Ditrisya merutuk diri, merasa jahat lantaran pura-pura senang dengan kabar yang dibawa Ahyar. Dari sekian jenis pekerjaan, Ditrisya tidak menyangka Ahyar akan memilih kembali ke bidang itu.
"Gimana prosesnya? Kamu kok nggak pernah cerita?" Kemudian dengan mata berbinar-binar, Ahyar menceritakan pertemuannya dengan Sandra, lalu mereka melakukan casting bersama, dan mendapatkan kontrak itu bersama juga. Prosesnya memang terbilang cepat, tapi bukan sekejap. Dan dari Ahyar merencanakan ikut casting hingga mendapatkan tawaran itu, Ahyar sama sekali merasa tidak perlu memberitahu Ditrisya. Dia tidak ingin mendengar pendapat Ditrisya sebelum memutuskan, seperti yang dulu selalu Ahyar lakukan.
Ditrisya memang tidak mengerti cara dunia modeling bekerja. Namun apakah salah jika Ditrisya ingin dirinya dilibatkan serta? Paling tidak, Ditrisya tahu perkembangannya saja.
Apa mungkin kejadian di rumah orangtuanya terakhir kali membuat Ahyar tidak bisa mempercayai Ditrisya lagi? Apa mungkin Ahyar merasa Ditrisya selama ini lancang terlalu ikut campur dalam hidupnya?
Ditrisya menggeleng-gelengkan kepala, berusaha menepis pikiran-pikiran itu. Sebab jika tidak dihentikan, pikiran itu akan bercabang liar.
"Ternyata bukan jadi pengusaha, Di. Selain koruptor, pekerjaan yang bisa buat kita cepat kaya adalah menjadi artis."
Ditrisya bisa melihat kilatan semangat di matanya. Jauh lebih bersinar dari saat Ahyar mengutarakan niatnya memulai bisnis. Ditrisya menelan ludah pahit, gadis itu merasa senang dan sedih dalam sekali waktu. Sungguh ia senang Ahyar akhirnya menemukan gairah lagi dalam hidupnya.
"Kamu lihat aja, Di, nggak sampai setahun aku pasti udah bisa ngelunasin utang ke Galang, beli mobil, dan punya tempat tinggal atas namaku sendiri. Di saat itu terjadi, Di, kamu udah nggak perlu mengkhawatirkan apa-apa lagi," ungkap Ahyar berapi-api.
"Wah, iya, ya?" Ditrisya hanya tersenyum canggung, sembari mengaduk minumannya perlahan. Kemampuan olahkatanya sangat memprihatinkan. Ditrisya tidak bisa berpura-pura senang lebih dari ini.
Mendengar kata artis, hal pertama yang terlintas di benaknya adalah gaya hidup hedonis.
Bahkan sebelum menjadi artis besar, Ahyar sudah terbiasa dengan kehidupan mewah. Di saat Ahyar sudah mulai menjadi 'normal', bergaya seseuai kemampuan, Ditrisya takut Ahyar kembali menjadi sosok mengerikan yang rela menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan uang demi membeli barang-barang premium agar mendapat pengakuan dari orang-orang.
Bukan Ahyar seperti itu yang membuat Ditrisya jatuh cinta.
"Di..." Ditrisya mengerejap saat Ahyar menggerakkan tangan di depan wajahnya, tidak sadar telah melamun. "Diem aja, ngomong apa, gitu."
Ditrisya menyeruput minumannya sedikit, membasahi tenggorokannya yang mendadak kering kerontang. "Kenapa harus artis, Yar?"
"Kenapa?" Ahyar balik bertanya, "kenapa tidak dengan artis?"
"Maksudku, dari sekian banyak pekerjaan, nggak harus yang cepat menghasilkan uang. Kenapa kamu memilih jadi artis?" Tanya Ditrisya berhati-hati.
"Kamu nggak suka?" raut wajah Ahyar sekejap berubah dingin.
"Bukannya nggak suka, aku cuma..." Ditrisya memutuskan untuk tak lanjut bicara, karena ia benar-benar tak tahu harus mengatakan apa. Ahyar pun tampaknya tidak benar-benar ingin mendengar pendapat Ditrisya. Seakan-akan sudah siap dengan argumen, seandainya Ditrisya mengaku tidak suka.
Ahyar meraih tangan kanannya, mengenggamnya di tengah-tengah meja. "Aku tahu apa yang kamu takutin," kata Ahyar dengan suara melembut. "Emang apa salahnya jadi artis? Gambaran kehidupan mereka yang kamu lihat di infotainment itu nggak mewakili semuanya. Malah sebagian ada yang sengaja menjual berita demi tetap bisa muncul di TV."
