Malam semakin larut, tapi sepasang pengantin baru beda usia itu benar-benar tidak bisa mendapatkan tidur terbaiknya.
Ini adalah kali pertama bagi Galuh, terbaring di ranjang seorang laki-laki asing yang bahkan tidak pernah dia kenal sebelumnya, tapi laki-laki itu tiba-tiba sudah berstatus suaminya terhitung sejak siang tadi. Rasanya sangat aneh untuk Galuh , tapi ini justru jauh lebih aneh untuk Teo Mervino sendiri.
Ini bukan kali pertama Teo tidur dengan seorang wanita, dulu dia juga menghabiskan malam dengan bercerita dan bercinta, tapi itu sudah sangat lama, sangat lama, bahkan Teo sudah lupa bagaimana rasanya dan hari ini tanpa sebuah isyarat seorang gadis muda dan cantik sudah resmi menjadi istrinya.
"Kau masih belum tidur?" Lirih Teo saat melihat punggung Galuh bergeser dan sedikit gelisah meskipun Galuh sedang memejamkan matanya. Teo menghela napas sembari melepasnya dengan sangat lembut. "Aku tidak bisa mendapatkan tidur ku. Jujur aku gugup." Ucap Teo setelahnya dan perlahan Galuh kembali membuka matanya sembari menghembuskan napasnya dengan sangat pelan.
"Kenapa?" Tanya Galuh yang hanya menolehkan wajahnya ke arah Teo dan Teo kembali menghela napas.
"Entahlah. Aku sendiri tidak tau." Jawab Teo singkat. Teo benci dengan perasaannya saat ini, Teo benci saat rasa itu tiba-tiba merayap dengan sangat tidak sopan. Teo benci dengan pikirannya sendiri karena sekarang tiba-tiba dia menginginkan gadis ini, gadis yang sedang terbaring indah di ranjangnya, terlebih lagi statusnya adalah istrinya.
Gelisah, ya Teo sedang sangat gelisah tapi sebisa mungkin Teo menyembunyikan semua itu dari gadis cantik ini.
Teo bangkit dari rebahnya, menurunkan kakinya di bibir ranjang lalu menahan kepalanya yang tiba-tiba terasa berdenyut karena nyeri dan Galuh melihat sikap tidak tenang itu dan ikut bangkit dari rebahnya. Galuh Hanya duduk di atas ranjangnya tanpa ingin menurunkan kakinya ke lantai, selimut masih menutup setengah tubuhnya dan kedua tangannya turut meremas bagian sisi selimut itu.
"Aku benci dengan perasaan ini. Aku benci dengan pikiranku saat ini." Lirik Teo sambil menjambak rambutnya dengan sebelah tangannya lalu mengusap wajahnya dari rasa gelisah itu.
"Apa maksud Om? Apa Om tidak nyaman jika Galuh tidur di sebelah Om?" Tanya Galuh dengan sangat lirih dan masih dengan perasaan gugupnya. Sejujurnya, Galuh jauh lebih merasa tidak nyaman, tapi sebisa mungkin Galuh bersikap tenang karena ingat pesan bibik, jika dia harus bisa menjadi istri yang baik untuk suaminya. Tak peduli siapapun orangnya, kini laki-laki inilah yang harus dia hormati dengan segenap hati setelah ayahnya.
"Tidak. Tidak seperti itu Galuh. Tapi aku hanya benci dengan pikiranku saat ini terhadapmu!" Tolak Teo buru-buru sebelum Galuh berpikir jika dia tidak senang gadis itu tidur di sebelahnya. Sungguh Teo sangat senang karena malam ini dia tidak lagi tidur sendiri hanya saja yang Teo sesalkan adalah kenapa dia justru menginginkan gadis muda itu sekarang.
"Pikiran Om terhadapku?" Kutip Galuh tidak mengerti.
"Iya dan aku tidak suka jika harus mengatakannya padamu!" Balas Teo setelahnya.
"Apa?" Tanya Galuh sambil menunduk dan semakin meremas selimutnya, tapi Teo justru semakin merasa gelisah sekarang.
