Kekasih Adik
BANTU TAP LOVE UNTUK MASUKKAN KE LIBRARY KALIAN YA. SEBELUMNYA BISA BACA SILENT LOVE BIAR NYAMBUNG CERITANYA.
"Rasya, kamu harus segera menikah. Lihat adik kamu sebentar lagi akan menikah!"
Mungkin jika dihitung sudah ribuan kali mamanya meminta dia untuk segera menikah di usianya yang sudah berkepala tiga ini. Bukan maksudnya menolak tentang hal itu. Tapi memang dia tidak ada keinginan untuk menikah sama sekali. Bukan karena dia penyuka sesama jenis seperti yang dirumorkan oleh orang lain sampai terdengar ke telinga mamanya. Tapi karena dia memang tidak pernah mengenalkan kekasihnya pada orang tuanya sampai saat ini.
Berbeda dengan adiknya Faraz yang selalu dibangga-banggakan. Apalagi kesuksesannya di dalam dunia bisnis bukan hal yang main-main. Menjadikan Rasya selalu terpojokkan ketika dia berada di rumah.
Menjadi anak tertua di keluarga ini menjadikan dia harus benar-benar patuh kepada orang tuanya. Saat sedang makan malam, tentu saja yang akan dibahas itu adalah adiknya dan akan tetap adiknya.
Sementara dia di sini merasa seperti anak pungut yang tak dianggap. Selalu saja dibandingkan dengan Faraz. adiknya memang tidak berada di sini tapi sedang bertugas untuk mengurus bisnis. Jika diingat lagi. Adiknya yang merupakan seorang pemuda yang sangat gigih dalam bekerja.
Usai makan malam, dia ingin segera kembali ke apartemennya untuk melanjutkan kehidupannya yang sudah sangat liar itu. Kehidupan malam yang tidak bisa dia tinggalkan. "Jangan keluar, Rasya!" bentak mamanya.
"Apa lagi sih, Ma? Keluar salah, aku di sini juga akan selalu ditanya kapan nikah. Mama pikir aku nggak capek? Mama pikir aku nggak bosen denger itu terus, Ma?'
Mamanya tidak mau kalah dan tetap ingin mempertahankan agar Rasya di sini. "Kamu di sini tuh anak tertua. Kalau kamu dilangkahi sama adikmu, kamu bakalan susah dapat jodoh, Rasya,"
"Itu kan kata Mama. Tuhan kalau udah mempertemukan dua insan itu pasti bakalan berjodoh kok, Ma. Nggak ada istilah lama nikah kalau udah dilangkahi, aku nggak percaya begituan,"
"Sya, dengerin Mama dulu! Mama beneran pengin lihat kamu cepetan nikah. Mama nggak mau dengar rumor tentang kamu lagi. Sya, Mama juga tahu kamu masih main perempuan di luaran sana. Apa kamu nggak bisa mikir? Gimana perasaan Mama saat kamu lagi sibuk sama perempuan lain di sana?"
Rasya menghela napasnya saat mamanya mulai membahas tentang perempuan-perempuan yang dijadikan sebagai pelampiasannya itu. "Ma, Mama nggak ngerti apa-apa,"
"Apa yang nggak Mama ngerti? Kamu yang memang nggak mau kan nikah? Kamu itu memang hobinya kayak gini, Sya. Kamu nggak pernah mikirin hati orang,"
Sudah berapa kali dia menjelaskan kalau dia memang belum siap untuk itu. Tapi setiap kali dipaksa oleh mamanya menikah, rasanya dia benar-benar merasakan apa yang dirasakan oleh mamanya. Dia masih belum bisa menuruti permintaan mamanya yang satu itu. Sebab dia tidak mau jika anaknya nanti besar tanpa seorang ayah. Dan tidak mau menikah hanya untuk menyakiti hati orang lain yang nyatanya belum mengerti dengan apa yang dia rasakan sekarang. "Aku bakalan turutin kok kemauan Mama, tapi Mama tenang aja. Jangan buru-buru," ucapnya.
Di saat sekarang ini, dia memang dekat dengan pacar adiknya. Bianca selalu curhat bagaimana cueknya Faraz yang tidak pernah ada waktu untuknya. Bianca juga cerita kalau Faraz terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai lupa dengan hubungan mereka. Hal itu tidak diketahui oleh mama dan juga papanya.
Bukannya dia ingin mengkhianati adiknya, tapi Bianca yang datang padanya. Mengadukan segala yang diakukan oleh Faraz kepada perempuan itu. Tentu saja bagi Rasya tidak bisa dia mengabaikan gadis itu.
"Kamu beneran mau pergi?" tanya mamanya ketika dia hendak keluar dari rumah itu.