"Aku ngerti," Ditrisya membalas tatapan Ahyar gusar, "tapi, kehidupan kamu pasti beda dari yang sekarang. Kamu-"
"Aku akan tetap jadi Ahyar Pahala yang kamu kenal. Aku nggak akan berubah. Itu cuma pekerjaan."
Ditrisya berusaha langsung mempercayainya, tapi itu tak semudah keinginannya. Ia melepaskan tangannya dari tangan Ahyar dengan kesal. Kesal karena merasa tidak berdaya, tidak setuju tapi tidak bisa melarang juga. "Nanti makin banyak cewek cantik yang ngejar-ngejar kamu," decaknya asal.
"Kamu tetap yang nomor satu." Senyum Ahyar terkulum maklum, mengira cuma sebatas urulah alasan keresahan Ditrisya. "Apapun pekerjaanku, itu sama sekai nggak ada hubungannya sama perasaan aku. Sebisa mungkin aku akan melibatkan kamu. Sebelum menerima proyek, aku pasti ngomong ke kamu. Setiap hari kita komunikasi, kan, jadi kamu nggak perlu khawatir aku macam-macam."
"Tetap aja, Yar...," desah Ditrisya pesismis semua akan berjalan semudah itu.
Dengan gemas Ahyar berkata lagi, "Di, sejujurnya aku melakukan ini karena aku mikirin banget omongan Kakak kamu, kalau semangat aja nggak cukup. Aku harus tahu keahlianku, dan aku rasa di situlah aku seharusnya berada. Aku mau mencoba ini dulu, Di. Aku masih ingin coba berbisnis lagi, tapi nggak sekarang. Walau aku nggak punya prestasi, seenggaknya aku ingin punya banyak uang, jelas Ahyar.
Ditrisya mengedip berat, disusul dengan sebuah anggukan kepala. Memangnya apa lagi yang bisa Ditrisya katakan? Ahyar tampak sangat yakin dengan langkahnya, dan sebagai orang yang meyayangi Ahyar, Ditrisya tidak punya pilihan selain mendukunhnya.
Ahyar tersenyum lebar, ia meraih tangan Ditrisya lagi dan mengenggamnya makin erat. "Terima kasih, aku pasti bisa jaga diri."
"Dan pastikan jaga hati kamu juga."
***
Lima bulan kemudian.
Sejauh ini Ahyar masih menepati janjinya untuk menjaga diri dan hatinya, meski mereka makin jarang bertemu seiring dengan kesibukan Ahyar yang menggila.
"Iya, aku udah makan. Kamu udah di rumah, kan? Jangan keluar malam sendirian, aku masih harus lanjut syuting," pesan Ahyar sebelum memutus panggilan teleponnya. Setidaknya satu kali sehari di malam hari, Ahyar masih selalu menyempatkan diri untuk menghubunginya di sela jadwal kegiatannya.
Debut sebagai seorang bintang iklan produk perawatan rambut bersama Sandra, wajah Ahyar sangat mudah dikenali. Seperti iklan yang sedang di lihat Ditrisya sekarang ini di televisi swasta, tampak seorang gadis bertopeng menyelinap di antara orang-orang di sebuah pesta. Sang pria yang jatuh hati pada rambut hitam panjangnya berkeliling mencarinya, dan menemukannya di tengah lantai dansa. Mereka berdua pun berdansa, ada satu waktu ketika rambut panjang sang wanita menampar wajah sang pria. Sang pria membuka topeng sang wanita, dan mereka saling bertatapan penuh cinta. Sang pria adalah Ahyar dan wanitanya adalah Sandra.
Iklan yang sangat mengagumkan, siapapun yang melihat pasti bisa merasakan chemistry di antara keduanya. Tak lama setelah video iklan beredar, wajah mereka mengisi billboard-billboard besar di pinggir jalan.
Sejak saat itu berbagai tawaran pekerjaan untuk Ahyar berdatangan. Terakhir dan yang paling besar, Ahyar ditawari bergabung dalam produksi sebuah judul sinetron yang sudah terkenal karena sudah menayangkan ratusan episode. Ahyar akan muncul sebagai tokoh baru, tentu saja semakin banyak tokoh yang terlibat maka akan semakin banyak kisah yang bisa diangkat, hingga menjadi ribuan episode tergantung antusiasme penonton. Tanpa peduli dengan alur cerita yang melenceng dari ide awal.
