Prolog
"Keyla tidak mau menikah dengan Om Om. Lagi pula Keyla sudah punya calon suami." Ucap Keyla saat duduk di kursi busa sedikit usang, rumah tahanan. Keyla adalah anak tertua dari tiga bersaudara, dan mereka, dia dan kedua adik perempuannya sama-sama belum menikah. Galuh adiknya hanya diam tak berani mendebat ucapan Keyla kakak nya, sementara anak kedua pak Evan malah bersikap dingin dan memilih pergi dan tidak ingin ikut di pembicaraan yang sama sekali tidak ingin dia dengar dari seorang terduga korupsi meskipun itu adalah ayahnya.
"Papa tidak punya pilihan lain, selain menerima tawaran Teo untuk membantu masalah di perusahaan Papa, jadi Papa mohon bantu lah, Papa." Ucap Evan dengan tidak berdaya. Dia sedang terancam hukuman penjara, dan jika dia sampai terbukti melakukan penggelapan uang perusahaan, bisa di pastikan dia akan mendapatkan hukuman berupa kurungan penjara dalam waktu yang lama dan itu tidak bisa Evan bayangkan terjadi padanya. Evan tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada ketiga putrinya jika dia sampai di penjara sepuluh tahun atau bahkan seumur hidupnya. Terlebih kemarin kuasa hukumnya juga mengabarkan jika rumah dia dan ketiga putrinya sudah di segel pihak penyidik.
Evan di jebak dalam kasus penggelapan uang perusahaan yang dia pimpin, dan sekarang perusahaan itu terancam bangkrut karena hampir semua kolega bisnisnya ingin menarik saham mereka secara penuh, dan itu sama artinya dengan kehancuran bagi perusahaan itu, juga Evan pastinya.
Evan sudah meminta bantuan pada semua sahabat dan kerabatnya, tapi sampai detik ini belum satupun dari mereka yang siap untuk membantunya dan jauh dari yang Evan bayangkan Teo Mervino yang merupakan teman masa mudanya tiba-tiba menawarkan bantuan dan siap membantu perusahaannya juga masalahnya saat ini.
"Tapi tidak mesti harus menikah dengan Om Teo kan, Pa. Apa tidak ada cara lain untuk membalas bantuan itu?" Tolak Keyla benar-benar tidak ingin menerima permintaan ayahnya untuk bersedia di nikahi oleh Teo Mervino yang bahkan usianya hampir sama dengan ayah mereka. Evan menatap punggung Fera, putri keduanya yang keluar dan berlalu dari tempat itu, dan Evan tau jika putrinya yang satu itu memang cenderung dingin dan acuh. Evan bisa memprediksikan jika Fera juga tidak akan mau untuk membantunya dalam hal ini. Evan lalu menatap putri bungsunya, Galuh yang hanya diam tanpa kata di kursi sebelah nya dengan menggenggam tangannya sendiri.
Galuh menoleh , menatap manik hitam yang terlihat sayu dan rapuh milik ayahnya, lalu menghela napas dengan cukup dalam sembari melepasnya dengan sangat pelan. "Galuh bersedia menikah dengan Om Teo, jika memang itu satu-satunya cara untuk berterima kasih padanya." Ucap Galuh, namun gadis muda itu berucap sambil menunduk dalam. Ada kelegaan di hati Evan saat salah satu putrinya bersedia membantu maksud hatinya meskipun Evan juga menyayangkan jika harus putri bungsunya yang akan berkorban untuk mereka semua. Galuh, Putri bungsunya baru genap berusia 22 tahun, dan masih sangat muda untuk menerima pernikahan yang sejatinya memang bukan pernikahan biasa. Terlebih lagi calon suaminya jauh lebih tua dari putrinya, bahkan lebih pantas untuk menjadi ayahnya, tapi sungguh, Evan tidak bisa mempercayakan putrinya pada laki-laki lain, dan Teo adalah pilihan tepat untuk putrinya, karena Evan sudah mengenal baik buruk seorang Teo Mervino dan yakin Teo bisa menjadi apapun untuk putrinya.