56 | I Miss Him

1333 Kata
Selagi Ahyar bergelung nyaman menikmati popularitasnya yang kian menanjak tanpa hambatan berarti, kealphaannya pada hari-hari Ditrisya membuatnya tidak tahu kalau kekasihnya itu tidak sedang baik-baik saja seperti yang selalu dia katakan tiap Ahyar bertanya kabar, hanya karena tidak ingin membuat Ahyar khawatir. Jika boleh jujur, ia pun ingin Ahyar hadir di saat-saat seperti ini, seperti halnya ia hadir saat Ahyar sedang ada di titik terbawah. Namun, sekali lagi, Ditrisya harus memahami kesibukan Ahyar. Sudah hampir sebulan ini Ditrisya bekerja dalam kondisi yang tidak kondusif, lantaran santer terdengar isu perusahaan tempatnya bekerja akan melakukan pemutusan hak kerja secara besar-besaran akibat konflik yang terjadi di dewan direksi. Siapa saja punya kemungkinan masuk ke dalam dafar merah. Terlebih bagi Ditrisya yang tidak menjabat di posisi strategis dan kinerjanya standar. Ditrisya ketar-ketir sendiri, di situasi seperti ini PHK adalah momok menakutkan. Tidak mudah mencari pekerjaan di tengah ketatnya persaingan, jumlah pencari kerja gak sebanding dengan jumlah lowongan yang tersedia. Ditambah faktor umur. Ketakutan Ditrisya terjawab sudah saat sebuah surat beramplop putih disodorkan padanya, Gina dan satu orang di devisinya juga mendapat surat yang sama. Mereka bertiga hanya saling lempar pandang, pasrah. Tanpa perlu dibuka, mereka sudah tahu apa isinya. Pengumuman pemutusan hak kerja ini terbilang lebihbcepat dari dugaan mereka, sehingga persiapan kemungkinan terburuk Ditrisya baru sebatas ubek-ubek website lowongan kerja. Ditrisya tidak boleh menganggur di usianya. Bagi seorang lajang yang hidup di kota besar, tidak punya uang itu mengerikan. Untung saja Ditrisya kini punya Vivi yang selalu bisa mendengar keluh kesahnya, jika todak ada dia, Ditrisya tidak tahu harus bercerita pada siapa. Punya pacar tapi seperti tidak punya pacar. "Yaudah nggak papa, Di. Lo bisa cari kerja lagi," ujar Vivi menenangkan. "Nanti gue bantu cari-cari, siapa tahu di kantor gue atau ada teman gue punya info lowongan kerja." "Saingan gue fresh graduate, Vi. Mana gue nggak punya pengalaman kerja selain di sana lagi." Vivi menatapnya prihatin. "Jangan pesimis dulu, nggak usah banyakan drama kayak cowok lo, deh. Mentang-mentang udah jadi pemain sinetron," cibir Vivi, "Gimana si Ahyar sekarang? dia belum lupa kalau lo masih pacarnya, kan?" Ditrisya menghela napas panjang, malas sekli rasanya tidak ada yang menyinggung kabar Ahyar. Pasalnya Ditrisya bosan mengulangi jawaban sama. "Emangny lo nggak pernah kontak-kontakan sendiri sama dia." "Dih, males banget, songong banget git--" Mendadak Vivi mengatupkan bibir, menyadari perkataannya barusan tidak untuk Ditrisya dengar. Vivi melirik Ditrisya sungkan sambil memukul-mukul bibirnya sendiri. Bibirnya ini punya kebiasaan buruk yang susah hilang, sering keplosan. "Hehe maksud gue, gue males aja gitu nunggu chat lama dibalesnya. Tahu sendiri Ahyar sibuk banget, jadi mending aku nggak usah chat sekalian. Paling Galang beberapa kali ngajakin minum bareng, tapi ya, gitu lah," jelas Vivi panjang lebar. Ditrisya menarik samar kedua sudut bibirnya, membentuk lengkungan sendu. Ternyata bukan hanya dirinya yang lama-lama merasa berjarak dengan Ahyar. "Menurut lo Ahyar berubah, nggak?" Kepalang tanggung, Ditrisya mengajak Vivi main jujur-jujuran. Ditrisya butuh mendengar pendapat orang ketiga yang netral, karena perang keinginan hati dan realita sangat melelahkan. Ditrisya lelah selalu menyugesti diri dengan monolog positif. "Berubah dalam artian?" Vivi bertanya memastikan ranah mana yang ingin Ditrisya dengar. Ditrisya mengendikkan bahu. "Apa aja yang menurut lo kelihatan berubah." "Hmm... Gimana, ya?" Vivi tampak kebingungan memilih kata. "Jujur aja, baru kemarin gue sama Galang ngomongin masalah ini. Selama kami berteman sama Ahyar, baru kali ini kita ngerasa asing. Tapi bukan dalam artian jelek. Kami ngerti kehidupan baru dia. Mungkin bukan Ahyar-nya yang berubah, tapi waktunya yang terlalu cepat. "Bayangin, belum sampai setengah tahun lalu Ahyar masih kayak orang bingung setelah mobilnya kebakar. Sekarang, kita bisa lihat wajah dia ada di mana-mana. Kita aja yang belum siap kali, ya?" lanjut Vivi. Sedikit banyak, yang dikatakan Vivi mewakili pikirannya. Kesuksesan Ahyar terlalu cepat. Ditrisya belum siap menerima kehidupan baru Ahyar, dan ia merasa seolah-olah hanya dirinya lah yang dituntut untuk menyesuaikan diri. "Gue nggak tahu. Semakin banyak orang yang kenal dia, tapi gue kadang malah merasa nggak mengenalinya lagi." Pandangan