Aulia buru-buru keluar dari ruangannya setelah pekerjaan selesai. Sore itu dia dijemput oleh seorang laki-laki sinting yang mengajaknya berkenalan yang malah mengajaknya untuk jalan-jalan. Siang tadi dia sudah beralasan bahwa punya pekerjaan mendadak. Tapi dengan gilanya laki-laki itu malah menunggunya sampai ia pulang bekerja. Aulia yang memang cukup sibuk dengan pekerjaan sampai di usianya yang sekarang ia masih belum juga menikah—lebih tepatnya dia tidak akan pernah menikah karena tidak ingin kalau nasibnya sama seperti ibunya yang menjadi janda karena alasan tidak saling mencintai lagi dengan ayahnya. Padahal dulu mereka saling mencintai hingga pada akhirnya menikah, tapi malah berpisah dengan alasan sudah tidak cinta. Aulia mungkin tidak bisa menerima alasan itu. Tapi sayangnya memang harus menerima kenyataan bahwa orangtuanya berpisah.
Keluar dari ruangan dengan buru-buru, sosok laki-laki dengan penampilan ala-ala kantoran keren berdiri di depan mobil sambil memainkan kunci mobilnya. Aulia merasa tidak enak karena kedatangan lelaki ini ke tempat kerjanya. “Bisa kan kamu nunggu di luar.”
“Kamu banyak alasan. Aku sudah nungguin kamu sejak tadi siang. Kata satpam di sini, kamu lagi di dalam. Makan siang juga kamu makan di dalam. Apa aku bisa percaya kamu sibuk?”
Satpam? Aulia lupa kalau dia tidak bilang apa-apa pada satpam di sini untuk berbohong dan menghindar dari lelaki yang baru saja dikenalnya semalam ini. Ia pikir bahwa lelaki ini akan berbohong mengajaknya bertemu, sayangnya Aulia yang terlalu bodoh sehingga ada celah bagi lelaki ini untuk membiarkannya masuk ke dalam hidupnya.
Ia menghela napas panjang kemudian menyerah menghindar darinya. “Baiklah aku mengalah.”
“Jalan sekarang?” tawar Rasya yang membuat Aulia menolehkan pandangan ke motornya.
“Aku harus bawa motorku pulang. Jaraknya nggak jauh dari sini, kalau kamu mau. Kamu bisa mengikutiku dari belakang. Kalau tidak, kamu lebih baik pulang. Aku juga harus mandi dulu, badanku bau.” Cuek adalah sifat aslinya karena tidak ingin mengenal cinta yang takutnya nanti malah membuatnya tersakiti.
“Kenapa nggak? Ayo aku ikuti kamu dari belakang. Aku jadi pengawal kamu.”
Ia pikir lelaki ini akan menyerah, Rasya malah menyetujui ajakannya.
Aulia mengambil motornya. Ia bertemu dengan satpam di sana, sedangkan Rasya sudah masuk ke dalam mobil terlebih dahulu. “Pak, orang sinting ini tadi di sini?”
“Iya dia nggak pernah pergi. Sebelum jam makan siang sudah di sini sampai sore begini.”
Gila.
Aulia akan menganggap lelaki ini cukup gila yang mau menunggunya sampai sekarang.
Tiba di kos, Aulia turun dari motornya dan melihat Rasya turun juga dari mobil.
“Kamu tinggal di sini?”
“Iya, aku kos di sini. Kenapa memangnya?”
“Kamu kerja di bank, gaji kamu pasti cukup untuk beli rumah, ya minimal kredit gitu.”
“Nggak, malas mikirin hutang.”
“Oh ya udah, aku belikan. Kamu mau?”
Sinting. Lihat kan baru saja kenal sudah menawarkan Aulia rumah. Aulia tidak pernah kenal dengan lelaki gila yang gilanya melebihi Rasya sekarang. “Aku mandi dulu, aku nggak bisa izinkan kamu masuk, kos aku cuman ada dapur, kamar mandi dan kamar aja. Kamu nggak bisa masuk. Teras secuil ini juga cukup kan?”
Rasya mengangguk. “Nggak masalah.”
Aulia masuk ke dalam kos lalu membawakan Rasya minuman, lelaki itu duduk di luar sendirian. Sedangkan dia harus mandi dan membersihkan diri karena tidak enak jika harus jalan seperti ini, masih dengan setelan kerjanya.
Ia mandi dan berdandan seperlunya saja. Tidak ingin terlalu berlebihan karena tidak enak juga pada Rasya yang sudah menunggu lama.
“Maaf aku lama.”
“Nggak masalah, yang penting kamu tepati janji.”
“Kenapa kamu nggak pulang aja waktu aku tadi nggak bisa temui kamu pas makan siang?”
Rasya berdiri dari tempat duduknya dan mengamati penampilan Aulia. “Aku mana bisa pergi karena sudah janji sama kamu. Keterlaluan banget kalau aku janji terus nggak tepati janji. Apalagi kamu cantik.”
“Jijik.”
“Kenapa? Aku serius kok bilang kamu cantik. Apalagi sekarang rambut kamu nggak dicepol lagi. Makin tambah cantik.”
Aulia tidak menanggapi dan malah memasukkan motornya ke dalam rumah sebelum pergi. “Aku nggak bisa tinggalin motorku di luar. Nanti diambil orang.”
“Diambil orang ya aku beliin.”
“Emang kamu kerja? Kamu kan cuman nungguin aku seharian ini di sini.”
“Kerjaan aku sekarang baru, ya kerjaan aku nungguin kamu. Walaupun aku nggak ke kantor, aku punya uang. Kamu minta mobil juga aku bisa belikan.”