"Tidak. Aku tidak bisa mengatakannya." Lirik Teo dengan sangat pelan, tapi Galuh justru mengangkat wajahnya, menatap punggung Teo.
"Kenapa? Katakan saja, Om!" Ucap Galuh terdengar sedikit lebih tegas meskipun masih dengan suara yang sangat lirih.
"Aku tidak bisa meredam rasa inginku padamu! Aku sangat ingin menyentuhmu, tapi aku tidak bisa karena kau adalah putri sahabatku, dan itu artinya kau juga sama dengan putriku!" Ucap Teo setelahnya tanpa menoleh ke arah Galuh ketika berbicara, dan Galuh langsung mengerti maksud dari ucapan Teo tadi.
Bohong. Bohong jika Galuh tidak merasakan hal yang sama saat ini. Maksudnya Galuh juga sangat enggan ketika harus disentuh oleh laki-laki ini. Teo sama tuannya dengan ayahnya, Evan, dan sama seperti Teo yang berpikir Galuh adalah putrinya, Galuh juga merasa Teo sudah seperti ayahnya. Tapi kenyataan justru menampar dua orang dengan perbedaan usia yang sangat jauh itu bahwa kini mereka adalah pasangan suami istri, dan Galuh seolah tidak punya pilihan lain selain memahami posisinya saat ini , posisinya di samping seorang Teo Mervino, bahwa saat ini dia adalah istri laki-laki tua ini.
Tanpa di minta, atau tanpa menunggu Teo kembali mengatakan hal itu, Galuh turun dari ranjangnya, melepas gaun tidurnya, hingga tidak ada kain yang menempel di tubuh putihnya, lalu kembali membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
Seperti sebuah sajian, Galuh seolah menyajikan tubuhnya di atas ranjang untuk Teo sentuh dan nikmati, karena bagaimanapun Galuh tau kewajiban seorang istri adalah menenangkan hasrat suaminya dan jika tadi Teo mengatakan tidak bisa tidur karena terus terusik dengan pikiran kotornya karena menginginkan dirinya, bukankah Galuh akan sangat kejam jika tidak bisa menenangkan rasa itu, setelah apa yang laki-laki ini lakukan untuk keluarganya, terutama untuk ayahnya.
"Om. Galuh siap. Galuh siap jika Om ingin melakukannya sekarang. Lakukan lah. Galuh tidak apa-apa!" Ucap Galuh dan baru setelah Teo menoleh ke belakang di mana Galuh merebahkan tubuhnya dan Teo langsung syok saat melihat gadis muda itu benar-benar tanpa busana tersaji dengan sangat indah di sana.
"Apa yang kau lakukan, Galuh?" Syok Teo yang justru mengangkat selimut yang sedang dia duduki itu untuk menutup tubuh polos gadis itu.
"Bukankah tadi Om mengatakan sedang gelisah dan tidak bisa tidur karena menginginkan Galuh? Maka Galuh tidak bisa membiarkan itu terus terjadi pada Om. Galuh tidak apa-apa, dan Om berhak melakukan itu pada Galuh. Galuh tahu posisi Galuh saat ini adalah istri Om. Jadi suka atau tidak, siap atau tidak Galuh memang harus menerima kodrat Galuh sebagai seorang istri." Ucap Galuh terdengar sangat tulus dan Teo langsung terdiam saat gadis itu berucap seperti seorang wanita dewasa.
"Tapi kau terlalu muda, Galuh!" Ucap Teo dengan sangat lirih dan kali ini Galuh terlihat menghela napas dengan sedikit senyum, untuk menyembunyikan rasa gugup dan takutnya.
"Apa Om tadi sebenarnya ingin mengatakan jika Om menyesal menikahi Galuh?" Balas Galuh lagi dan Teo buru-buru menggeleng karena ternyata dia tidak tau jika Galuh justru akan berpikir demikian.