Ditrisya menerawang mengingat pertemuan terakhir mereka, tepatnya sebulan lalu dan itupun tak lebih dari dua jam karena Ahyar buru-buru harus melanjutkan syuting. "Kami kayak LDR padahal kami tinggal di kota yang sama, dan saking dia sibuknya, pernah dalam sehari dia nggak balas chatku sama sekali. Berasa pacaran sama hantu tahu, nggak? Gue meyakini dia ada, tapi nggak nampak wujudnya. Kami seperti ada di dunia berbeda." Mata Ditrisya berkaca-kaca saat kepalanya ditolehkan menatap Vivi. "Gue kangen banget sama Ahyar yang dulu, Vi." "Ya, ampun, Di..." Vivi menggeser duduknya menjadi tepat di sebelah Ditrisya. Dengan lembut, dia mengelus-elus punggung Ditrisya. Membagi sedikit kekuatan dari tiap elusannya. "Gue kebayang gimana perasaan lo sekarang. Jadi sampai sekarang pun Ahyar belum tahu lo kena PHK?" Ditrisya menggeleng lemah. "Dari semalam chat gue belum dibaca." "Ehm, maaf, nih, Di, gue tanya begini. Lo ada kepikiran nggak buat putus aja dari Ahyar? Seperti yang lo bilang, lo kayak pacaran sama hantu. Emangnya lo nggak takut?" "Kadang, iya, suka takut. Tapi kalau sampai mikir buat putus....," Ditrisnya menggeleng lemah. "Ditelepon sehari sekali udah cukup daripada gue kehilangan dia. Itu lebih menakutkan buat gue. "Kayak yang lo bilang, ini semua terlalu cepat dan kita belum siap. Mungkin Ahyar kurang lebih juga seperti itu, dia masih keteteran menyeimbangkan waktu antara kehidupan pribadinya sama kesibukan pekerjaan." "Tapi, Di, di dunia ini nggak ada orang yang benar-benar sibuk. Orang-orang mengatur waktunya berdasar prioritas. Gimana seandainya, ini seandainya lho, ya, gue nggak ada maksud apa-apa. Jangan salah paham, maksud gue--" "Gimana seandainya gue bukan bagian yang Ahyar prioritaskan?" potong Ditrisya gemas meningkahi Vivi yang terlalu berhati-hati. Vivi pun menganggukkan kepala sekali. "Nggak apa-apa." "Nggak apa-apa?" ulang Vivi seolah terheran-heran. Kali ini, giliran Ditrisya yang memberi anggukan. Untuk saat ini, bagi Ahyar, ia mungkin nomor ke sekian karena Ahyar ingin mencapai targetnya yang besar. Ditrisya tidak mau egois dengan ingin selalu diutamakan. Nanti, saat tujuan Ahyar sudah tercapai, Ahyar pasti akan meletakkannya kembali di nomor pertama prioritasnya. Vivi tidak punya apa-apa untuk dikatakan lagi. Sebagai teman, dia sudah coba tak hanya memberi gambaran bagusnya saja. Ditrisya sendiri tampaknya lebih paham situasi yang sedang dihadapinya sekarang. "Dia ngirim tas lagi?" Vivi melirik tas hitam dengan tali logam yang cantik, tergeletak di sebelah Ditrisya. Tas itu terlalu mahal untuk untuk Ditrisya beli pakai kantong sendiri. Ditrisya menoleh sekilas ke aras tas yang setelah ia cek, harganya setara dengan satu unit kendaraan bermotor. Sebuah tas dengan logo dua huruf C yang bersinggungan. Vivi mendesah panjang, "yah..., paling enggak dia ada usaha menyenangkan lo lewat barang-barang yang dia kirim." Ditrisya terdiam. Perkataan Vivi membuatnya sadar, apakah ini karma atau semacamnya? Dulu Ditrisya begitu menggilai uang, selalu mengatakan pada siapapun bahwa pasangannya kelak haruslah orang kaya yang bisa memanjakannya dengan barang-barang mahal yang tidak sanggup ia beli. Kini di saat harapannya terkabul, mempunyai pasangan kaya, Ditrisya merasa bukan ini yang ia butuhkan. Ia tidak menginginkan semua barang-barang mahal itu. *** Tidak mau ketinggalan tiap update berita tentang Ahyar, Ditrista rela merepotkan diri membuat akun anonim untuk mengikuti semua akun fanbase Ahyar di sosial media. Kebanyakan mereka memosting ulang unggalan Ahyar atau unggahan artis lain yang ada Ahyar-nya, lalu mengajak ramai-ramai memberi dukungan love di setiap unggahan Ahyar. Ada pula fans-fans yang mengirim foto saat mereka sedang menonton proses syuting sinetron Ahyar. Foto Ahyar sedang serius membaca skript, tertidur saat menunggu giliran pengambilan gambar, bercanda dengan sesama artis, dan banyak lagi. Mereka juga sering membagikan jadwal acara-acara Ahyar, semisal Ahyar menjadi bintang tamu atau acara bersifat umum lainnya. Seandainya Ditrisya tidak bergabung dengan fanbase ini, ia hanya akan tahu Ahyar syutang-syuting tanpa tahu syuting apa yang dimaksud. Melalui fanbade ini pula, Ditrisya tahu Ahyar hari ini akan mengadakan acara meet and greet di sebuah pusat perbelanjaan. Dan di sinilah Ditrisya sekarang, berdiri menghadap banner poster foto Ahyar setinggi tiga meter. Benarkah itu foto kekasihnya Ditrisya tidak menyangka pada akhirnya ia harus melakukan ini, yakni membeli tiket hanya untuk bertemu dengan kekasihnya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN