01 | Setipe Tapi Tak Sama
Buat yang sedang jomlo, sini Ditrisya ajak kalian mencoba dating app. Lumayan seru ternyata.
Sepanjang dua puluh enam tahun eksistensinya di dunia ini, ia hanya pernah sekali merasakan pacaran. Itupun sewaktu kelas dua belas, lalu putus diumur ke tiga bulan, setelah menemukan banyaknya ketidakcocokan. Masalahnya parah sekali. Mantan pacarnya suka nongkrong di kantin, sementara Ditrisya gemar menabung.
Sebagai seorang jomlowati, terkadang Ditrisya merasa suntuk dan kesepian. Terlebih di usianya sekarang, tidak ada lagi teman yang bisa diajak jalan bersama.
Jangankan jalan-jalan, sekadar chatting saja hanya di jam-jam tertentu, setelah temannya itu selesai mengurus pekerjaan rumah, anak, suami, dan urusan rumah tangga lain. Menjelajah sosial media, stalking akun milik cogan sudah berhenti dilakukannya sejak beberapa bulan lalu, ketika sadar yang dilakulannya justru membuatnya terlihat makin menyedihkan. Seringkali membuatnya berkhayal yang iya-iya. Kalau pinjam istilah anak jaman sekarang, orang seperti Ditrisya dipanggilnya Jones - jomlo ngenes.
Di sela waktunya kini, Ditrisya menemukan kesenangan lain. Yakni chatting bersama teman virtualnya di aplikasi pencarian jodoh secara online. Aplikasi tersebut punya mesin pencari yang akan mencocokkan Ditrisya dengan beberapa pria yang memiliki kecenderungan persamaan kriteria terbesar berdasarkan serangkaian pertanyaan sewaktu pertama kali mendaftar sebagai member.
MoneySlave: Aku baru saja makan. Ada restoran Italy di dekat kantor. Spaghetti mereka yang terbaik, kamu harus coba.
Ditrisya menyentuh tanda kirim, begitu selesai mengetik. Masih sambil melihat layar androidnya, Ditrisya memutar garpu, lalu memasukkan gulungan mie goreng ke dalam mulutnya yang dibuka lebar-lebar. Jangan tatap dia seperti itu, Ditrisya tidak sepenuhnya bohong, okay. Bukankah spaghetti bentuknya menyerupai mie? Mungkin bedanya mie yang Ditrisya makan itu keriting. Restoran yang dimaksud memang bukan restoran Italia elit dengan satu pelayan untuk satu meja, melainkan warung tenda milik Mas Supri yang dinamai Warung Spaghetti Jawa. Jadi benar, Ditrisya makan spaghetti, tapi versi jawa.
Beberapa detik kemudian muncul balasan.
Pahala: Aku berharap ada di sana. Sayangnya saat ini aku sedang dinas di Bali, perusahaanku akan membangun resort mewah di dekat pantai. Aku juga sedang mencari-cari tanah untuk membangun villa pribadi.
Kepalanya geleng-geleng, membuat untaian mie yang belum masuk ke mulut bergoyang-goyang. Dengan penuh semangat, Ditrisya membalas.
MoneySlave : Aku dengar tanah disana sangat mahal.
Pahala: Ya, begitulah.
MoneySlave : Kamu pasti sangat kaya.
Tidak jadi, Ditrisya buru-buru menghapus kalimat itu. Lalu mengganti dengan kalimat lain.
MoneySlave: Aku juga suka Bali. Suatu hari nanti, aku ingin menghabiskan masa tuaku di sana.
Pahala: Aku juga memikirkan hal sama. Aku ingin tinggal di sana nanti.
Pahala : Apa kamu ingin tinggal bersamaku?
Uhuk! Sungguh, gaya batuk Ditisya sangat berlebihan. Beberapa orang di warung tenda sampai meliriknya lantaran risih sekaligus takut cipratan partikel yang keluar dari mulutnya. Tapi Ditrisya tak peduli, balasan dari mate-nya itu sungguh amat sangat luar biasa. Tawaran menggiurkan.
"Air, Mas, tolong uhuk... air..." Ditrisya bisa mati konyol jika tenggorokannya tak dialiri air, padahal niatnya tadi hanya makan tanpa pesan minum karena ia masih punya air yang dibawanya dari rumah, sayangnya ia meninggalkannya di kantor.
"Mbak, uangnya jatuh." Anak buah Mas Supri berkata setelah meletakkan segelas air es di hadapan Ditrisya, mengulurkan uang pecahan seratus ribu yang baru dipungutnya dari bawah.
Ditrisya segera membuka dompetnya. Selembar uang lima puluh ribu serta beberapa uang pecahan dua ribuan masih utuh di sana. "Itu bukan punya saya." Jawabnya. Untuk diketahui saja, Ditrisya sangat membatasi pegeluarannya. Ia hanya akan membeli apa yang ia butuhkan, bukan yang ia inginkan. Setiap hari ia hanya akan membawa uang terbatas, sesuai jatah harian yang ia tetapkan sendiri.
"Terus ini punya siapa ya, Mbak?"
Ditrisya menggeleng tak tahu, padahal bisa saja ia mengakui uang itu sebagai miliknya, toh tidak ada yang merasa kehilangan juga.
Menolak rejeki haram baginya, tapi lebih haram lagi jika menerima rejeki tanpa jelas sumbernya. Ditrisya terobsesi menjadi orang kaya, namun bukan berarti harus melakukan segala macam cara. Ditrisya percaya bahwa bukan nominal yang yang menentukan seberapa kaya kita, melainkan kejujuran dari cara memperolehnya.
***
Di tempat lain, seorang pria tertawa tanpa suara kemudian meletakkan ponsel berlogo Apel tergigit keluaran terbaru miliknya di sisi sebelah piring putih lebar yang berisi beberapa iris daging, sejumput sayuran, dan beberapa titik saus. Pria itu menyantap makan mahalnya dengan elegan.
"Kenapa, Ahyar? Apa ada sesuatu yang lucu?"
Sejenak pria itu menangkat pandangannya ke arah wanita cantik berambut cokelat bergelombang di seberang tempat duduknya. Senyum Ahyar terukir mempesona, senyum andalan untuk memikat para gadis kaya.
"Nggak ada, aku cuma keinget kejadian lucu aja."
"Apa itu?" tanya gadis berwajah bak boneka porselen itu penasaran.
"Temanku merental mobil, dia pengen terlihat sempurna di kencan pertamanya. Tapi di jalan mereka dicegat beberapa preman bayaran dan mengambil mobilnya karena tamanku itu harusnya udah mengembalikan mobil itu kemarin."
Gadis itu tertawa renyah namun tak menimbulkan suara terlalu keras, memperlihat deretan giginya yang berjejer sangat rapih dan sangat putih hasil perawatan klinik dental mahal.
Ahyar sebenarnya tidak menyukai hal modifikasi semacam itu. Seperti ketampanannya yang alami, Ahyar lebih menghargai gadis yang bisa merawat rupa yang dianugerahkan Tuhan padanya. Tapi mau bagaimana lagi? memang susah hidup di lingkungan judgemental. Apa-apa yang tidak sesuai standar mayoritas akan dianggap salah. Jika mau hidup tenang, ya mau tidak mau harus menyesuaikan.
"Temanmu itu lucu sekali. Dia pasti malu ketahuan bohong, terus gimana sama cewek itu?"
Kemudian, Ahyar menceritakannya dengan mengalir. Si perempuan mendengarkan penuh minat, dia tidak tahu saja bahwa sebenarnya Ahyar sedang menceritakan pengalaman pribadinya.
"Tunggu sebentar, ada chat penting." Pesan penting yang dimaksud adalah merupakan balasan dari teman virtualnya dari situs pencarian jodoh yang iseng-iseng diikutinya. Perempuan itu menamakan dirinya sebagai Money Slave, ia memasang profile picture berupa sebatang pohon berbatang emas dan berdaun lembaran dollar, gambar itulah yang membuat Ahyar tertarik ingin mengenalnya lebih jauh. Sementara semua 'pencari jodoh' menulis biodata serendah hati mungkin, Money Slave justru terang-terangan menyebut bahwa dia menginginkan pria kaya raya sebagai jodohnya. Maka sekalian saja Ahyar mengerjainya.
MoneySlave : Apa kamu bercanda? Kita bahkan belum pernah bertemu. Aku ingin melihatmu sebelum memutuskan mau tinggal bersama kamu.
Sinyal minta kopdar, Ahyar menangkapnya dengan jelas. Pria itu lanjut membalas.
Pahala: Dengan senang hati aku ingin bertemu denganmu secepatnya. Besok sore aku sudah pulang, mau makan malam bersama?
Ekhem! Deheman itu menyadarkan Ahyar bahwa ikan arwananya merasa tidak dipedulikan. Ahyar meletakkan lagi ponselnya, mengalihkan tangannya mengenggam tangan Karina yang tergeletak di atas meja sambil mengulum senyuman. Sentuhan serta senyuman sesederhana itu, seketika mampu mencerahkan wajah Karina lagi.
"Ahyar, habis makan temenin aku belanja, ya?"
"Ah, Lain kali aja, Sweetheart. Bukannya aku tadi udah bilang dompet aku ketinggalan?"
"Nggak papa, aku bisa bayar sendiri."
"Oh, nggak bisa begitu. Urusan bayar membayar sudah jadi urusan cowok, nanti apa kata orang kalau malah kamu yang mengeluarkan dompet."
Karina mengibaskan tangan remeh. "Itu anggapan kuno. Jangan takut aku akan berpikir kamu cowok yang suka memanfaatkan cewek, aku percaya kamu nggak kayak gitu."
***
Dari restoran, Ahyar dan Karina beranjak ke salah satu mall yang terletak di kawasan elit Ibukota. Karina berdiri di belakang sebuah sedan hitam mengkilap, seri sama seperti jatah mobil Presiden. Supir pribadi sudah bersiap membukakan pintu setelah memasukkan beberapa goodie bag berisi barang belanjaan Karina di bagasi. "Kamu yakin nggak mau bareng aku sekalian?"
"Enggak, supirku udah di jalan, kok."
"Baiklah," Senyum Karina mendadak malu-malu, ia seperti sedang menimbang seauatu. "Aku pulang dulu," Ucapnya lalu disambung dengan kecupan di pipi Ahyar. "Aku nggak sabar buat ketemu sama kamu lagi," bisiknya sebelum berbalik cepat, masuk ke dalam mobil.
Ahyar tertawa kecil sambil melambaikan tangan, begitu mobil Karina menghilang dari jarak pandangan, Ahyar menangkat goodie bag kecil berlogo salah satu merek jam tangan ternama. Well, seperti yang Karina bilang, Ahyar bukan pria yang suka memanfaatkan perempuan, Ahyar hanya memanfaatkan kesempatan. Kesempatan saat si perempuan membelikannya barang secara suka rela hanya dengan sedikit permainan kata. Bukankah menolak rejeki itu dosa? Jadi Ahyar tak mau berdosa karena itu.
Ahyar menghubungi seseorang, menyuruhnya datang menjemput. "Dimana lo? Jemput gue sekarang." Katanya bernada perintah dan menyebutkan mal tempatnya berada.
Satu jam lebih, Ahyar berdiri di pelataran mal menunggu si penjemput. Banyak mobil hilir mudik, namun tak ada yang berhenti di depannya. Ahyar mengecek jam tangan sekali lagi, lalu berdecak kesal. Dalam hati bersumpah akan menghabisi orang itu jika lima menit lagi belum juga sampai.
Hingga terdengar suara kerontang yang makin lama makin mendekat, Ahyar menegakkan badan ketika sebuah skuter berwarna putih gading mengerem mendadak di depannya. "Yok, Bang." Pengemudi skuter itu menyengir lebar, giginya nampak putih untuk kulit wajahnya yang kusam kecokelatan.
"Lama, dari mana aja sih?" sengus Ahyar, sambil tetap naik ke boncengan belakang skuter itu. "Kita harus mampir ke pasar dulu sebelum kesorean."
"Mau ngapain?"
"Beli jeruk."
"Loh, emangnya mal segede ini nggak ada supermarketnya?"
"Supermarket nggak jual jeruk busuk, b**o!"
Doni mengangguk-angguk, baru ingat peruntukan jeruk busuk itu untuk apa.
***
Dengan alasan meriang, Ditrisya mendapat izin pulang dua jam lebih awal. Gadis itu memang sedang panas dingin, tapi bukan karena sakit, melainkan gugup. Untuk pertama kalinya ia akan melakukan kopi darat dengan salah satu mate yang sering menemaninya kala kesepian. Mate yang ini berbeda, sepertinya, dia punya semua syarat sempurna pria idaman Ditrisya.
Namanya Pahala, dia bilang itu nama belakangnya. Dia enggan memberitahu nama lengkap dan wajah asli, sebagaimana Ditrisya juga demikian. Pria itu memasang profile picture berupa mirror selfie dengan ponsel menutupi wajah dan dalam keadaan shirtless. Tonjolan ototnya terlihat mengagumkan, namun sayang ponsel yang dipakainya untuk memotret menutupi seluruh wajahnya . Dia sengaja membiarkan kolor mahal yang dibintangi oleh David Beckham mengintip sedikit. Pahala pernah bersumpah bahwa itu foto aslinya.