"Tidak. Tidak seperti itu Galuh." Jawab Teo dengan sangat frustasi, dan tanpa bisa menahan hasratnya lagi, detik itu juga Teo menjangkau bibir hangat Galuh dengan sangat lembut berharap rasa itu bisa di redam tapi naas, rasa itu justru semakin bergejolak ingin di turuti dengan cara lebih.
Galuh hanya diam menerima sentuhan yang baru saja Teo lakukan di bibirnya. Galuh belum bisa membalasnya, tapi sebisa mungkin Galuh bersikap tenang dengan membiarkan Teo melakukan itu seperti yang dia inginkan. Teo hanya mencium bibir itu dengan ciuman hangat tanpa melakukan apapun seperti yang belakangan Danny tulis di beberapa judulnya yang lain, seperti lumatan dan sebagainya. Tidak. Teo tidak melakukan itu, lebih tepatnya belum berani melakukan itu, Teo tidak mau jika sampai Galuh trauma jika dia terburu-buru melakukannya terlebih lagi jika dia mengikuti gairahnya yang sudah lama terpendam. Teo hanya mencium bibir itu dengan hanya menempelkan bibirnya, dan menunggu reaksi Galuh dengan apa yang baru saja dia lakukan.
Sungguh di luar dugaan, Galuh justru terlihat membagi senyum meskipun sangat tipis. Dia tidak marah atau memberonta dan Teo kembali menciumnya dengan cara yang sama, menangkup kedua pipi Galuh dengan perasaan yang luar biasa.
"Maaf!" Lirih Teo tapi Galuh kembali tersenyum.
"Itu tidak perlu, Om! Galuh akan mencoba membiasakan diri dengan Om!" Jawab Galuh dengan sangat tulus dan bohong jika Teo tidak ingin untuk kembali melakukan lebih.
Kamar itu dilengkapi dengan pendingin ruangan tapi tiba-tiba seluruh tubuh Teo terasa sangat panas dan gerah. Dan entah sejak kapan Teo melepas baju tidurnya , dan sudah berada di bawah selimut yang sama dengan selimut yang menutup tubuh polos Galuh, juga menarik pinggang ramping Galuh untuk lebih dekat dengannya.
Membelai kulit wajah juga punggung Galuh dengan sangat lembut dan Teo bisa merasakan jika Galuh sedang menegang karena gugup tapi bukankah Teo juga merasakan hal yang sama, dan sepertinya itu memang wajar terjadi pada mereka yang baru pertama kali melakukan itu.
"Apa ini adalah kali pertama kau melakukan ini?" Tanya Teo tiba-tiba setelah dari tadi dia membelai kulit tubuh Galuh untuk membuat Galuh merasa rileks namun sampai saat ini gadis cantik itu masih saja terasa kaku. Galuh langsung mengangguk, hanya mengangguk tanpa menjawab ia atau tidak karena tiba-tiba suaranya terasa tercekal di tenggorokannya karena rasa takut yang semakin kentara.
"Apa kau tidak apa-apa jika aku ingin melakukannya sekarang?" Teo kembali meminta ijin gadis itu dan Galuh kembali mengangguk dan Teo kembali mengecup bibir gadis itu.
"Aku akan melakukannya dengan hati-hati. Jadi tolong katakan jika kau merasa tidak enak , atau merasa jika aku menyakiti mu." Bisik Teo saat menaungi tubuh kecil Galuh yang bahkan masih merasa gugup.
Teo melakukannya di bawah selimut, dengan meminta gadis itu menatap matanya, hanya menatap matanya sementara Teo mencoba memaksa miliknya untuk tenggelam dalam tubuh gadis itu. Di percobaan pertama dan kedua Teo gagal, dan tepat di percobaan ke tiga, akhirnya ujung kepala miliknya bisa menerobos gerbang sempit gadis itu.
Galuh langsung menggigit giginya sendiri, juga langsung mencengkram seprai di bawahnya, saat merasa sesuatu yang tumpul menembus bagian sensitif miliknya, dan Teo berhenti sejenak untuk melihat reaksi Galuh dengan benda keras miliknya yang sudah sangat sulit untuk dia kendalikan.