“Aku nggak minat.”
“Kenapa nggak minat? Perempuan biasanya suka dibelikan barang mewah.”
“Ya udah kalau kamu bandingkan aku sama perempuan lain karena nggak mau dibelikan mobil kamu mending sama mereka aja. Aku mau beli apa yang aku hasilkan dari keringatku sendiri. Nggak mau minta-minta.”
Rasya tidak mengajaknya berdebat, ya lelaki ini terlihat cukup dewasa bagi Aulia. Barangkali ada sedikit kesabaran ketika berhadapan. “Jadi nggak nih?”
“Jadi tuan putri, kita mau ke mana?”
“Kamu yang ngajak.”
“Ya udah deh, kita makan malam.”
“Kamu nggak mandi dulu?”
“Sudah dong, tadi sebelum kamu keluar. Aku udah mandi, aku bawa baju ganti tuh. Aku ke hotel samping tempat kamu kerja, aku bayar kamar cuman untuk mandi doang. Biar tuan putri nggak jijik.”
“Boros.”
Rasya tiba-tiba bisa tersenyum karena wanita ini sekarang. Ya Aulia tidak cepol lagi rambutnya sehingga terlihat lebih cantik. Penampilannya juga sederhana, tinggal di kos kecil mungkin tidak masalah bagi Rasya. “Kamu tinggal sendirian di kos?”
“Iya, aku tinggal sendirian.”
Sifat Aulia jutek, tapi dia suka. Menjadi tantangan tersendiri bagi Rasya untuk mengejar wanita ini untuk bisa menjadi miliknya. Ya barangkali opsi terakhir adalah Aulia, dari hidupnya ia bisa melihat wanita ini cukup sederhana, jadi tidak perlu banyak tingkah bukan untuk mendekati Aulia?
“Jadi makan di mana?”
“Aku pengen nasi goreng yang di emperan aja.”
Emperan? Rasya mencoba mencerna kembali kata-kata Aulia. Emperan? Mana pernah dia makan di tempat itu. Bukan karena jijik atau apa pun itu. Bukan juga meragukan kebersihan karena kadang mereka lebih bersih untuk menyajikan makanan. Tapi karena memang Rasya tidak pernah makan di sana. “Kamu jijik pasti?”
“Nggak, siapa bilang?”
Ujian terbesarnya, makan di emperan.
“Kamu mau makan di mana sekarang?”
“Kan aku sudah bilang, kita makan di emperan aja. Aku nggak masalah.”
“Kamu udah dandan cantik gini lho masalahnya. Masa iya mau diajak makan di sana?”
“Nggak masalah, aku sering kok makan di sana.”
Rasya mengajak Aulia jalan-jalan terlebih dahulu dan tiba-tiba hujan jatuh dengan derasnya. “Hujan, kita nggak bisa makan di sana.”
“Ada kok tempat yang bagus.”
“Aku cari yang lain aja. Kena cipratan air nanti, besok kamu kerja soalnya.”
“Hmm, iya udah deh.”
Rasya mengajak Aulia ke salah satu restoran yang cukup dia kenal mewah. Hujan masih turun namun tempat parkir di sana cukup aman dan ada atap, jadi ia tidak khawatir mengajak Aulia ke sana.
Turun dari mobil Rasya mengajak Aulia masuk dan memesankan makanan.
“Kamu diet nggak?”
“Dikit.”
Rasya tahu makanan yang baik untuk orang diet, ia memesankan makanan yang rendah lemak.
“Kamu udah lama kerja di sana?” Rasya membuka percakapan sembari menunggu makanan datang.
“Ya lama sih, begitu lulus kuliah terus ada lowongan. Aku langsung masuk di sana. Sampai sekarang di sana.”
“Nggak ada pengalaman lain berarti?”
“Ada kok.”
“Apa?”
“Aku pernah kerja jadi sales kartu perdana dulu selama kuliah. Aku kan kuliah sore, jadi pagi itu kerja.”
“Heh? Kamu sambilan?”
“Iya, aku juga lama kok di sana. Cuman pas mau dipindah ke pusat gitu, aku diangkat jadi pegawai tetap, tapi risiko aku jadi pegawai tetap ya mau nggak mau ninggalin kuliah aku. Mana mungkin aku mau, dan untungnya kuliah bentar lagi kelar. Aku lanjut, terus pas udah lulus jeda dua bulan gitu baru di bank ada lowongan.”
“Kamu keren lho. Aku aja nggak bisa kuliah sambil kerja.”
“Ya kamu sama aku kan beda. Aku berusaha sendiri.”
Rasya tidak mau menyinggung orangtua, siapa tahu Aulia punya masalah atau mungkin orangtuanya tidak ada. Jadi Rasya memilih menggali informasi pribadi tentang Aulia saja.
“Ya nanti kan kalau sama aku bisa lebih mudah.”
“Mudah gimana?”
“Kamu mau apa aja aku kasih.”
“Tapi aku punya gaji sendiri, aku bisa beli motor sendiri tuh. Kos juga.”
“Bukan gitu, semisal kita berjodoh, kamu nggak usah kerja. Kamu di rumah aja. Aku pasti senang kamu di rumah aja.”
“Kita baru kenal sehari aja kamu udah bahas jodoh.”
“Bilang aamiin, bukan malah ngomel!” Rasya protes karena Aulia seolah tidak mau bersama dengannya. Walau baru kenal, tapi cueknya Aulia cukup menantang Rasya untuk bisa memiliki wanita ini.