranjang kan?"
"Tutup mulut lo!" Seketika Chandra kesal saat Jeje menyebutkan Lily dan ranjang, entah untuk alasan apa. Selama ini, dia biasa saja membahas wanita-wanita yang bersamanya dan urusan ranjang, tapi kali ini, dia tidak ingin membicarakan Lily dan apa yang terjadi antara mereka berdua di waktu silam.
"Eh, ngamuk lagi!" Jeje menggaruk kepalanya yang tidak gatal melihat Chandra yang emosional saat membahas tentang Lily dan membuat Jeje merasa, ada yang lain dalam diri Chandra terkait dengan Lily.
"Daripada lo ngamuk, gimana kalau kita clubbing? Ada DJ baru di klub malam gue, seksi abis!"
"Omongan lo katanya setia sama Thalita, tahunya, masih aja kelayapan nyari mangsa!"
"Eh, gue setia sama Ital, gue cuma bilang DJ seksi, emang itu bentuk perselingkuhan?"
"Emang enggak tapi permulaan langkah perselingkuhan."
"Ganteng-ganteng begini, gue nggak akan mengkhianati Dedek Ital yang akan menjadi ibu anak-anak gue."
"Oh, jadi beneran lo pake cara laknat ngehamilin Thalita biar dia nerima lo?"
"Namanya juga usaha...." Jeje menaik-naikkan alis dengan senyum pongah dan membuat Chandra mendecih pelan.
***
Chandra menatap foto yang dia bawa diam-diam dari apartemen Jeje. Jika Jeje tahu, lelaki itu pasti menertawainya habis-habisan dan mengoloknya. Chandra menatap foto itu, ya itu dirinya dan Lily, bertahun-tahun yang lalu dan dia sudah lupa momen kebersamaannya bersama Lily, tapi gadis itu tidak.
Chandra pindah ke Spayol saat berusia empat belas tahun dan dia baru kembali sepuluh tahun kemudian. Selama sepuluh tahun banyak hal terjadi silih berganti dalam hidup Chandra dan dia melupakan Lily begitu saja. Apakah, mereka masih bisa bersama seperti masa kanak-kanak dahulu? Atau, kini Lily mendekatinya untuk sebuah tendensi? Harta, posisi, popularitas atau apapun yang mungkin akan membuat hidupnya lebih mudah dan menyenangkan. Chandra menghela napas, merasakan kesepian menelannya perlahan dan meninggalkan sebuah rasa hampa yang merasuk bersama kesedihan. Chandra paling tidak suka mengingat masa lalu dan bernostalgia, karena dari sana, mimpi buruknya bermula, dan hal yang bisa dia lakukan hanya memakai topeng di mana dia menyembunyikan kelemahannya.
Chandra menimang lembaran foto usang di tangannya, besok, kesepakatannya dengan Lily akan dimulai dan dia tidak tahu apakah dia harus membatalkan rencananya sebab Jeje sudah membuktikan bahwa Lily tidak punya hubungan dengan pihak yang diduga akan melakukan sabotase terhadap perusahaan, ataukah, tetap menjalankan kesepakatannya dengan Lily, sebagai ajang latihan sebelum dia menikahi Hannah Wangsadinata yang dijodohkan dengannya? Chandra tersenyum kecut, merasa bahwa hidupnya tidak lebih dari boneka marionette yang dikendalikan oleh orang lain, meski kebanyakan orang melihatnya sebagai penerus perusahaan besar ternama yang sukses di usia muda dengan wajah tampan, kekayaan melimpah, tapi sebenarnya, itu semua tidak berarti apa-apa.
Dia menghembuskan napas, menatap pada bangunan kos yang nampak kusam, di salah satu bilik kos suram itu, Lily tinggal. Chandra tidak tahu untuk apa dia harus datang ke kos tempat tinggal Lily? Apakah dia berharap kenangan masa kecilnya dengan Lily bisa terulang? Chandra tidak yakin, sepertinya dia dan Lily bertemu kembali hanya karena sebuah kebetulan.