"Apa?" Tanya Teo hanya dengan isyarat gerakkan dagu tanpa suara dan Galuh menggeleng tapi setelah itu mengangguk sebagai jawaban dari isyarat yang coba Teo berikan.
"Aku bisa berhenti, jika kau belum siap!" Bisik Teo setelahnya saat melihat tangan Galuh semakin kuat mencengkram seprai itu tapi Galuh justru menggeleng.
"Tidak apa-apa. Galuh akan menahannya untuk Om!" Jawab Galuh sama lirihnya dan Teo langsung menurunkan pinggulnya hingga miliknya tenggelam secara sempurna dan pinggang Galuh semakin beringsut mundur dengan semakin mencengkram segala yang bisa dijangkau tangannya.
Ada air asin yang spontan merembes di kedua sudut matanya, dan Teo kembali diam agar Galuh lebih tenang, mengusap air asin itu dari pelipis Galuh , lalu mencium kening Galuh juga mengusap rambut lebat gadis itu.
"Maaf!" Bisik Teo di ujung kepala Galuh dan Galuh mengagguk, tapi Teo yang justru tidak berani bergerak sekarang saat merasa ada cairan hangat ikut menyertai di bagian bawah tubuh Galuh.
"Maaf! Maaf jika aku harus melakukan ini dengan cara cepat , karena dengan begitu kau tidak akan menahan sakit ini lebih lama!" Bisik Teo lagi dan Galuh mengangguk dan baru setelah itu Teo kembali menggerakkan miliknya dengan sangat pelan untuk membiasakan Galuh menerima tubuhnya, dan saat Teo merasa Galuh sudah tidak begitu kaku, barulah Teo menaikan tempo gerakannya hingga rasa itu benar-benar meledak dengan sangat nikmat di dalam sana.
Seluruh otot dan persendian Teo langsung lemas dan saat Teo merasa dia sudah benar-benar selesai dengan gejolak itu, barulah Teo menarik miliknya, dan menenangkan setiap partikel yang sedari tadi ikut membantunya menyelesaikan misinya malam ini. Napasnya terasa memburu, dadanya naik turun dengan sangat cepat, dan keringatnya hampir memenuhi setiap otot dan wajahnya, sementara Galuh langsung beringsut memeluk selimut dengan kaki di tekuk menahan nyeri di pangkal pahanya.
Teo melirik jam di dinding kamar itu, dan jam sudah menunjukan angka satu dini hari , dan itu artinya dari jam sepuluh hingga jam satu dini hari dia berusaha membuat miliknya tenang tapi baru bisa tenang setelah tenggelam selama lima menit dalam tubuh wanitanya.
Setelah cukup tenang, Teo bangkit dari ranjangnya, bergegas ke kamar mandi untuk membersih sisa percintaan itu dan saat Teo keluar dari kamar mandi, Teo melihat Galuh masih meringkuk memeluk selimut dan menekan inti tubuhnya. Teo tau jika gadis itu menahan rasa sakitnya, jadi Teo tidak bertanya tapi langsung kembali masuk ke dalam selimut dan memeluk punggung Galuh , mencium punggung itu lalu berbisik, "terima kasih. Terima kasih sudah menerima ku sebagai suamimu. Terima kasih sudah bersedia menenangkan gelisah ku. Terima kasih!" Bisik Teo di punggung Galuh lalu membelai rambut Galuh dengan sangat lembut, dan Galuh hanya mengangguk.
"Tidurlah. Dan jangan banyak bergerak!" Ucap Teo lagi , sembari mencium kepala Galuh dan Galuh kembali mengangguk. Teo sengaja tidak meminta Galuh untuk bangun dan membersihkan diri, karena Teo tau jika Galuh pasti merasakan sakit yang sangat perih sekarang, dan jika Galuh memaksakan diri untuk bangkit dan membersihkan miliknya, sudah pasti akan semakin terasa perih, jadi membiarkan Galuh terlelap adalah pilihan terbaik saat ini, dan selebihnya akan dia pikirkan besok.