Bab 1. Pelanggan Aneh
"Aku hanya perlu melayani pria itu lalu pulang," batin Viona.
Viona berdiri di depan pintu kamar 2907. Ia merapikan gaun dan rambutnya sebelum mengetuk pintu kamar. Perlahan, pintu kamar pun terbuka.
"Saya masuk, Tuan," ujar Viona seraya melebarkan daun pintu.
"Jangan nyalakan lampunya!" Suara berat seorang pria terdengar di dalam ruangan.
"Ya." Viona tidak heran dengan hal seperti ini. Ia adalah gadis malam yang sudah beberapa kali tidur dengan pria asing. Dan tak jarang dari mereka memiliki keinginan yang berbeda-beda.
Beberapa pria lebih senang bercinta di bawah gelap, beberapa yang lain lebih senang memakai sedikit kekerasan dan tak jarang dari mereka yang menginginkan Viona memakai pakaian atau aksesoris tertentu. Satu-satunya persamaan mereka adalah mereka p****************g yang menyewa gadis malam demi memuaskan hasrat mereka.
"Siapa nama kamu?" Pria itu kembali bertanya. Ia adalah Regan Ahmadi, seorang pria kesepian yang setelah menimbang berkali-kali akhirnya memutuskan untuk memanggil wanita malam ke kamar hotel.
"Gabby," jawab Viona menyebutkan nama samarannya.
"Gabby, nama yang bagus," gumam Regan. Ia yakin itu bukan nama asli wanita di depannya. Meskipun kamar itu gelap, tetapi Regan masih bisa melihat postur tubuh Viona dan juga bentuk wajahnya. Viona pasti sangat cantik dan masih muda.
"Apa kita bisa mulai, Tuan?" Viona melepaskan cardigan yang semula menyelimuti tubuh atasnya. Ia membiarkan kain itu jatuh ke lantai begitu juga dengan tasnya.
Regan menelan saliva. Sudah agak lama ia tidak melakukan ini. Jadi, ketika ia melihat tubuh indah yang masih terbalut kain itu, ia langsung kepanasan. Ia mengikis jarak dengan Viona lalu menarik tengkuknya.
"Kamu bisa puaskan aku malam ini?" tanya Regan.
"Tentu, Tuan. Saya milik Anda hingga dua jam ke depan," jawab Viona semanis mungkin. Padahal, andai ia bisa jujur ia sangat muak dengan pria-pria seperti Regan. Namun, ia menyukai—butuh—uang. Jadi, ia memutuskan untuk bersikap jinak.
"Hanya dua jam?" Regan mulai gelisah. Ia bisa melihat bibir merah Viona. Sungguh menggoda.
"Ya, tarif saya hanya untuk dua jam." Viona meraba d**a keras Regan. "Jadi, sebaiknya Tuan jangan buang-buang waktu," kata Viona. Ia tak suka berlama-lama dan menyelesaikan semuanya lebih cepat adalah pilihan yang terbaik.
Viona mendorong d**a Regan hingga pria itu ambruk ke ranjang. Terdengar tawa menyebalkan Regan, tetapi Viona meyakinkan dirinya bahwa ia memang telah dimiliki oleh Regan malam ini dan ia hanya perlu melayaninya.
Viona membuka gaunnya lalu merangkak di atas tubuh Regan. Regan tampak menikmati permainan Viona dan langsung mendaratkan tangan di pinggang rampingnya. Viona tersenyum tipis, ia mencium bibir Regan dengan cepat.
"Kamu liar sekali," ujar Regan ketika ciuman mereka terjeda.
"Saya tidak akan mengecewakan Tuan," kata Viona seraya membuka anak kancing Regan. Sesekali ia menciumi bibir dan leher Regan yang beraroma segar. Viona bisa menebak, Regan pasti sangat kaya karena memakai parfum yang mahal. Bahkan kemejanya sangat halus dan memiliki potongan yang bagus. Ia yakin Regan bukanlah pria biasa.
"Kamu sudah berpengalaman?" Regan bertanya di antara detak jantungnya yang liar. Ia melihat Viona mengangguk. Dan ia bertambah gugup lantaran malam ini adalah malam pertama ia tidur dengan wanita malam. Padahal, ia memiliki istri di rumah—ia meninggalkan seorang istri di rumah!
"Jangan ragu, Tuan. Malam ini, Anda akan bersenang-senang dengan Gabby," ujar Viona sebelum ia mencium bibir Regan lagi.
Regan merasa gila, ia berkhianat. Ia sungguh berkhianat! Sebab, dalam sedetik, ia memutar posisi. Tubuh Viona terdorong oleh Regan. Tanpa melepaskan ciuman Regan membuat posisi Viona berada di bawah tubuhnya.
"Silakan, Tuan. Nikmati malam ini dengan Gabby," ujar Gabby yang menunggu aksi Regan.
Namun, Regan justru bergeming di antara kebimbangan hatinya. Ia merasa ini salah. Seharusnya sejak awal, ia tidak datang ke sini apalagi mengundang wanita malam untuk memuaskan hasratnya. Ia pasti sudah gila.
"Apa yang Anda tunggu, Tuan?" tanya Viona seraya membelai d**a Regan ke atas.
Viona hanya bisa menebak bahwa pria ini baru pertama kali berurusan dengan wanita malam karena ia bisa merasakan keraguan si pria.