Dia masih menghela napas panjang dan kemudian berbalik. "Ma, aku harus kembali malam ini. Aku punya pekerjaan,"
"Pekerjaan apa yang sampai malam begini, Rasya? Perasaan di kantor kamu paling santai. Nggak pernah tuh ada pekerjaan yang berat," kata papanya.
"Aku ada urusan, bisa kan sebentar saja?" dia masih bisa menahan emosinya karena mamanya. Bagaimanapun juga dia masih bisa mengharagai orang tuanya.
"Janji cuman sebentar?"
"Janji, Ma," ucapnya lalu dia bersalaman kepada keduanya untuk pergi menemui Bianca yang sudah menunggunya di apartemen.
Dia sudah tahu kalau gadis itu akan menceritakan lagi tentang Faraz yang mengabaikannya. Dan tentu saja dia tahu kalau adiknya sebentar lagi akan menikah dengan Bianca. Tapi melihat semakin hari perlakuan Faraz yang mengabaikan kekasihnya sendiri itu sudah sangat keterlaluan baginya.
Tiba di apartemen Bianca, baru saja dia membuka pintu dan masuk. Gadis itu langsung menyambarnya dengan pelukan. "Bi, kamu itu calon istrinya Faraz. tolong jaga sikap kamu sama aku. Aku nggak mau kalau Faraz salah paham antara kita," peringatnya kepada Bianca. Dia sadar kalau gadis yang memeluknya kali ini adalah milik adiknya.
Perlahan tangannya melepaskan pelukan Bianca. "Kamu tahu sendiri kan bagaimana sibuknya, Faraz?"
Mau bagaimanapun juga Rasya masih mencoba mengingat bagaimana perasaan adiknya. Apalagi itu adalah saudara satu-satunya yang dia punya. Tak lama kemudian dia menurunkan tangan Bianca. "Aku ngerti dia sibuk selama ini, tapi nggak seharusnya kan kamu bisa peluk aku kayak gini? gimana perasaan dia nanti?"
Bianca menggeleng dengan manjanya. "Aku mau udahan sama dia,"
Rasya memegang bahu gadis itu. "Ingat kamu bentar lagi nikah. Itu bukan hal yang main-main, tinggal tunggu dia pulang. Terus udah gitu dia bakalan lamar kamu, itu udah janjinya dia untuk nikahin kamu, kan?"
"Tapi aku nggak cinta lagi sama dia,"
Rasya tidak bisa membiarkan ini terjadi. "Terus mau kamu apa?"
"Karena kakak selalu ada buat aku," ucapnya pelan dan mulai menempel lagi pada Rasya. "Aku udah nggak tahan sama cueknya Faraz,"
Dia menghela napasnya kemudian mendorong Bianca lagi. Tidak bisa dia seperti ini terus karena ini adalah hal yang salah. Yang tidak sepatutnya dia lakukan. "Kamu ingat bagaimana kamu berjuang sama dia, Bianca. Jangan kamu permainkan perasaan dia,"
Bianca menghentakkan kakinya dilantai. "Dia nggak ngerti perasaan aku, kak. Apa itu yang harus aku pertahankan?"
"Tapi kalau memang dia nggak ngerti. Dia nggak bakalan berencana nikahi kamu. Harusnya kamu ingat itu, Bianca. Jangan sampai nanti dia kecewa sama kita, terus nganggap aku sebagai musuhnya. Oke kamu cantik, kamu seksi, kamu bahkan bisa dengan mudahnya dapat pria lain di luar sana dengan kecantikan kamu. Tapi apa iya kamu mau korbankan perasaan Faraz?"
"Aku nggak pernah mikir nyari orang lain, kak,"
"Lalu apa?"
"Aku mau sama kakak. Aku nggak mau sama yang lain, kak. Aku nggak bisa bertahan sama Faraz kalau dia kayak gini terus,"
"Bi, apa yang kamu mau selalu Faraz kasih. Apa yang kamu butuhkan itu juga selalu dia kasih. Terus kamu mau kecewakan dia? Ingat nggak bagaimana perjuangan kalian berdua? Itu nggak gampang. Faraz juga nggak gampang tuh bertahan. Saat dia sibuk kerja, dia pasti mikirin kamu juga,"
Bianca masih tetap pada pendiriannya tidak mau mendengar masukan apa pun. Dia hanya berpikiran bagaimana dia bisa lebih dekat dengan Rasya. "Kak," kata Bianca sambil mengelus d**a Rasya.
"Ingat, mau bagaimanapun juga kita berhubungan hanya sekadar menggantikan Faraz saat dia nggak ada. Aku jaga kamu, bukan sedang ingin bermain-main dengamu, Bi. Jadi jaga sikap kamu. Tolong!!!"