Tiiiit
Aulia tengah menikmati drama China yang sedang ditontonnya di episode baru yang rilis. Terdengar suara klakson mobil yang sudah dihafalnya. Siapa lagi yang datang kalau bukan Rasya.
Semenjak mengenal pria itu, Rasya sama sekali tidak pernah melewatkan hari minggunya Aulia. Selalu ada hari di mana dia datang untuk menjemput Aulia. Entah ke mana pun itu, dia selalu punya hari menyenangkan. Setiap minggunya ia yang menghabiskan waktu di kamar kos dengan drama maupun dengan tontonan yang lain. Setidaknya Aulia tidak pernah sendirian. Hidupnya selalu saja punya kegiatan jika tidak pulang ke rumah orang tuanya.
Namun, apa yang dicari oleh Aulia di sana? Kenyamanan dan juga ketenangan tidak dia dapatkan.
Tok tok tok
Dia tersadar dengan ketukan pintu dari pria itu dan langsung keluar meninggalkan tabletnya untuk membuka pintu kepada tamunya.
Ceklek.
“Lama sekali kamu buka pintunya.”
Rasya dengan ekspresi kesal datang kepadanya dengan kedua tangan yang penuh dengan plastik belanjaan. “Ngapain repot-repot?”
“Biar kamu nggak galau kalau nonton drama. Kamu harus tetap makan. Aku bawakan snack, buah sama jus. Kamu harus makan yang banyak. Biar kamu nggak sakit.”
“Aku makan kalau aku lapar, Sya.” Jawabnya dengan ekspresi datarnya.
“Jangan jutek gitu. Aku kan jauh-jauh ke sini biar ketemu sama kamu. Tapi kok tanggapan kamu kayak begitu sama aku. Bukannya kamu harus ramah gitu dikit aja sama aku?”
Rasya protes dengan tingkahnya Aulia yang dianggapnya tidak menghargai keberadaannya sekarang. Akan tetapi pria itu merasa bahwa dirinya perlu bicara dulu kepada Aulia agar tidak ada kesalahpahaman. “Aku lagi nonton, Sya. Kamu ke sini kayak nggak ada kerjaan lain.” Wanita itu melipat kedua tangannya di depan dadanya.
Rasya menarik napas panjang harus bisa bersabar menghadapi wanita ini yang agak sedikit cuek kepadanya. Tapi harus bisa Rasya ambil hatinya untuk bisa menjadikan Aulia miliknya. Dilihat dari semua yang dilakukan wanita ini ketika mereka kencan, Aulia tidak pernah mau berpegangan tangan maupun menempel seperti wanita lain. Maka dia hanya bisa menghargai Aulia tanpa menyentuhnya. “Mau jalan nggak?”
“Nanti aja, tunggu aku gajian. Biar aku yang traktir kamu. Kamu terus yang traktir aku, apa nggak habis uang kamu?”
“Nggak, kamu santai aja. Kalau kencan sama kamu nggak pernah keluar duit banyak. Paling berapa puluh ribu aja, itu kan masih bisa dibikin santai. Lagian kamu nggak boros.”
“Ya udah aku matre aja kalau begitu.”
“Ya silakan, kamu pikir aku nggak mampu belikan kamu ini itu? Yang jelas kamu harus jadi milikku dulu baru boleh matre.”
“Nggak ada yang bisa jadi milik siapa-siapa, aku bukan punya siapa pun.”
Rasya bersandar di tembok depan kamarnya Aulia. “Aku nggak pernah diizinkan masuk setiap kali ke sini. Mau duduk di luar aja nih aku setiap datang?”
Aulia menatap tidak percaya bahwa dia bisa membiarkan Rasya masuk ke dalam kamarnya. “Kamu aneh-aneh nanti.”
“Ya udah, nikah yuk. Biar lebih leluasa macam-macamnya.”
“Tuh kan kamu mulai lagi.”
Tawanya pecah karena Aulia pasti berpikir yang tidak-tidak kepadanya. “Ayolah, aku serius. Kapan kamu siap aku bakalan minta kamu sama orang tua kamu. Ya kita kan udah dekat begini, kamu nggak mau ada kepastian?”