Awalnya Ahyar ingin menolak tawaran itu, lantaran Ahyar ingin fokus menjadi aktor film yang industrinya dinilai lebih baik dengan skenario-skenario yang berkualitas. Tapi managernya mengingatkan bahwa yang Ahyar butuhkan sekarang bukan kualitas proyek, tapi kuantitasnya. Semakin sering Ahyar dilihat, semakin cepat pula ia terkenal. Dan, kebanyakan orang terkenal itu pasti sukses.
"Lagipula, sinetron bisa ngasih aku uang lebih cepat dan lebih banyak," tambah Ahyar saat menceritakan rencananya bergabung di proyek itu pada Ditrisya tiga bulan lalu. Lebih tepatnya, Ahyar hanya memberitahu lantaran saat itu keputusan sudah bulat. Itulah janji yang sejauh ini belum Ahyar tepati, yaitu melibatkan Ditrisya dalam pengambilan keputusan tiap proyek yang akan dikerjakannya.
Ditrisya kembali memfokuskan perhatiannya pada layar televisi yang menampilkan sinetron Ahyar. Di sana Ahyar memerankan tokoh seorang anak kuliahan yang suka membohongi orang tuanya. Karakter Ahyar digambarkan pemalas dan cerdik dalam menipu.
"Ahyar lebih ganteng aslinya, ya, Mbak, daripada di tivi,"komentar Ibu yang duduk di sampingnya, "dia berubah nggak, setelah jadi artis?" tanya Ibu lagi. "Sampai sekarang Ibu nggak nyangka anak Ibu punya pacar artis."
"Dia masih sering ngasih kabar, kok, Bu. Yang berubah sekarang palingan kita yang makin jarang ketemuan." Malam ini Ditrisya menginap di rumah ibunya karena merasa suntuk di rumah sendirian, besok adalah hari libur.
"Dunia artis itu banyak godaannya. Kamu kalau kamu nggak yakin bisa membuat dia tetap setia, lebih baik--"
"Aku percaya sama Ahyar, Bu."
"Percaya aja nggak cukup, Tri. Di lautan itu bukan cuma kapal yang lewat. Kadang, ada sampah dan kotoran juga. Kalau laut itu nggak dijaga kebersihannya, ikan yang hidup di sana bisa tercemar dan mati. Ngerti nggak maksud Ibu? Jangan sampai kamu baru menyesal ketika laut yang kamu tinggali itu tercemar."
Ditrisya menghela napas, malas membalas. Ini bukan perkata kalinya Ibu berusaha meminta Ditrisya mempertimbangkan kembali hubungannya dengan Ahyar, dengan berbagai alasan yang sebenarnya hanya ketakutan-ketakutan.
Ditrisya bukannya tidak takut. Ia yakin tidak ada seorang pun yang tahu sekeras apa Ditrisya berusaha mengenyahkan rasa takut itu. Perasaan minim percaya diri yang sebelumnya berhasil ia tidurkan, kini bangkit lagi. Setiap hari Ahyar dikelilingi gadis-gadis cantik dan satu frekuensi dengannya. Ditrisya menemukan ada lebih banyak alasan mengapa Ahyar harus meninggalkan Ditrisya, daripada mempertahannnya. Satu-satunya yang masih membuat Ditrisya percaya diri hubungannya dengan Ahyar memiliki masa depan adalah percaya bahwa Ahyar akan menjaga diri dan hatinya.
Namun, Ditrisya tidak akan mempertaruhkan seluruh kepercayaannya. Merupakan sifat alami setiap orang menginginkan yang terbaik. Dulu pun Ahyar melepaskan Sisil untuk mempertahankan Ditrisya. Seandainya kedepannya Ahyar menemukan seseorang yang lebih baik Ditrisya, maka ia akan melepasnya. Karena hidup adalah pekara melepaskan untuk mendapatkan. Seperti itu seterusnya.
"Aku sebenarnya nggak setuju Ahyar memilih jadi artis," ungkap Ditrisya disertai desahan pendekm "Kalau boleh milih, aku ingin hidup biasa-biasa saja. Tapi aku bisa apa, Ahyar kelihatan sangat menikmati dunia barunya. Dan sampai sejauh ini, dia berhasil nunjukin kalau sikapnya ke aku nggak berubah."
"Maunya Ibu juga punya mantu biasa-biasa aja." Ibu menatap Ditrisya sayang. "Tapi Ibu juga nggak bisa ngelarang, karena kamu kelihatan sayang sekali sama Ahyar. Kalau kata Catur, kamu itu bucin banget."
Ditrisya tersenyum kecut. "Sialnya begitu."