Viona tersenyum di bibir Regan. Ia merindukan sensasi ini—berada di dekapan seorang dan merasakan sentakan demi sentakan di dalam tubuhnya. Berkali-kali ia mengerang, meremas rambut Regan yang basah karena hujan hingga membuat ciuman mereka semakin dalam. Itu adalah malam yang sangat panas bagi kedua insan tersebut. Regan terus mendesak tubuh mungil Viona. Ia menyukai ini—tentu saja. Rasa nikmat menjalari tubuhnya sejak ia mulai mencium bibir Viona. Ia bahkan mengabaikan rasa nyeri di bibir dan memar akibat pukulan preman itu. Ia hanya ingin menikmati tubuh Viona. "Maafkan aku, Asri," batin Regan. "Maaf, Vio." Regan tak tahu, ia merasa senang sekaligus sedih saat ini. Ia merasa bersalah pada istri pertamanya, tetapi ia juga merasakan hal yang sama pada Viona sebab ia masih teringat pad