Viona menatap Regan dengan penuh harapan. Sungguh sial, jika ia ingat dulu ia hanyalah gadis polos, ia tentu tak akan menyangka ia akan ketagihan dengan aktivitas seks seperti ini. Semuanya bermula ketika ia dijual oleh pamannya dan berakhir menjadi gadis malam.
"Apa yang aku lakukan?" Regan menggeleng. Ia teringat dengan istrinya, tetapi hasratnya sudah di ubun-ubun. Ia langsung berdiri dan menyugar rambutnya.
"Tuan," panggil Viona lagi. Ia duduk dengan bingung. Baru kali ini ada pria yang meninggalkan tubuhnya tanpa melakukan apa pun. "Apa Anda ingin saya melakukan sesuatu yang spesial?"
Regan membuang napas panjang. "Tidak. Kamu pergi saja dari sini!"
Suara berat Regan membuat Viona semakin terkejut. Ia tak mungkin pergi tanpa melayani pelanggan. Pamannya akan marah besar dan ia mungkin akan kena pukul atau malah disuruh melayani pria lain. Padahal, pria di depannya terlihat sempurna, bersih dan sangat menggairahkan.
Regan mengambil tasnya lalu melemparkan beberapa lembar uang pada Viona. "Ambil itu. Aku sudah membayar kamu, sekarang pakai pakaian kamu dan pergi dari sini."
Viona melirik uang yang berserak di ranjang dan juga di atas lantai. Ia sangat menyukai uang, tetapi apa yang dilakukan Regan sungguh menghinanya. "Tidak bisa begini, Tuan. Anda sudah membayar dan Anda ...."
"Kamu bisa ambil uangnya dan pergi dari sini!" usir Regan lagi.
Viona berdiri dengan kesal. Ia memunguti uang itu dengan mengabaikan rasa malu di hatinya. Uang ini banyak sekali. Ia memasukkan uang itu secara asal ke dalam tas lalu mengambil kembali gaunnya.
"Kamu bisa pergi dan tutup pintunya," ucap Regan.
"Kasar sekali," desis Viona seraya meraih cardigannya. Ia melirik Regan yang baru saja masuk ke kamar mandi. "Dasar aneh! Kenapa panggil aku ke sini kalau dia nggak mau tidur bareng?"
Viona mengambil tasnya lalu berjalan mendekati pintu. Ia tak melihat Regan muncul dari balik pintu kamar mandi, jadi ia segera menggeleng lalu keluar. Anggap saja malam ini ia beruntung. Ia dapat uang tanpa harus melayani p****************g.
Sementara itu, Regan akhirnya keluar dari kamar mandi hanya dengan jubah mandi. Ia begitu marah dengan dirinya sendiri yang sudah hampir tergoda pada wanita malam.
"Aku beneran udah gila," gumamnya.
Kedua mata Regan menatap pintu kamar dan ia yakin Viona telah pergi. Ia mencoba untuk peduli lalu duduk di tepi ranjang sialan di mana ia hampir meniduri seorang wanita malam.
Regan menyalakan lampu setelah beberapa menit. Kedua matanya memicing, menyesuaikan dengan cahaya yang menusuk matanya.
"Maafkan aku, Sri," gumam Regan. Ia merasa kacau karena teringat dengan istrinya, Asri, yang ia tinggal di rumah.
Regan mengangkat ponselnya, ia menatap foto yang ada di layar. Ia telah menikah selama hampir delapan tahun, ia sangat bahagia hidup dengan Asri. Hanya saja, semua berubah ketika Asri sakit dan dokter memvonis istrinya itu tak akan bisa mengandung.
Asri ingin bercerai dengan Regan, tetapi Regan menolak. Hal itu membuat orang tua Regan marah karena merasa Asri tidak pantas untuknya. Mereka menginginkan keturunan. Hubungannya dengan Asri pun semakin buruk sejak saat itu.
"Lebih baik aku pulang," ujar Regan. Ia hendak bersiap untuk ganti pakaian. Meskipun ia sudah mandi, ia sangat cemas jika masih ada sisa-sisa aroma Viona di tubuhnya atau kemejanya. Ah, tidak! Dengan kasar ia mengusap bibirnya. Ia tak pernah melumat bibir wanita selain Asri, tetapi baru saja ia menikmatinya bibir manis Viona.
"Sial! Aku harus lupakan gadis itu," ujar Regan berdiri. Ia hendak mengambil pakaiannya di kamar mandi, tetapi tiba-tiba kakinya menginjak sesuatu.
"Apa ini?" Ia menyipit saat melihat benda yang tak asing. Kartu mahasiswa.
"Ini ...." Regan mengambil kartu itu. Ia terbelalak karena tahu itu adalah kartu mahasiswa dari Universitas Buana Raya, kampus milik keluarganya dan sekaligus kampus tempat ia mengajar.
Dan kedua mata Regan dibuat semakin melotot ketika membaca nama pemilik kartu mahasiswa itu. Viona Pramesti.
"Apa gadis tadi adalah Viona?" Regan menyugar rambutnya dengan kasar. Apakah itu artinya ia sudah hampir tidur dengan mahasiswinya sendiri? Yah, ia mengenal Viona. Beberapa kali ia mengajar di kelas gadis itu dan Viona terlihat baik.
"Sial! Apa yang aku lakukan? Kenapa aku nggak nyadar siapa gadis itu? Apa tadi dia nggak tahu siapa aku? Jangan-jangan dia cuma berpura-pura nggak kenal aku?" Regan memukul keningnya dengan kepalan tangan. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?"