Meskipun pergaulannya hanya berputar di lingkup kantor, Ditrisya bukanlah orang senaif dan selugu itu. Ia menyadari betul bahwa tidak ada jaminan keaslian di dunia maya. Setiap orang memiliki banyak wajah dan dia bebas memakai yang mana. Profil yang ditulis tidak seakurat catatan dosa milik malaikat Atit. Ditrisya tidak akan kecewa jika kenyataannya Pahala tidak sesuai dengan di dunia maya, karena Ditrisya sendiri juga bukan seperti yang dia ceritakan. Tapi, jika Pahala benar muda, tampan, dan kaya raya, Ditrisya patut mengucap Alhamdulillah.
Untuk berjaga-jaga saja, Ditrisya sengaja memakai baju terbaik yang dimilikinya. Kalaupun tidak tampan, Ditrisya bisa terima asal kaya. Kalau tampan tapi tidak punya harta, maaf-maaf saja ya, ini akan jadi pertemuan pertama sekaligus terakhir mereka.
Cukup lama Ditrisya menimbang diantara dua gaun yang dimilikinya, apakah gaun selutut bermotif polkadot atau gaun merah dengan bunga-bunga warna putih. Ditrisya menolak gaun kedua, gaun itu akan membuat semua orang yang melihatnya berpikir bahwa bulan agustus datang tiga bulan lebih cepat. Gaun polkadot menjadi pilihan terakhir lantaran jeans dan kemeja bukanlah pilihan baik untuk kopi darat dengan seorang eksekutif muda. Sebagai sentuhan terakhir penampilannya, Ditrisya mengoleskan lipstik merah di bibir tipisnya. Ditrisya mengedip nakal, lalu praktek tersenyum menggoda yang justru terlihat tidak lebih baik dari senyum alaminya.
Ditrisya tidak peduli dengan fashion, tidak pernah memperhatikan gaya berpakaian orang lain, apalagi secara khusus membeli majalah mode hanya agar tidak ketinggalan tren terkini. Ditrisya hanya memakai pakaian yang sekiranya pantas dilihat, nyaman dipakai, dan aman di kantong.
Matahari mulai menyingsing ke peraduan. Ditrisya tak ingin membuat kusut pakaiannya dengan memakai jaket guna melindungi kulit kuning langsat alaminya dari sinar ultra violet. Ditrisya hanya memakai helm ketika terjun ke jalan raya menggunakan motor bebeknya. Kontan pemampilannya menarik perhatian pengguna jalan lain, namun Ditrisya yang terlalu fokus menyetir sembari membayangkan rupa Pahala, tidak terlalu menyadarinya. Kalaupun sadar, Ditrisya juga tidak akan peduli.
Bukan sanjungan orang yang membuatnya kenyang, bukan pula cibiran yang membuat nyawanya melayang. Seperti kentut, omongan orang itu baunya hanya tercium sebentar, lalu lenyap menghilang.
Oh, ya sebelum pergi tadi Ditrisya sempat berdoa supaya harinya dilancarkan. Ditrisya tidak berdoa setiap hari, hanya untuk hari-hari tertentu saja lantaran gadis itu tidak mau jadi manusia yang banyak meminta sementara kewajibannya banyak diabaikan. Maka tak heran kalau Tuhan susah sekali mengabulkan doanya.
Sedang asyik-asyiknya menyetir, tiba-tiba tarikaan motornya terasa berat dan tidak seimbang, menghindari kejadian lebih buruk, Ditrisya menepikan motornya dan benar saja, ban belakangnya kempes. Ditrisya mengambil sebuah jeruk yang menempel di ban atas. Normalnya jeruk itu akan jatuh karena adanya gravitasi bumi, kalau tidak jatuh, berarti ada yang menahan.
"Apa ini?" Ditrisya mengangga melihat sebuah paku berkarat tersembunyi di dalam buah jeruk hampir busuk itu.
Tukang sayur paling ceroboh sekalipun tidak mungkin sengaja menyelipkan paku untuk mengerjai pelangannya. Jeruk berpaku itu pasti sengaja dibuat dan disebar si jalan raya untuk meningkatkan angka ban bocor yang berimbas pada meningkatnya servis di bengkel. Ah, trik yang sungguh licik.
Ditrisya mengeram marah. Kenapa di dunia ini masih saja ada orang licik yang menggunakan cara kotor untuk mendapatkan uang. Siapapun dia, dia orang yang sangat egois dan tidak berperikemanusiaan. Ditrisya bersumpah orang itu akan miskin seumur hidup.