Hy, yuk di tap love dulu ya. Biar ceritanya cepat update juga.
“Ini apa, Bianca?”
Wajah wanita itu terlihat sangat marah ketika Rasya menemukan sesuatu yang ada di kamar mereka berdua. “Ini apa? Kenapa kamu nggak jawab?”
Bianca merebut sebuah obat yang dipegang oleh Rasya. “Sekali lagi aku tanya, ini apa?”
“Kamu nggak usah tahu.”
“Kamu bilang sayang kan sama aku. Tapi kenapa ini ada di sini?”
Rasya geram saat menemukan sebuah obat yang dia sendiri tahu bahwa itu obat untuk menggugurkan kandungan. “Kamu nggak mau cerita sama aku?”
“Sya, please dengerin dulu.”
“Kamu tahu kita sama-sama menikmatinya, kan. Kamu tahu juga aku nggak mungkin lari dari tanggung jawab itu. Kamu malah bunuh dia?”
Bianca menggeleng cepat ketika Rasya sendiri menemukan obat yang sudah diminum oleh Bianca. “Asal kamu tahu, Bianca. Aku nggak pernah lari dari tanggung jawabku. Meskipun kamu hamil, aku tanggung jawab. Kamu pikir aku cuman nikmati kamu gitu? Nggak sama sekali. Aku bisa serius.”
“Kamu bilang nggak bakalan pernah ada pernikahan, aku pikir kamu juga nggak bakalan mau tanggung jawab, Sya.”
“Setidaknya kamu jujur, kalau memang kamu pernah hamil, kamu harus ngomong. Aku bisa pikirkan itu. Sekarang Faraz pun entah ke mana dan masih benci sama aku.”
“Kalaupun aku jujur, pasti kamu nggak bakalan mau kan tanggung jawab.”
Rasya dibuat gila oleh ucapan Bianca, mengenai tanggungjawab sudah jelas Rasya akan tanggung jawab pada darah dagingnya sendiri. Tapi begitu mendengar kabar Bianca aborsi. Jelas dia marah besar dan tidak akan pernah mau lagi berurusan dengan wanita ini.
“Rasya.”
Pria itu pergi begitu saja karena marah dengan tindakan Bianca yang menggugurkan tanpa sepengetahuan Rasya. Tahu bahwa itu adalah sebuah dosa yang teramat menjijikkan juga. Bahkan Rasya memang sadar apa yang dia lakukan dengan Bianca akan ada risiko seperti itu. Akan tetapi dia tidak pernah memita Bianca sampai menggugurkan janinnya.
“Sya, dengerin aku dulu.”
“Pembunuh.”
Rasya frustrasi ketika Bianca menggugurkan kandungannya dia jelas marah besar pada wanita itu sekarang.
Ia pikir pertemuannya dengan Bianca akan berdampak baik pada moodnya yang hancur karena belum menemukan Faraz. Malah sekarang dia sendiri mendapat masalah yang besar. Bianca bisa-bisanya berlaku aneh dan gila seperti itu. Tidak ada yang baik baginya jika sudah menggugurkan kandungan jadi jalan keluar. Rasa memang akui dirinya breng$ek, tapi tidak pernah meminta wanita ini untuk mengaborsi janinnya.
Siang itu menjadi petaka baginya, dia harus bisa menahan emosinya untuk menghadiri rapat hari ini. Papanya juga yang cukup keras kepala jika berhubungan apa pun dengannya. Rasya akan mendapat ceramah panjang dari orangtuanya jika dia tidak datang ke kantor hari ini.
“Lho, Sya. Kamu kenapa?”
Baru saja dia tiba di kantor, papanya sudah ada di sana. “Nggak ada, Pa.”
“Kamu sibuk nggak?”
“Nggak, Pa. Memangnya kenapa?”
“Bisa ke bank nggak? Bantuin papa ambil uang.”
Rasya baru saja ingin menghadiri rapat dan malah diminta oleh papanya untuk mengambil uang di bank. Ia menaikkan sebelah alisnya. “Berapa?”
“Dua milyar, buat modal kamu nanti.”
“Hah?”
“Udah sana pergi sekarang.”
“Buku tabungan?”
“Pakai cek.”
Rasya menerima sebuah cek dari papanya dan akan pergi ke bank. “Papa sudah ada janji sama pihak Bank. Kamu tinggal ambil aja.”
Rasya malah menurut begitu saja pada papanay tanpa bertanya apa-apa lagi. Langkahnya pelan memasuki bank yang ditujukan oleh papanya. Sebenarnya ini bukanlah tugasnya, hari ini dia diminta menghadiri rapat oleh papanya, akan tetapi malah berakhir di sini.
Setelah dia mengambil nomor antrean, Rasya menunggu hingga nomornya dipanggil oleh teller.
142
Rasya berdiri kemudian melangkahkan kakinya menuju teller yang ditujukan.
Karena mengambil uang dengan jumlah besar, Rasya diarahkan ke ruangan berbeda dan di sana diurus cukup panjang karena dia adalah penerima cek tersebut.
Beberapa keperluan diperiksa kemudian Rasya menyerahkannya. “Bapak mau cairkan dalam bentuk uang atau dimasukkan ke dalam rekening?”
Rasya melirk wanita dengan name tag di bagian dad@ kirinya yang memperlihatkan nama Aulia. Wanita cantik dengan rambut sebahu dengan poni yang di jepit di atas, matanya indah dengan soflens berwarna hitam sehingga terlihat jauh lebih besar pada bagian pupil, senyumnya yang ramah. Mata Rasya malah tertuju pada wanita itu. “Bapak, apakah uangnya akan dicairkan atau dimasukkan ke dalam rekening?”
“Ah iya, saya mau ambil saja, Mbak.”
Keamanan di sini jelas juga baik sekali. Rasya akan dikawal sampai mobilnya ketika membawa uang dalam jumlah besar. Akan tetapi dia diminta untuk menunggu uang diambil. “Saya ambil tiga ratus juta, sisanya masuk ke rekening, bisa?”
“Bisa, Pak.”
Rasya memang punya koneksi bagus dengan bank ini, dia sendiri sudah sering sekali datang karena urusan papanya yang meminta dia untuk menabung maupun mengambil uang. Papanya yang sangat sulit sekali percaya pada orang lain mengenai keuangan dan memilih meminta Rasya mengurusnya.
Di sela-sela pembicaraan, Rasya malah modus dan meminta nomor telepon wanita itu. “Boleh kita kenal lebih dekat? Maksud saya, saya minta nomor kamu.”
“Maaf, Pak. Ini masih area kantor. Saya tidak bisa melakukanya.”
“Kamu tenang saja, saya belum menikah. Jadi boleh saya mengenal kamu?”
Rasya memang tertarik begitu melihat mata indah itu, rasanya dia masih sulit untuk keluar dari tempat ini.
Prosesnya pun selesai. Wanita tu menuliskan nomor teleponnya ada secarik kertas. “Sebelum atasan saya lihat.”
“Kamu tenang saja.”
“Bapak bisa datang nanti, silakan untuk saldonya bisa di cek ke rekening tujuan, pak!”
Rasya tersenyum dan keluar dengan uang yang dibawanya. Aulia adalah orang yang memiliki urusan dengan orang-orang penting karena dia merupakan bagian yang mengurus pengambilan uang dalam jumlah besar. Keramahannya yang jelas menarik perhatian, memang semua orang itu ramah, tapi suara lembut Aulia mampu meluluhkan hati Rasya begitu saja.
Sampai di mobil, dia malah tersenyum kalau mengingat wanita itu. Dia akan mencoba mencari tahu mengenai wanita itu sebelumnya. Tentang Bianca? Jelas dia marah besar setelah tahu bahwa Bianca sudah melakukan hal yang sangat gila.
Ponselnya berdering ketika dia melihat ada nama papanya di sana. “Ada apa, Pa?”
“Kamu masukin ke rekening kamu? Papa kan bilang kamu harus buat modal.”
Pasti papanya menghubungi orang yang ada di dalam sana sampai dia ketahuan. “Ah begini, Pa. Aku belum ada rencana usaha. Aku ambil tiga ratus juta untuk bayar orang-orang yang kerja sama aku di proyek aku kan. Terus tadi kebetulan aku bawa buku rekening pribadi. Ya udah aku ambil sedikit.”
“Proyek kamu udah jalan?”
“Udah, pa. Makanya ini mau gaji tukangnya.”
“Ya udah kamu hati-hati, ya!”
Rasya pulang ke apartemennya pada malam hari. Dia berbaring usai mandi dan menghubungi wanita tadi.
“Halo, Aulia.”
“Iya, siapa?”
“Rasya, yang tadi siang minta nomor kamu.”
“Hmm, iya ada apa? Aku mau tidur.”
“Kok cepet banget? Nggak ada waktu ngobrol gitu?”
“Besok aja, aku ngantuk.”
“Cuek amat sih? Nggak mau gitu temenan.”
“Aku kerja besok, mana bisa begadang kalau nemenin kamu.”
“Ya udah kamu besok kerja, kita ketemu waktu jam makan siang gimana?”
“Jam makan siang aku singkat.”
“Makan malam kalau gitu. Aku tungguin kamu besok di tempat kerja kamu, sampai kamu pulang aku kawal.”
Terdengar wanita itu menghela napas panjang. “Ada ya cowok sinting kayak kamu nggak ada kerjaan selain ngikutin orang.”
“Ada, itu keahlian aku.”
“Terserah kamu deh.”
“Beneran lho ini. Aku nggak dekat sama siapa-siapa.”
“Terserah.”
Kalau wanita lain tidak pernah menolaknya, entah kenapa hanya Aulia yang cuek terhadapnya. “Jangan lari dariku gadis kecil. Jangan harap bisa lolos dariku. Kamu sudah masuk ke dalam incaranku.”
Rasya tertawa ketika wanita itu menutup teleponnya. Dia malah mengiriminya chat.
“Kirim sosial media kamu dong!”
Tidak lama setelah itu Aulia membalas dan memberikan akun sosial medianya.
Rasya mulai stalking untuk melihat lebih jelas lagi tentang wanita itu. Tidak ada pakaian yang terbuka seperti rok pendek dan pakaian yang tidak sopan lainnya. Malah semuanya tertutup setiap kali ada pose yang terlihat. Tidak ada foto seorang lelaki juga di akunnya, yang artinya wanita itu sendiri.
Salah satu story diintip oleh Rasya dengan caption. “Suatu hari di masa lalu.” Ada seorang anak kecil yang digandeng oleh kedua orangtuanya. Dengan emoticon patah hati.
“Anak broken home kah?” tanya Rasya pada dirinya sendiri.
Jiwa penasaran Rasya malah makin menjadi jika melihat Aulia dan beberapa jam lalu mengunggah foto juga dengan tulisan ‘Biarkan aku menemukan lelaki seperti ayahku, dan kuat seperti ibukuu’
Rasya yang tadinya ingin bersenang-senang malah mengurungkan niatnya untuk melakukan hal bodoh itu. “Rasanya aku nggak bisa bersenang-senang sama kamu. Mungkin cuman untuk jadi teman.”