Sebenarnya Rasya hanya bergurau mengatakan ajakan menikah tadi. lantaran dirinya belum siap untuk berumah tangga. Namun kepada Aulia, yakin bahwa dia bisa menjadikan wanita ini istrinya. Wanita ini baik, punya sisi berbeda dari wanita lainnya. Walaupun terkadang Aulia sedikit cuek kepadanya.
“Masih pengen sendiri, belum siap untuk nikah. Emang kamu udah punya rumah?”
“Punyalah, gampang kalau urusan rumah. Nanti bisa beli.”
Aulia memikirkan dirinya yang diajak menikah oleh Rasya, jarang-jarang dia diajak menikah seperti ini oleh orang yang dekat dengannya. Biasanya orang yang dekat dengannya hanya bersenang-senang, sampai Aulia juga jengah mengenal orang lain. Namun sekarang pria itu yang gigih mendekatinya. “Aku mau kamu usaha sendiri, Sya. Kalau kamu bisa beli yang kamu punya, aku pasti salut.”
Rasya sendiri sebenarnya punya perusahaan, tapi malah lebih banyak adiknya ketimbang dia diberikan oleh papanya sendiri. Papanya lebih sayang pada Faraz dibandingkan dengan dirinya. Semua perusahaan dikelola oleh adiknya. Sehingga Rasya tidak terlalu punya banyak pekerjaan. Namun entah nanti apakah orangtuanya akan berubah pikiran saat Rasya sudah berumah tangga atau tidak.
“Aku persilakan kamu masuk, tapi kita bicara serius.” Kata Aulia memberikan jalan kepada Rasya saat pria itu tadi berdiri di depan pintu kos tempat tinggalnya.
Wanita itu terlihat sedang ingin mengungkapkan permintaan yang membuat Rasya sedikit merasa gugup dengan itu. “Kamu mau ngomong apa?” ucapnya ketika Aulia sudah membawakan minuman untuk Rasya yang sudah duduk di dalam kamarnya.
“Kalau aku bicara soal keseriusan, apa kamu mau?”
“Ya mau.”
“Aku serius, Sya. Aku nggak mau main-main lagi. Aku hidup sendiri, kalau kamu mau aku melakukan sesuatu haruslah kamu sabar hadapi aku.”
Rasya terdiam sembari menelan salivanya. “Kamu nggak sanggup?”
“Nggak, Aulia. Aku sanggup, tapi harus sabar, ya.” Dia sendiri sedang berusaha melawan diri sendiri agar tidak mengecewakan orang lain. “Kamu harus sabar juga karena aku juga sedang dalam masa pemulihan.”
“Kamu sakit?”
“Mentalku, Aulia. Kamu harus tau bahwa aku adalah seorang player, ya aku juga mau serius. Aku juga pengen serius sama satu wanita, aku punya kekurangan. Aku nggak mau nyakitin hati orang, nggak mau dekat sama orang yang aku buat nangis.”
“Mental? Tapi apa? Apa kamu sakit jiwa?”
Rasya tidak mengatakan soal trauma yang sedang dia alami, akan tetapi akan mengatakannya suatu saat nanti pada Aulia ketika wanita itu serius kepadanya. “Nanti kamu tahu, aku serius juga sama kamu. Ngejar kamu juga nggak pernah main-main. Aku serius untuk dekati kamu. Yang penting kamu sabar dekat sama aku, apa yang kamu inginkan pasti aku berikan, maksud aku kasih sayang.”
Rasya punya perasaan yang kuat juga terhadap Aulia. Tapi jika wanita itu tahu soal kekurangannya, apa wanita itu akan tetap mau bersama dengannya? Rasya pernah mengalami pelecehan s3ksual ketika dia masih muda dulu. Namun belum sanggup menceritakan kepada siapa pun. bahkan kepada orang tua sendiri. Sadar bahwa orangtuanya akan lebih peduli terhadap Faraz dibandingkan harus mendengarkan cerita tidak penting Rasya.
Mana mungkin dia bisa menceritakan itu kepada orang tua yang selalu bersikap abai kepadanya.
Tidak pernah ada perhatian yang Rasya dapatkan dari orangtuanya selain dia bisa mendapatkan uang. Sementara perhatian jauh sekali dari realita kehidupannya.